Perempuan Palestina Menyulam bagi Emansipasi
Bagi sebagian orang ini hanya secarik kain dekoratif. Bagi sebagian lainnya, ini simbol perlawanan. Semua aspek seni sulaman Tatreez terlihat nyata dalam rangkaian foto jepretan fotografer Fatima Abbadi.
Sejarah perempuan selama 3.000 tahun tersirat pada baju
"Tatreez" adalah kata bahasa Arab bagi gaya unik sulaman tusuk silang asal Palestina. Yang khas adalah warna warni dan texturnya. Seni ini berasal dari Timur Tengah sekitar 3.000 tahun lalu. Sebagai fotografer, Fatima Abbadi jelaskan, sulaman ini sejak dulu eksklusif bagi perempuan. Seni diwariskan dari ibu ke putrinya. Seperti halnya resep makanan, seni ini tambah kaya dari generasi ke generasi.
Kode tersembunyi pada sulaman
Tapi bagi perempuan Palestina, Tatreez bukan sekedar dekorasi dari masa lalu. Di dalamnya tercantum ratusan simbol. Misalnya status sosial pemakainya, juga kesehatan, status pernikahan, bahkan suasana hati pemakainya. Motif berwarna biru, contohnya, menunjukkan pemakainya seorang janda, sementara merah menunjukkan masa berdukanya sudah berakhir.
Sulaman bisa jadi sumber penghasilan keluarga
Setiap daerah punya pola berbeda, dan tidak ada museum yang simpan kekayaan ini. Di masa lalu, banyak keluarga menyimpan pakaian berharga ini, dan menjual sedikit demi sedikit di masa krisis. Dari penjualan lengan baju, perawatan di rumah sakit bisa dibayar. Dari sebuah baju bisa diperoleh uang untuk pendidikan anak. "Itu sedikit kenangan yang hidup kembali dari setiap potong busana," kata Abbadi.
Dari kamp pengungsi, menyebar ke dunia
Akibat pengungsian warga Palestina selama abad ke-20, Tatreez jadi punya dimensi politik. Ini kerap jadi sumber penghasilan bagi perempuan yang tinggal di kamp pengungsi. Program-program seperti "Darzah" atau "Tatreez," yang didukung Uni Eropa, bantu mereka dirikan studio dan ekspor hasilnya ke Barat. Mereka juga belajar untuk dirikan bisnis. Ini kepandaian penting untuk capai emansipasi.
Bagaimana menjadikan tradisi bagian fesyen
Agar sukses di pasar internasional, Tatreez harus "trendy" dan bersifat kontemporer. Oleh sebab itu desainer fesyen muda menambah warna-warna baru, bahkan menambah sulaman pada busana Eropa. Berkat merek seperti All Things Mochi atau SEP Jordan, yang beroperasi dari kamp pengungsi Gaza, Tatreez kini dibeli retailer papan atas, bahkan muncul di Vogue.
Hampir punah
Inisiative seperti ini menolong perempuan Palestina untuk menyokong keluarga mereka, dan memperbaiki kualitas hidup di kamp konsentrasi, di samping menjamin bahwa seni ini tidak punah akibat situasi ekonomi, sosial dan politis yang berat. Biar bagaimanapun, Tatreez adalah simbol identitas nasional. "Sulaman ini selalu bisa dilihat di hari raya, pernikahan dan festival-festival," demikian Abbadi.
Kisah seni yang terancam punah
Namun mengembangkan tradisi di tengah diaspora sulit. "Proyek saya adalah dokumentasi bagaimana situasinya saat ini, agar bisa diwariskan bagi generasi mendatang," kata Abbadi. Dan ia tidak sendirian. Buku "Tatreez & Tea" dari tahun 2016 juga berfokus pada warisannya. Tatreez juga dipamerkan di galeri-galeri di AS, berkat karya seniman kontemporer seperti Jordan Nassar. Penulis: Jan Tomes (ml/ap )