1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialEropa

Bertualang di Lautan Eropa sebagai Ahli Elektro

30 Oktober 2021

Amsulistiani Ensch bertanggungjawab atas semua hal kelistrikan di atas kapal dari perusahaan AIDA. Bagaimana ceritanya sampai perempuan asal Makassar itu bekerja di kapal pesiar Jerman?

https://p.dw.com/p/42LDh
Amsulistini Ensch
Amsulistini EnschFoto: Privat

Amsulistini Ensch, panggilan akrabnya Ami, adalah perempuan Indonesia pertama yang dapat sertifikasi untuk jadi ahli elektro di kapal. Dulu Ami berkuliah teknik elektro kampung halamannya, yaitu di Universitas Hasanuddin, Makassar. “Tapi lebih ke ‘computer control’ dan elektronik,” begitu dijelaskan Ami. Kemudian dia melanjutkan kuliah satu setengah tahun di Poltek Pelayaran Surabaya.

Ami bercerita, perusahaan kapal pesiar AIDA punya 13 kapal pesiar. Saat wawancara, Ami sedang berada di kapal AIDAsol. AIDA sendiri adalah cabang perusahaan Italia Costa Crociere, yang menawarkan layanan di Jerman.

Iseng-iseng mencoba melamar

Waktu masih kuliah elektro di Indonesia, dia tidak punya cita-cita bekerja di kapal. Dulu dia kebetulan melihat iklan pelatihan untuk bekerja di hotel di kapal. “Sebenarnya saya cuma iseng-iseng aja, nyoba melamar,” kata Ami sambil tertawa, dan menambahkan, “Karena waktu itu pas libur dua bulan.”  Ketika itu, Ami sedang bekerja di Makassar sebagai konsultan telekomunikasi.

Amsulistini Ensch
Amsulistini EnschFoto: Privat

Setelah ikut pelatihan, Ami ikut magang di hotel. Kemudian dia ternyata diterima untuk bekerja di kapal pesiar AIDA, sehingga dia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya.

Karena mendapat pelatihan untuk bekerja di hotel di kapal, ketika baru mulai bekerja di kapal AIDA, Ami yang mengaku tidak bisa berenang, menjadi “cabin steward” atau pramugari di kapal pesiar itu. Tapi dia kemudian mendapat rekomendasi untuk melaksanakan “cross training”, atau pelatihan lintas departemen, demikian ditambahkan Ami.

Tepatnya ke department elektronika di atas kapal, dan bisa mulai menggunakan ilmu yang diperolehnya dari masa kuliah. Pelatihan itu sendiri berjalan di Indonesia, selama satu setengah tahun.

Kesibukan sehari-hari di kapal pesiar

“Uniknya kerja di kapal adalah, kita kerja di tempat tinggal dan tinggal di tempat kerja,” kata Ami. Hari kerjanya dimulai pukul 7:45 pagi, yaitu dengan rapat pagi bersama rekan-rekannya, di mana mereka mendapat pembagian kerja.

Efek pandemi COVID-19 tentu juga dirasakan Ami dalam pekerjaannya. Dulu sebelum pandemi, ada tujuh orang yang bekerja setiap hari untuk hal kelistrikan di atas kapal. Mulai dari generator sebesar 11kV sampai baterai sekecil 1,5V. Sekarang, setiap hari hanya ada empat orang.

Setiap hari satu orang secara bergiliran mengurus masalah kelistrikan yang diadukan departemen-departemen lain. Tiga orang lainnya mengurus perawatan berbagai hal yang bersangkutan dengan listrik, juga inspeksi, sekaligus menjadi penyidik gangguan atau yang dikenal dengan istliah  “troubleshoot” atas berbagai masalah kelistrikan lainnya. Begitulah Ami menceritakan pekerjaannya sehari-hari.

Amsulistiani bersama beberapa koleganya di kapal AIDA
Amsulistiani bersama beberapa koleganya di kapal AIDAFoto: Privat

Ia menambahkan juga, AIDA punya jadwal perawatan teratur untuk setiap mesin yang berkaitan dengan listrik. Ada yang perlu perawatan atau “maintenance” setiap pekan, ada yang setiap dua pekan, atau bulanan, tahunan, bahkan yang sampai lima tahunan. Dan itu benar-benar dijalankan.

