1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Peringatan Hari Aids Sedunia ; Diplomasi UE dalam berbagai krisis internasional.

1 Desember 2004

Penanganan penyakit menular AIDS dan tingkat penularan HIV yang tinggi merupakan topik komentar di harian-harian internasional, sehubungan Peringatan Hari Aids Sedunia. Selain itu juga disoroti makna diplomasi UE dalam berbagai krisis, misalnya di Ukraina dan dalam masalah nuklir Iran.

https://p.dw.com/p/CPQ3
Pekerja seks di Indonesia membaca iklan untuk penggunaan kondom
Pekerja seks di Indonesia membaca iklan untuk penggunaan kondomFoto: AP

Sejak tahun 1988 tanggal 1 Desember ditetapkan sebagai Hari Aids Sedunia. Suratkabar Jerman Berliner Zeitung membuat neraca yang pesimis:

Setiap tahun pada tanggal 1 Desember dunia dibanjiri dengan data statistik. Tentang bencana yang mengancam Eropa Timur dan benua Asia. Orang mulai menyadari apa artinya, bila usia harapan hidup di semakin banyak negara turun sampai usia 35 tahun. Orang tahu apa yang harus dilakukan. Meski demikian strategi global untuk membrantas Aids, seperti untuk wabah lainnya, misalnya polio dan penyakit cacar , hingga kini belum ada. Memadukan tiga tindakan pokok, yakni penyuluhan, pencegahan dan pengobatan, sangat penting untuk menanggulangi penyakit itu. Di Jerman saja, yang masyarakatnya terbuka, hal itu tidak berhasil. Jadi dunia masih jauh dari strategi global seperti itu.

Juga harian Esslinger Zeitung mengingat sikap tidak waspada di negara-negara industri mengimbau:

Penerangan sangat perlu. Sebab kaum remaja zaman kini tidak mengikuti kampanye anti-Aids besar-besaran di masa lampau. Bahwa ada sementara negara yang justru sekarang mengurangi dana untuk bantuan Aids adalah tindakan yang picik. Karena itu orang-orang yang bersangkutan dan para aktivis setiap tahunnya pada Hari Aids Sedunia turun ke jalan dan membagi-bagikan pita merah.

Sementara Harian Tageszeitung – Taz di Berlin berkomentar:

Di samping Afrika , Asia Timur, China dan Eropa Timur sangat terancam. Di negara-negara di mana Aids masih merupakan tema yang ditabukan , dan pengidap HIV mendapat perlakuan dan tindakan diskriminatif dan stigmatisasi, orang berada di pihak yang kalah dalam perang melawan penyakit menular tsb. Agar juga tidak kalah dalam perang global melawan Aids, hendaknya barat menyadari nilai-nilainya sendiri , yakni mendukung demokrasi, memperkuat rasa tanggung jawab dan memajukan perkembangan ekonomi.

Harian Swiss Basler Zeitung mengomentari meningkatnya jumlah perempuan yang terkena virus HIV-Aids:

95 persen terinfeksi HIV hidup di negara berkembang. Di antaranya jumlah perempuan terus meningkat. Di selatan Afrika sementaranya 57 persen terinfeksi HIV adalah perempuan dan gadis muda. Logikanya, seorang perempuan yang tidak memiliki apa-apa, tidak punya hak untuk menentukan nasibnya sendiri, tidak dapat melawan. Tidak dapat melawan, bahwa partner seksnya atau suaminya menolak kondom atau berhubungan seks dengan banyak perempuan. Juga tidak mampu membela diri terhadap pemerkosaan. Menurut statistik WHO, sepertiga perempuan di selatan Afrika paling sedikit diperkosa sekali dalam hidupnya. Wajah Aids, adalah wajah seorang perempuan berkulit berwarna, yang tidak memiliki lobi. Jadi upaya penanggulan Aids harus lebih kuat melindungi perempuan-perempuan itu. Tidak hanya informasi, memenuhi hak-haknya dan obat yang penting. Namun yang paling penting , perlindungan terhadap kekerasan seksual.

Peran UE di panggung diplomasi internasional. Harian Jerman Handelsblatt menulis:

Di Ukraina ada kemungkinan dilaksanakannya Pemilu ulang yang damai. Iran paling tidak untuk sementara menghentikan program pengayaan uranium. Dalam kedua kasus itu beberapa pemerintahan UE bertindak sebegai penengah. Selama ini AS menertawakan apa yang dinamakan kekuatan atau diplomasi lembut Eropa, yang mengkaitkan upaya diplomasi dengan kerjasama ekonomi. UE yang semakin besar terutama berusaha mempengaruhi kawasan tetangga dengan kekuatan ekonominya. Selain itu, sementara ini banyak pemerintahan negara UE semakin yakin akan kemampuanyna. Sebaliknya diplomasi AS semakin kehilangan reputasi, gara-gara Perang Irak.