1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pertemuan ASEAN-Uni Eropa

22 November 2007

UNI Eropa dan ASEAN mengadakan pertemuan di Singapura untuk membahas tema perdagangan bebas dan sanksi terhadap Myanmar

https://p.dw.com/p/CT76
Foto: DW

Setelah perayaan 30 tahun hubungan antara Uni Eropa dan ASEAN, kedua pihak mengadakan pertemuan lanjutan di Singapura untuk membicarakan beberapa hal. Terutama tentang perjanjian perdagangan bebas antara Uni Eropa dan ASEAN, serta sanksi terhadap Myanmar. Dari pihak Uni Eropa, pertemuan ini dihadiri oleh Presiden Komisarisnya, Jose Manuel Barroso, Komisaris Uni Eropa bagi hubungan luar negeri, Benita Fererro-Waldner, dan Komisaris Perdagangan Uni Eropa, Peter Mandelson.

Uni Eropa dan ASEAN setuju awal tahun ini untuk mengadakan pemicaraan tentang perdagangan bebas bagi ke-37 negara anggotanya. ASEAN merupakan mitra dagang Uni Eropa ke-5 paling besar. Nilai perdagangan Uni Eropa-ASEAN mencapai jumlah total 137 milyar Dollar pada tahun 2005.

Namun demikian perundingan tentang perdagangan bebas ini berjalan agak lambat, karena perbedaan pendapat dalam mengatasi masalah hak asasi manusia dan penekanan politik di Myanmar. Utusan dari kedua pihak menyerukan kepada Myanmar agar segera melakukan reformasi demokratis dan membebaskan pemimpin pihak oposisi, Aung Sun Suu Kyi. Dalam deklarasi bersama disebutkan, “kami menyambut keputusan pemerintah Myanmar untuk berunding dengan PBB dan untuk mengadakan pembicaraan dengan Aung Sun Soo Kyi. Serta mengingat, bahwa pembicaraan seperti itu harus dilakukan dengan semua pihak dan kelompok etnis yang bersangkutan.” Namun Uni Eropa dan ASEAN belum menemukan kesepakatan dalam hal sanksi yang dijatuhkan kepada Myanmar.

Komisaris Uni Eropa bagi hubungan luar negeri, Benita Fererro-Waldner, menegaskan, bahwa junta militer Myanmar harus ditindak dengan metode ‘carrot and stick’, yaitu imbalan dan hukuman. Jika sanksi-sanksi yang dijatuhkan kepada Myanmar menunjukkan hasil, maka Uni Eropa akan memberikan bantuan untuk menanggulangi kemiskinan di negara tersebut.

Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong berkata, menjatuhkan sanksi terhadap Myanmar bukanlah jalan yang efektif untuk menekan militer negara tersebut agar segera melakukan reformasi demokratis. Di banyak negara sanksi tidak menunjukkan hasil sama sekali dan ASEAN percaya, bahwa menjatuhkan sanksi bukan saja tidak akan mengatasi masalah di Myanmar, tetapi juga akan menjadi kontraproduktif, lanjut Lee.

Ditambahkan perdana menteri Singapura tersebut, tidak dicapainya kesepakatan dalam masalah Myanmar diharapkan tidak akan menghambat kerjasama antara Uni Eropa dan ASEAN dalam bidang-bidang lain, karena ini akan merugikan kedua belah pihak. Perdana Menteri Portugis, negera pemegang kepresidenan Uni Eropa saat ini, berkomentar, Uni Eropa dan ASEAN ingin melihat adanya demokrasi di Mnyamar, hanya saja kedua pihak mempunyai pendekatan yang berbeda.