Menurut Ami, di Indonesia, orang kerap melupakan “maintenance“. Ia mengambil sebuah contoh: mesin yang sebagus apapun, kalau terkena debu dan tidak dibersihkan, nantinya akan jadi masalah besar.

Sejak bergabung dengan kapal dari perusahaan Jerman dan manajemennya, ia sudah belajar sangat banyak. Begitu kata Ami sambil tersenyum bangga.

Ketika ditanya, apa tantangan terbesar yang dihadapi dalam pekerjaan, Ani tertawa dan menjawab: tinggi badan. Kadang hal yang harus dia lakukan berlokasi tinggi di ruangan, atau di langit-langit. Untungnya solusi selalu ada, kata Ani. Para ahli listrik di seantero kapal mendapat fasilitas lengkap berupa berbagai perlengkapan elektronik, termasuk tangga lipat.

Menikmati masyarakat Jerman yang terorganisir

Jika tidak sedang bekerja di kapal, rumah Ani di Jerman ada di kota Trier. Dari kota itulah suaminya berasal. Mereka bertemu di kapal pesiar AIDA, di mana suami Ami juga bekerja, yaitu sebagai juru masak kapal.

Gambar menunjukkan seorang perempuan, Ami, dan seorang pria, suaminya
Amsulistiani bersama suamiFoto: Privat

Bagi Ami kehidupan di masyarakat Jerman secara umum lebih terorganisir, dan penuh makna atu sangat logis dalam berbagai aspek. Mulai dari urusan birokrasi, untuk mengatasi masalah, juga untuk menangani keluhan. Kalau bekerja di Jerman, secara otomatis karakter profesionalitas orang akan terbentuk, demikian pula sifat perfeksionisnya. Ia menjelaskan, “Untuk apa-apa jadi ada standarnya, dan orang tidak gegabah, terutama untuk hal-hal yang berkaitan dengan teknologi.”

Hidup di Jerman membentuk karakter

Menurut Ami, orang Jerman secara umum juga ramah, dan punya pendidikan. Di kapal pesiar, rekan-rekan kerjanya berasal dari berbagai negara. Tapi walaupun berbeda asal kebudayaan, tidak ada masalah besar yang timbul. “Pendatang non Jerman, yang tinggal di Jerman pun, menurut saya kebanyakan orang-orang yang ‘terlatih’ repot,” ungkap Ami. Tapi karakter orang, termasuk pendatang memang bisa berbeda-beda. Menurut Ami, dari perihal birokrasi saja, Jerman sudah bisa membentuk karakter orang ketika berimigrasi.

Ami bercerita, sebelum hidup di Jerman, dia berpikir, kalau bisa sampai ke Jerman, itu sudah akan jadi sebuah “achievement” atau pencapaian. Tapi sejak dia berada di Jerman, dia semakin sadar, bahwa: “everyday is an achievement”. Bisa memberikan senyum kepada teman, membangkitkan semangat mereka ketika sedih, dan membantu membuat hari mereka jadi lebih baik, itu semua “achievement”. Karena itu semua pencapaian besar, sebetulnya Jerman sama saja seperti Indonesia. Hanya sebuah negara.

Ami bercerita sambil tertawa, bahwa dia memang sering pula “dijadikan tempat ‘curhat’.”

Amsulistini Ensch
Amsulistini EnschFoto: Privat

Ingin Indonesia lebih melek robotik

Selain bekerja, Ami dan kesenangannya di bidang elektronik juga punya kesibukan lain. Bersama beberap teman dari Indonesia, mereka tergabung dalam orobot.id. Tujuannya adalah membangun kesadaran di Indonesia, agar semakin melek teknologi melalui praktek robotika. Mengapa robotika? “Karena ilmunya mencakup perangkas keras dan perangkat lunak. Jadi mekanik dan elektrik,” kata Ami.

Awalnya, ia bersama teman-teman mengajarkan kelas robotika secara gratis di beberapa sekolah di Indonesia. Kemudian beberapa sekolah jadi langganan. Sekarang, kegiatan mereka masih terus berlanjut di Palu, Sulawesi  Tengah. Kisah dan penjelasan lengkap tentang orobot.id bisa diperoleh lewat link ini:orobot.id  (ml/ap)