1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perang Saudara di Sri Lanka

24 April 2009

Hampir 6500 warga sipil tewas dalam pertempuran antara pemberontak dan tentara pemerintah Sri Lanka, selama tiga bulan terakhir.

https://p.dw.com/p/HdCT
Warga sipil etnis Tamil Sri Lanka menunggu pendaftaran di kamp persinggahan di Omantai, Vavuniya, sekitar 230 km utara Colombo, Kamis (22/04/09).Foto: AP

Jumat (24/04), tentara pemerintah berusaha menembus daerah terakhir yang dikuasai pemberontak Macan Tamil di timur laut Sri Lanka. Lokasi pemberontak kini dibatasi di kawasan seluas 8 km persegi di distrik Mullaitivu.

Pertempuran sengit antara tentara pemerintah dan pemberontak kembali menyebabkan puluhan ribu warga sipil mengungsi. Eksodus massal dilaporkan terjadi dari Senin hingga Rabu pekan ini, ketika hampir 175 ribu warga sipil melarikan diri ke daerah yang dikuasai tentara pemerintah.

Oganisasi lokal dan internasional mengkhawatirkan nasib rakyat sipil yang terjebak di wilayah konflik. PBB memperkirakan jumlahnya berkisar 50 ribu orang.

Dutabesar Sri Lanka untuk AS, Jaliya Wichramasuriya, menerangkan, berdasarkan laporan pengungsi, Pemberontak Macan Tamil Elam, LTTE, menghalangi rakyat untuk mengungsi, dan karena itulah pemerintah memutuskan tidak ada gencatan senjata. Wichramasuriya mengatakannya berulang-ulang Kamis kemarin.

"Semua orang yang sudah keluar dari wilayah LTTE mengatakan, jika Anda melakukan gencatan senjata, akan muncul lebih banyak masalah, orang tidak akan bisa lagi keluar dari sana. Jadi menurut para pengungsi itu, jangan lakukan gencatan senjata sekarang ini. Orang-orang ingin keluar dari daerah pemberontak, jika Anda melakukan gencatan senjata, LTTE akan menghalangi mereka mengungsi. Jika Anda betul-betul memikirkan nasib warga sipil, jangan umumkan gencatan senjata apapun", kata Wichramasuriya.

Selain menolak gencatan senjata, pemerintah Sri Lanka juga menghalangi organisasi bantuan untuk mengirim tim kemanusiaan ke kawasan konflik. Otoritas Sri Lanka juga mengumpulkan warga sipil Tamil yang mengungsi ke dalam kamp yang dijaga ketat, sehingga mereka dapat menyeleksi orang yang dicurigai pemberontak.

Menteri Pertahanan Gothabaya Rajapakse mengatakan pada BBC, tidak pantas mengijinkan organisasi bantuan memasuki wilayah konflik karena operasi militer sudah berjalan untuk menyelamatkan warga sipil.

Militer Sri Lanka kini mengkhususkan perhatian guna mencari lokasi persembunyian pemimpin pemberontak Tamil, Velupillai Prabhkaran. Sumber resmi mengatakan, kendaraan udara tak berawak (UAV) juga digunakan untuk memonitor gerakan pemberontak dan melokasikan wilayah dimana pemimpin mereka diyakini bersembunyi.

Menurut seorang komandan tentara pemerintah, jurubicara pemberontak yang menyerahkan diri pekan ini mengatakan, Prabhkaran yang berusia 54 tahun masih mengendalikan pasukan separatis yang sudah terpojok dan kehabisan personil.

Pemimpin pemberontak Velupillai Prabhkaran sudah lama tak terlihat, sekitar 18 bulan terakhir. Berbagai spekulasi berkembang, menyebutkan ia mungkin sudah tewas atau kabur dari Sri Lanka. Seperti pasukannya, panglima perang berkumis itu senantiasa membawa pil sianida, untuk digunakan jika ia tertangkap.

Menurut laporan PBB, hampir 6500 warga sipil etnis Tamil tewas dalam pertempuran antara pemberontak dan tentara pemerintah Sri Lanka, selama tiga bulan terakhir.

Hari Jumat (24/04) Presiden Mahinda Rajapaksa menemui dua pejabat tinggi negara tetangga, India, yang menuntut agar Sri Lanka memberlakukan gencatan senjata guna mengakhiri perang saudara.

RP/ap/afp/dpa

Editor : Hendra Pasuhuk