1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pertempuran di Sri Lanka Terus Berlanjut

28 April 2009

Sri Lanka menolak pemberian visa bagi Menlu Swedia Carl Bildt, yang rencananya akan berkunjung ke Colombo untuk membahas penengahan konflik dengan LTTE. Sementara itu, militer Sri Lanka melanjutkan serangan.

https://p.dw.com/p/HfrU
Warga Tamil sedang menunggu pendaftaran untuk evakuasi di kota Omantai, sekitar 230 utara ColomboFoto: AP

Sri Lanka menolak pemberian visa bagi Menlu Swedia Carl Bildt, yang rencananya akan berkunjung ke Colombo untuk membahas penengahan konflik dengan kelompok pemberontak Macan Tamil, LTTE. Sementara itu, militer Sri Lanka melanjutkan serangan terhadap posisi LTTE.

Menteri Luar Negeri Swedia Carl Bildt menerangkan lewat situs internetnya, pemerintah Sri Lanka menolak memberikan visa kunjungan ke negara itu. Tadinya Carl Bildt akan datang ke Sri Lanka bersama sama dengan Menteri Luar Negeri Inggris David Milliband dan Menteri Luar Negeri Prancis, Bernard Kouchner. Kementerian Luar Negeri Inggris menerangkan, David Milliband masih belum mengubah rencananya dan tetap dijadwalkan berkunjung ke Colombo Rabu besok (29/04). Kunjungan ini merupakan bagian dari misi mediasi Eropa dalam upaya penengahan konflik di Sri Lanka. Setelah pemerintah Sri Lanka menolak memberikan visa bagi Carl Bildt, pemerintah Swedia kini memanggil pulang Duta Besarnya dari Colombo.

Militer Sri Lanka, Selasa (28/04), melanjutkan serangan ke posisi-posisi kelompok Macan Tamil LTTE. Setelah kritik internasional makin lantang, pihak militer menerangkan, pengerahan senjata berat kini dibatasi untuk menghindari lebih banyak korban sipil yang masih terperangkap di kawasan pertempuran. Juru bicara militer Sri Lanka, Brigadir Udaya Nanayakkara menerangkan, pertempuran masih berlangsung. Tujuan utama militer adalah menyelamatkan penduduk sipil. Namun pihak pemberontak melakukan perlawanan sengit dengan menggunakan mortir. Sebelumnya pemerintah Sri Lanka menyatakan bahwa militer sekarang hanya mengerahkan unit-unit kecil satuan elit dan penembak jitu yang menggunakan senjata ringan.

Pejabat PBB untuk urusan kemanusiaan John Holmes menyambut pernyataan pemerintah Sri Lanka, namun menegaskan, bahwa kebijakan itu perlu benar-benar diterapkan. Sebab di masa lalu, banyak pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan tetapi ternyata tidak dilakukan di lapangan.

“Saya melihat pernyataan yang dikeluarkan pemerintah Sri Lanka itu. Saya menyambut pernyataan ini. Tapi yang perlu dilihat adalah penerapannya di lapangan sehingga korban dipihak penduduk bisa dihindari. Penduduk sipil harus segera dibawa ke luar dari kawasan itu. Saya harap, gagasan untuk tidak menggunakan senjata berat kali ini benar-benar akan diperhatikan, tidak diabaikan seperti di waktu-waktu lalu,” demikian John Holmes.

Angkatan bersenjata Sri Lanka yakin inilah saatnya menghancurkan kekuatan pemberontak Macan Tamil, LTTE. Jika ini berhasil, militer berharap perang saudara yang sudah berlangsung puluhan tahun bisa berakhir. Jadi militer Sri Lanka tidak ingin memberi waktu kepada kaum pemberontak untuk membentuk formasi baru atau melakukan konsolidasi kembali. Pihak militer juga berulangkali menegaskan, bahwa LTTE menggunakan manusia sebagai tameng hidup. Sampai saat ini, militer Sri Lanka belum berhasil menangkap pendiri dan pimpinan LTTE Velupillai Prabhakaran. Juru bicara pemerintah Lakshman Hullugalle menerangkan: “Kami percaya, dia bersembunyi di antara warga sipil. Jadi orang-orang tak bersalah menjadi sandera pemberontak.”

LTTE diberitakan hanya menguasai daerah perkebunan kelapa yang luasnya kurang dari 10 km persegi. Daerah itu dikelilingi laut di tiga sisinya. Menurut seorang perwira militer, upaya tentara untuk mendekati pemberontak berjalan sangat lamban, karena LTTE telah menempatkan penembak jitu dan menanamkan ranjau di berbagai tempat. Kini militer Sri Lanka juga mengerahkan penembak jitu serta pasukan elit.

Kelompok Macan Tamil sebelumnya menyatakan tidak akan menyerah dan akan melakukan perlawanan habis-habis-an. Menurut perkiraan PBB, sejak pertempuran sengit akhir Januari lalu, sekitar 6500 warga sipil tewas dan masih ada sekitar 50.000 penduduk yang terperangkap dan berada dalam bahaya. Lebih 113.000 orang melarikan diri dari kawasan pertempuran.

HP/rtr/afp

Editor: Yuniman Farid