1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perundingan Turki-Uni Eropa dan Carut Marut Politik Jerman

22 September 2005

Perundingan penerimaan Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa, serta carut-marutnya situasi politik Jerman setelah pemilihan umum parlemen menjadi topik yang disoroti berbagai harian internasional.

https://p.dw.com/p/CPMo
Siprus
Siprus

Kesulitan yang dihadapi Turki, dalam perundingan permohonan keanggotaan Uni Eropa, kini bertambah dengan tema yang sebetulnya kecil, yakni masalah Siprus. Namun kendala yang ibaratnya pasir dalam sepatu itu dapat membuat perundingan macet. Harian Austria Kleine Zeitung bahkan mengibaratkan perundingan keanggotaan Turki itu dilakukan dengan tawar menawar seperti di pasar tradisional di Istanbul. Lebih jauh harian ini menulis :

Jika diamati dengan jujur, perundingan permohonan keanggotaan Turki dalam Uni Eropa sudah gagal. Tidak ada saling percaya. Dan Turki menganggap meja perundingan di Brussel seperti basar di Istanbul. Di pihak Uni Eropa sendiri juga terdapat pemain yang curang. Yang paling menonjol adalah Siprus Yunani. Mereka menuntut Turki mengakui keberadaannya, tapi menolak untuk melakukan penyatuan kembali Siprus Yunani dan Siprus Turki. Semua yang ditutup-tutupi ini akan mengarah pada bencana politik. Suatu saat nanti, jika Turki memalingkan mukanya dari Eropa, maka Uni Eropa-lah yang kelak harus menyesuaikan diri, bukan sebaliknya.”

Harian Jerman Handelsblatt menulis, hambatan kepada Turki sebetulnya cerminan dari ketidak becusan Uni Eropa sendiri.

Uni Eropa dan Turki mempunyai waktu 10 tahun, untuk menguji apakah mereka bisa hidup bersama. Dalam satu dekade itu, pasti terjadi banyak perubahan. Namun tidak berarti bahwa negara-negara anggota Uni Eropa juga siap melakukan perubahan. Padahal sudah jelas, Uni Eropa sendiri harus mengejar ketinggalannya dalam waktu 10 tahun tersebut, misalnya saja dalam tema konstitusi bersama. Dalam perjalanan waktu, Turki akan melihat bahwa akan lebih menguntungkan jika menjadi mitra khusus, ketimbang menjadi anggota sebuah Uni Eropa, yang di dalamnya terus kehilangan daya pengikat yang dibutuhkan.”

Sementara harian Swiss Basler Zeitung menulis, Turki ibaratnya mencetak gol ke gawang sendiri.

Sebetulnya, Ankara sudah mengetahui, Turki tidak akan dapat menjadi anggota EU jika tidak mau mengakui semua anggota EU sekarang, salah satunya adalah Siprus. Tanpa pemecahan masalah Siprus, tidak akan tercipta sukses perundingan. Tapi, dengan menolak mengakui keberadaan Siprus Yunani, Turki seolah menaruh kendala di depan jalan yang akan dilaluinya.”

Tema sorotan lainnya dari harian-harian internasional adalah, carut marutnya politik Jerman, setelah hasil imbang pemilu perlemen. Harian Inggris The Times menulis, skenario koalisi apapun akan menjadi mimpi buruk bagi Jerman.

Hampir semua kemungkinan kombinasi koalisi terus dibicarakan. Kombinasi koalisi tiga partai, CDU/CSU, Partai Liberal Demokrat-FDP dan Partai Hijau, mungkin tidak meyakinkan dan tidak stabil. Akan tetapi, demokrasi dan reformasi di Jerman, juga tidak akan memetik keuntungan, dengan pembentukan koalisi besar yang pasti saling jegal. Yang jelas, jika semua usaha membentuk koalisi pemerintahan gagal, dan harus dilakukan pemilu baru, Angela Merkel akan tersingkir dari bursa pencalonan kanselir partai Uni Demokrat Kristen CDU.”

Harian Italia La Repubblicca menilai, semua formasi koalisi pemerintahan kelihatannya tidak memungkinkan.

Posisi masing-masing partai politik kelihatannya sangat berjauhan. Perundingan koalisi pasti akan memakan waktu cukup lama. Juga melihat masalah raksasa yang dihadapi Jerman, baik menyangkut reformasi ekonomi, pasar kerja, perpajakan dan politik luar negeri, semua formasi koalisi kelihatannya tidak menguntungkan. Kini digelar perlombaan antara Angela Merkel dan Gerhard Schröder, untuk membentuk pemerintahan minoritas.”