1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pertemuan Olmert-Abbas Tidak Bawa Harapan

6 Agustus 2008

Walau Israel campur tangan dalam konflik intern Palestina antara Hamas dan Fatah, tetapi semua front di Timur Tengah tetap bersikap keras. Pertemuan yang direncanakan antara Olmert dan Abbas juga tidak membawa harapan.

https://p.dw.com/p/ErUj
tentara Israel membawa pengungsi Palestina asal Jalur Gaza ke Tepi Barat YordanFoto: AP

Apa yang disaksikan minggu ini sulit dipercaya. Tentara Israel mengantarkan pengungsi Palestina dari Jalur Gaza ke Tepi Barat Yordan, sebagai aksi menyelamatkan para anggota gerakan Fatah. Mereka melarikan diri dari kekerasan Hamas ke Israel, dimana mereka dilucuti pakaiannya, digeledah dan kemudian dideportasi. Hashesh, seorang tokoh gerakan Fatah dari Presiden Mahmud Abbas, menyampaikan terima kasih lewat radio Israel:

"Dalam hal ini kami bekerja sama dengan Israel. Dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih kepada Israel atas bantuan mengangkut mereka dan pelayanan bagi mereka yang cedera di rumah-rumah sakit. Terima kasih atas kerja sama dengan instansi Palestina."

Sebenarnya rasa terima kasih itu dapat menjadi posisi awal bagi pertemuan antara Presiden Abbas dengan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert. Tetapi kondisinya tidak demikian. Sebab keduanya tidak punya pengaruh lagi untuk mengadakan pembicaraan yang mendasar, untuk mengambil keputusan dan membuat perjanjian.

Presiden Abbas mendapat tekanan dari dua pihak. Hamas baru saja menunjukkan betapa Abbas tidak berdaya. Serangan bom terhadap lima pejuang Hamas sekitar dua minggu lalu, merupakan alasan bagi gelombang penahanan, pemeriksaan terhadap lawan politik dan serbuan ke markas kelompok Hilles yang dekat dengan Fatah di Jalur Gaza.

Aksi itu mengakibatkan anggota-anggota Fatah melarikan diri ke Tepi Barat Yordan. Tetapi di sana pun kekuasaan Abbas hanya terbatas. Di wilayah itu Israel banyak memblokir jalan, terdapat blok-blok pemukiman Yahudi dan gelombang baru razia. Abbas mengancam akan menarik pasukan keamanannya, bila Israel tidak menghentikan aksi-aksi militernya. Dengan demikian Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak merasa sikap kasarnya terhadap Palestina memang diperlukan. Dikatakannya:

"Sudah berulang kali harus saya simpulkan, bahwa bila tahun 2008 ini tidak terjalin perjanjian, maka penyebabnya bukan karena Israel tidak bersedia menghadapi tantangan, melainkan gagal karena ketidakmampuan Palestina untuk mengambil keputusan."

Padahal sebenarnya pemerintah di Yerusalem lah yang bertanggung jawab bagi kegagalan itu, berdasarkan fakta keadaan yang diciptakan Israel. Contohnya: jumlah bangunan baru pada pemukiman Yahudi di daerah Palestina tahun ini bertambah lagi. Di bekas pangkalan militer Maskiot di Lembah Yordan, akan dibangun pemukiman baru.

Bagi AS sebagai sekutu terpenting Israel pun semakin sulit untuk membela kebijakan itu. Menlu AS, Condoleezza Rice hanya menyebut tindakan Israel yang bertentangan dengan perjanjian internasional itu sebagai 'tidak banyak membantu'. Tetapi di sana tidak akan ada perubahan.

PM Israel Ehud Olmert minggu lalu mengumumkan akan mengundurkan diri akibat tuduhan korupsi. Penggantinya boleh dikatakan tidak akan mengusik soal pemukiman, karena itu berarti akan mengurangi dukungan dan kemungkinan juga suara yang menjadi faktor kunci walaupun tidak banyak jumlahnya.

Masa depan, yang boleh dikatakan suram. Tetapi dalam pertemuan mendatang, PM Olmert dan Presiden Abbas tentu akan berupaya menghilangkan kesan itu. (dgl)