1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pergantian Kekuasaan di Jepang Dipastikan

30 Agustus 2009

Partai Demokrat Jepang, DPJ diduga akan menangkan pemilu, menggeser partai konservatif LDP, yang sudah setengah abad berkuasa di Jepang.

https://p.dw.com/p/JLgn
Pemimpin oposisi Democratic Party of Japan, DPJ, Yukio Hatoyama disiarkan (30/08) berbicara dengan Perdana Menteri Jepang saat ini Taro Aso.Foto: AP

Hitungan awal dalam pemilu parlemen Jepang hari Minggu ini (30/8) menunjukan kubu oposisi meraih suara terbanyak. Pemilihan umum di Jepang berakhir pada hari Minggu pukul 8 malam waktu setempat. Menurut Kementerian Dalam Negeri Jepang, sampai sore hari pukul 6, partisipasi pemilih mencapai 48.4 persen di 50 ribu TPS yang tersebar di seluruh Jepang. Namun sebelumnya, sekitar 14 juta warga telah memberikan suara lebih awal. Sekitar 110 juta warga Jepang memberikan suaranya dalam pemilihan umum ini.

Taro Aso Wahlkampagne Wahl Unterhaus Japan LDP Liberale Demokratische Partei
Foto: AP

Penghitungan suara masih berlangsung, namun “exit polls” sejumlah media Jepang, termasuk NHK yang menanyakan 490 ribu pemilih usai memberikan suara, menunjukan bahwa Partai Demokrat Jepang, DPJ bisa memenangkan 300 kursi dari 480 kursi dalam Majelis Rendah Parlemen Jepang. Dengan begitu DPJ yang dipimpin oleh Yukio Hatoyama akan menggeser partai konservatif LDP, yang sudah sekitar 50 tahun berkuasa di Jepang.

Kesulitan dengan LDP

Dalam sekitar 50 tahun masa kekuasaannya, sebelum ini Partai Liberal Jepang, LDP hanya pernah sekali tersingkir. Selebihnya dominasi partai ini menyebabkan pemilihan umum di Jepang bebas dari kejutan. Namun buruknya kondisi ekonomi Jepang, yang diwarnai sejumlah skandal korupsi dan gonjang-ganjing politik, menyebabkan masyarakat menginginkan perubahan. Masyarakat Jepang juga tampak lelah, melihat jabatan perdana menteri bagaikan dirotasikan antara para pemuka partai LDP.

Taro Aso Wahlkampagne Wahl Unterhaus Japan LDP Liberale Demokratische Partei
Perdana Menteri Jepang Taro Aso, Ketua partai Liberal Democratic Party, LDP saat berkampanye.Foto: AP

Perdana Menteri Jepang saat ini, Taro Aso dilantik bulan September tahun lalu. Sebelumnya ia mengisi jabatan Menteri Luar Negeri. Sebagai Perdana Menteri, ia menggantikan Yasuo Fukuda yang mundur tahun 2008, dan yang seperti Shinzo Abe sebelumnya hanya mengemban jabatan itu selama sekitar satu tahun. Kekalahan dalam pemilu kali ini akan mendesak Taro Aso untuk mundur sebagai Ketua Partai LDP.

Tantangan Bagi Pemerintah Baru Jepang

Selain merupakan peristiwa bersejarah, bagi DPJ dengan memenangkan pemilihan ini berarti menghadapi sejumlah tantangan berat. Jepang berada dalam krisis ekonomi paling parah sejak Perang Dunia kedua. Meski ada perbaikan dalam kwartal kedua tahun ini, jumlah tunakarya di Jepang berada di tingkat tertinggi mencapai 5,7% pada bulan Juli. Sementara biaya jaminan sosial dan kesehatan yang ditanggung pemerintah kian membengkak, menghadapi mayoritas populasi Jepang yang semakin tua. Dalam kampanyenya, DPJ menyatakan akan mengubah fokus pemerintah dan mengalokasikan anggaran yang lebih besar bagi kesejahteraan keluarga-keluarga Jepang, dengan memberikan tunjangan anak, selain itu berjanji akan memberikan bantuan bagi para petani. DPJ juga bertekad akan mengambil alih dan lebih memperhatikan kebijakan yang telah dibuat oleh birokrat Jepang, yang seringkali dituding gagal mengatasi permasalahan, seperti sistim pengelolaan pensiun Jepang.

Wahl Kampagne Wahlkampf Unterhaus Japan
Foto: AP

Meningkatkan Hubungan Di Asia

Seperti saingannya Taro Aso, Yukio Hatoyama juga berasal dari keluarga yang sejak beberapa generasi aktif di panggung politik Jepang. Kedua kakek politisi ini terlibat dalam persaingan kekuasaan sejak awal tahun 1950-an. Yukio Hatoyama meninggalkan partai LDP pada tahun 1993 dan membentuk partai baru Sakigake, sebelum akhirnya bergabung dengan partai DPJ yang baru dibentuk. Dalam kampanye lalu, Hatoyama mempertanyakan hubungan Jepang dengan Amerika Serikat yang dianggapnya terlalu erat. Ia menyatakan ingin mempererat hubungannya dengan Asia Timur dan mendorong terbentuknya kawasan ekonomi Asia yang menggunakan satu mata uang, seperti di Eropa.

Ek/AN/ /rtr/afp/ap/NHK