1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Penutupan Guantanamo Tandai Perubahan Politik

23 Januari 2009

Perlu waktu untuk memperbaiki citra AS di dunia. Tapi langkah awal sudah dilakukan.

https://p.dw.com/p/Gf3t
Foto: AP

Menanggapi kebijakan Obama menutup kamp Guantanamo, harian Italia La Repubblica berkomentar:

Keputusan pertama Obama mestinya disambut penuh sukacita oleh semua yang percaya akan demokrasi dan yang menjunjung tinggi hak asasi. Namun kini Presiden baru Amerika harus menguraikan benang kusut masalah sosial dan hukum yang ditinggalkan pendahulunya, George W. Bush. Butuh waktu lama untuk membenah semuanya. Tetapi syukurlah hak asasi kembali mendapat porsi penghargaan yang semestinya. Citra Amerika yang di tahun-tahun terakhir ternoda di dunia, saat ini mulai memancarkan kembali bias-bias demokrasi, demokrasi yang dibangun di atas kedaulatan hukum, di atas “Rule of law.

Surat kabar Belanda Algemeen Dagblad menulis, dari aspek moral, Uni Eropa wajib menampung bekas tahanan Guantanamo:

Di kamp tahanan yang bermasalah itu masih ada 250 orang, dan harus diputuskan tentang masa depan mereka. Sebagian mungkin akan diseret lagi ke pengadilan atau dijatuhi hukuman oleh pengadilan di Amerika. Namun yang sisanya pasti dibebaskan, karena tidak cukup bukti. Namun tidak berarti bahwa nasib mereka lebih baik. Jika sambutan hangat dari Belanda dan Uni Eropa menyangkut rencana penutupan Guantanamo, bisa dipercaya, maka kita pun harus memikirkan realisasi konkret dari keputusan tersebut. Dan itu berarti, negara-negara Uni Eropa harus bersedia menerima bekas tahanan Guantanamo.

Harian-harian Eropa juga menanggapi kebijakan Obama yang lain, yakni menunjuk sejumlah diplomat untuk Timur Tengah. Koran Jerman Frankfurter Allgemeine Zeitung menulis:

Di hari kerja pertamanya sebagai presiden, Barack Obama langsung menangani masalah Timur Tengah. Dia mengangkat George Mitchell menjadi utusan khusus untuk kawasan Timur Tengah, Dennis Ross sebagai pejabat khusus untuk Iran, dan Richard Holbrooke untuk Pakistan dan Afghanistan. Dengan menunjuk wajah-wajah lama, kebijakan politis Obama langsung mendapat kritik dari beberapa orang. Memang bisa diragukan, apakah Obama benar-benar mau menghembuskan angin baru di Timur Tengah tanpa memasang wajah-wajah baru. Namun di pihak lain perlu juga disadari, konstelasi politis yang rumit di wilayah itu membutuhkan tenaga-tenaga yang sudah cukup berpengalaman.

Tentang konflik Timur Tengah, harian Perancis Le Monde menulis:

Israel telah menarik mundur pasukannya dari Gaza. Yang tertinggal adalah reruntuhan dan puing-puing, ratusan korban, sebuah wilayah yang sama sekali hancur. Namun sebenarnya mereka juga pulang sebagai pihak yang kalah. Karena kemenangan militer Israel justru merusak citra negeri itu di mata dunia. Dan nyatanya kelompok militan Palestina masih tetap mengontrol Jalur Gaza. Pemerintah otonomi Palestina seolah-olah tak punya pengaruh dan tak sanggup berbuat apa-apa. Hampir tidak bisa diharapkan bahwa kelompok militan Palestina begitu saja menghentikan serangannya. Yang lebih realistis adalah, dibentuk satu pemerintahan gabungan dengan bantuan Amerika. Lalu kepala pemerintahan otonomi Palestina, Mahmud Abbas, diberi ruang gerak yang lebih luas untuk berunding dengan Israel demi tercapainya satu jalan damai. Konflik ini sudah berlangsung terlalu lama. (hp/sl)