1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sepak BolaMaroko

Piala Dunia 2022: Bono, Maroko dan Sang Hero

Hardimen Koto
Hardimen Koto
7 Desember 2022

Maroko secara mengejutkan, dan juga layak, berhasil melaju ke perempatfinal Piala Dunia 2022 di Qatar setelah menumbangkan Spanyol lewat adu penalti. Hardimen Koto tentang kemenangan yang bersejarah ini.

https://p.dw.com/p/4KaWc
Penjaga gawang timnas Maroko Yassine Bounou (Bono)
Yassine Bounou (Bono) salah satu pahlawan yang membawa Maroko ke perempatfinal Piala Dunia 2022Foto: Pedro Nunes/REUTERS

Maroko ke perempat-final Piala Dunia 2022 di Qatar. Iya, di "rumah" mereka sendiri, hegemoni Spanyol mereka sungkurkan, dunia dihenyakkan Maroko  dengan gaya petarung.

Selasa itu memang epic. Qatar, terutama di jalan-jalan menuju Education City Stadium, covernya adalah Maroko. Jersey merah-hijau, dominan dengan nama Hakimi, Ziyech, sangat dominan. Mereka tak hanya fans dari kaum diaspora Maroko, tapi juga fans dari wakil Afrika yang menyatu buat mereka.

Stadion pun full, 90 persen diisi fans Maroko. Di luar stadion, belasan ribu tumpah ruang di fans festival. "Maroko menang? Insya Allah," ujar Helal Hbleb, anak Cassablanca, yang duduk di sebelah saya di tram sejak city center.

Dari sektor hospitality, tempat saya menyaksikan laga ini di Education City, saya sudah merinding: Maroko militan.

Benar bahwa skuad Walid Reragrui didikte anak asuh Luis Enrique. Ball possession dan passee, dua item statistik pertandingan menjelaskan: Spanyol menang sangar. Maroko digempur Pedri, Olmo, Asencio dengan kreasi dan assist dari segala penjuru.

Tapi ini Maroko. Bek Bayern Munich Nazraoui, gelandang pekerja Fiorentina, Ammrabat, bahkan sampai flanker Ziyech dari Chelsea turun menyusun tembok.

Spanyol tetap frustrasi meski tiga penyerang lain mereka turunkan; Alvaro Morata, Ansu Fati, Nico Williams, bahkan Soler hingga Sarabia.

Ini partai marathon, melelahkan bahkan sampai extra-time. Saya salut dengan jibaku Hakimi cs. Hingga kemudian, adu penalti jadi penentu.

"Saya sudah latihan bahkan lebih dari 1000 kali penalti," kata Enrique. Tapi apa daya, tiga eksekutor Spanyol gagal semua: Sarabia, Soler hingga Busquets.

Maroko? Sukses dengan tiga algojo penalti, bahan Hakimi, yang jadi penentu, mencetaknya dengan dingin dan indah: panenka.

Itulah saat-saat haru biru, ketika Maroko menggasak Spanyol, menjadi tim Afrika ke-4 dalam sejarah yang berhasil melaju ke perempat final setelah terakhir Ghana pada 2010, dan menjadi tim dari Negeri Arab pertama dengan pencapaian itu.

Ini hari buruk buat Enrique. Tapi ini baik, bahkan mengesankan buat Redragui, yang meramu Maroko dengan hati termasuk untuk menghargai keluarga.

"Itu penting. Dan dari situ ada berkah," katanya. Anak-anak Maroko memang banyak lahir dan beredar di luar Maroko. Hakimi lahir di Madrid, bermain di Paris St. Germain, tapi tetap hormat dan sayang pada ibunya.  

Tombak Zakaria Aboukhlal lahir di Belanda, tapi kecintaannya untuk Maroko luar biasa. Juga gelandang Bilal el-Khannouss yang lahir di Belgia, tapi ia mencintai Maroko.

Yang epik memang Yassine Bounou. Kiper ganteng yang memblokir eksekusi Carlos Soller dan Sergio Busquets ini jadi buah bibir. Bono, nama punggungnya, lahir di Kanada, banyak berkarir di Spanyol, dan  berbuat hebat untuk Maroko. Dia adalah sang hero Maroko.

Di press room usai laga, seorang jurnalis meraih mikrophone. "Saya tidak punya pertanyaan," katanya kepada Bono. "Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih," kata jurnalis itu. Suaranya serak, lalu tangisnya pecah. Emosional sekali. Lalu, applaus mengalir di press room.

Suasana itu juga terekam di mana-mana. Saya, yang susah payah keluar stadion, menyaksikan fans Maroko histeris, sujud syukur, berpelukan. Haru biru. Sungguh.

Ini momentum yang menjelaskan betapa sepak bola bisa menyatukan bangsa. Maroko misalnya, terutama dengan harapan baru: menjegal Portugal dan menjadi Afrika pertama ke semifinal.

Hayuk, Maroko..

 

 Hardimen Koto pengamat, analis dan komentator sepak bola

*tulisan ini menjadi tanggung jawab penulis.

Hardimen Koto
Hardimen Koto Jurnalis dengan passion hebat untuk dunia olahraga.