1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perang di Sri Lanka Paksa 200.000 Orang Mengungsi

29 April 2009

Percekcokan seputar penolakan Colombo memberi ijin berkunjung pada Menlu Swedia, ditengarai sebagai gejala semakin besarnya antipati Sri Lanka pada barat. Pemberontak menuduh tentara menyerang tanpa peduli warga sipil.

https://p.dw.com/p/Hg8V
Menlu Sri Lanka Rohitha Bogollagama (ka) dan Pejabat PBB Urusan Kemanusiaan John Holmes di Colombo, Sri Lanka, Senin (27/04/09).Foto: AP

Sebuah situs internet yang terhubung pada pemberontak macan Tamil Eelam LTTE menyatakan, tentara pemerintah melancarkan tembakan beruntun ke sebelah utara zona perang, menewaskan sedikitnya 11 warga sipil. Juru bicara militer Sri Lanka Udaya Nanayakkara membantah tuduhan ini.

Senin (27/04), pemerintah Sri Lanka melarang tentara menggunakan senjata berat untuk menghindari jatuhnya lebih banyak korban rakyat sipil yang terperangkap di daerah pertempuran.

Sebelumnya, Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse tampil tenang dalam siaran televisi India. Perang melawan para pemberontak bukanlah masalah.

Rajapakse mengatakan, "Saya tidak akan menyebutnya krisis, ini adalah tugas berat, tapi kami dapat mengatasinya."

Pejabat PBB untuk Urusan Kemanusiaan John Holmes mengatakan hari Selasa (28/04), puluhan ribu rakyat Sri Lanka masih terperangkap di wilayah konflik. Sementara sekitar 200.000 lainnya memadati kamp pengungsi yang kepenuhan, menunggu datangnya bantuan kemanusiaan. Banyak tempat menghadapi ketiadaan bahan pangan, fasilitas sanitasi dan pelayanan medis.

Holmes yang mengakhiri kunjungan tiga harinya ke Sri Lanka Rabu ini mengatakan, sejauh ini LTTE menolak untuk membiarkan warga sipil yang terjebak, keluar dari wilayah pertempuran. Karena alasan itulah ia berharap PBB bisa memperoleh akses kemanusiaan lebih luas ke daerah konflik.

Holmes sendiri tidak mendapat ijin dari pemerintah di Colombo untuk memasuki daerah konflik guna meninjau langsung kondisi di lapangan.

Keprihatinan akan situasi kemanusiaan di Sri Lanka juga dilontarkan AS. Juru bicara Kementrian Pertahanan Robert Wood mengatakan Selasa kemarin (28/04), pihaknya sangat prihatin terhadap laporan yang belum dikonfirmasi bahwa penembakan dengan senjata berat masih berlangsung di wilayah konflik. Pemerintah dan pemberontak diminta menepati kata-kata mereka untuk melindungi warga sipil.

Namun, AS tidak akan mencampuri percekcokan mengenai kegagalan Menlu Swedia memperoleh ijin berkunjung ke Sri Lanka.

Menlu Perancis Bernard Kouchner dan Menlu Inggris David Miliband dijadwalkan tiba di Sri Lanka, Rabu (29/04), untuk mendesak pemberlakuan gencatan senjata. Menlu Carl Bildt dari Swedia, yang akan mengambil alih kepemimpinan di Dewan Eropa bulan Juli, mengatakan ia akan bergabung.

Namun Sri Lanka mengatakan, tidak dapat menerima Bildt karena waktunya mendesak, dan mempersilahkan ia datang awal bulan Mei.

UE menyatakan Sri Lanka membuat kesalahan berat dan memperingatkan reaksi balasan. Sementara Swedia memanggil pulang duta besarnya dari Colombo.

Keputusan Sri Lanka untuk menolak visa berkunjung Menlu Swedia Carl Bildt mungkin terkait kritik yang disuarakan para Menlu Eropa utara, tahun lalu. Juru bicara Bildt mengatakan, ini merupakan salah satu spekulasi.

Bildt adalah satu dari lima Menlu yang pada Januari 2008 menyatakan keprihatinan akan memburukanya situasi setelah Colombo menarik diri dari perjanjian gencatan senjata sejak tahun 2002 dengan Macan Tamil.


RP/afp/dpa/rtr

Editor: Marjory Linardy