1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pertemuan Olmert Dan Abbas Di Sharm el Sheikh

26 Juni 2007

Ini merupakan pertemuan pertama sejak Hamas menguasai Jalur Gaza dan Gerakan Fatah secara de facto hanya berkuasa di Tepi Barat Yordan.

https://p.dw.com/p/CP5I
Foto: AP

Yang jelas di Sharm el Sheikh PM Israel Ehud Olmert, presiden Mesir Husni Mubarak dan Raja Abdullah II dari Yordania memberikan dukungan bagi Presiden Mahmud Abbas. Di Sharm el Sheikh itu juga PM Israel Ehud Olmert mengatakan, 250 warga Palestina akan dibebaskan dari penjara-penjara Israel. Ia akan membeberkan hal itu kepada kabinetnya pekan depan. Olmert menandaskan pula, para tahanan yang dibebaskan itu hanyalah para anggota Fatah, yang tidak melakukan tindakan berdarah. Selain itu mereka harus menanda-tangani pernyataan tidak akan melakukan kekerasan.

Pernyataan niat baik yang disebut Olmert itu datang secara tak terduga, karena sebelum pertemuan berlangsung tidak pernah diucapkan. Tetapi para pengamat berharap bahwa Abbas tidak akan pulang dengan tangan kosong. Karena pertemuan itu bertujuan untuk memperkuat posisi presiden Palestina dan pemerintahan darurat yang dibentuknya. Mahmud Abbas juga tahu, untuk itu bukan hanya diperlukan hal-hal yang hanya bersifat simbolis:

"Saya tekankan pentingnya untuk mengakhiri semua kegiatan pemukiman di wilayah-wilayah yang diduduki. Begitu pula pembangunan tembok di Tepi Barat Yordan harus dihentikan. Semua tahanan Palestina dibebaskan, semua blokade dibuka kembali dan dana milik Palestina dicairkan lagi. Sudah waktunya menghidupkan lagi proses perdamaian."

Sebagai tanda niat baik termasuk pula menyalurkan sebagian pemasukan pajak Palestina. Yaitu lebih dari setengah milyar dollar yang dibekukan Israel sejak satu setengah tahun. Pencairan dana itu sudah diputuskan di Tel Aviv hari Minggu 24 Juni lalu. Selebihnya Olmert tidak memiliki keringanan lain bagi Palestina. Padahal para pengamat berharap beberapa pembatasan kebebasan bergerak di Tepi Barat Yordan dapat dicabut.

Dengan demikian pertemuan itu dapat dikatakan sebagai KTT untuk membuat pernyataan niat baik. Para peserta terutama menyepakati tidak adanya sikap lunak bagi Hamas. Organisasi radikal itu sejak dua minggu ini menguasai seluruh wilayah Jalur Gaza. Pada pertemuan di Sharm el Sheikh Abbas menyebut perebutan kekuasaan itu sebagai kudeta berdarah. Presiden Mesir Husni Mubarak menandaskan kesatuan Palestina:

"Saya tekankan betapa pentingnya untuk mengakhiri sengketa antar-Palestina lewat dialog. Langkah untuk kembali berdialog dan kesamaan pendapat yang mewakili kepentingan Palestina, tidak boleh ditangguhkan."

Abbas mengemukakan, Jalur Gaza bersama dengan Tepi Barat Yordan dan Yerusalem Timur merupakan satu kesatuan. Di masa depan pemerintahannya akan berdialog langsung dengan Israel dalam mencari penyelesaian konflik, termasuk membahas masalah-masalah yang peka. Ia merencanakan akan bertemu tiap dua minggu sekali dengan PM Israel.

Hasil yang tidak seberapa dari pertemuan puncak itu ditanggapi dengan kecewa oleh negara-negara Arab. Terutama karena hanya 250 tahanan Palestina yang akan dibebaskan, padahal ribuan masih mendekam di berbagai penjara Israel.