1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pengungsi Kapal di Libya Terima Bantuan

1 April 2009

Lebih dari 200 pengungsi asal Afrika diperkirakan tewas dalam kecelakaan kapal di lepas pantai Libya. Organisasi Migrasi Internasional di Libya berusaha memberikan peluang masa depan kepada mereka yang selamat.

https://p.dw.com/p/HOA3
Pengungsi yang diselamatkan kapal Italia di lepas pantai Libya.Foto: AP

Ahmad Abdel Halim berasal dari sebuah desa di delta sungai Nil. Dia adalah salah seorang dari sepuluh warga Mesir yang tewas di lepas pantai Libya. Bagi keluarganya seolah dunia berhenti berputar. Tetapi apa yang terjadi, sebenarnya merupakan tragedi sehari-hari yang menyedihkan. Walaupun pasukan penjaga pantai Libya sampai Selasa malam (31/03) kemarin melakukan pencarian, tetapi lebih dari 230 penumpang kapal yang tenggelam beberapa hari lalu, tetap tidak ditemukan. 21 jenazah dapat dibawa ke darat. Hanya sekitar 20 orang berhasil diselamatkan. Setidaknya, sebuah kapal lain yang juga diperkirakan tenggelam, sempat mengirimkan tanda s.o.s tepat waktu, sehingga seluruhnya 356 penumpang dapat diselamatkan. Dalam aksi tsb ikut berpartisipasi pula sebuah kapal Italia.

Laurence Hart, ketua organisasi bantuan, International Organization for Migration IOM di Libya, berupaya keras untuk membendung arus kedatangan kaum migran dari Afrika ke Eropa. Dijelaskannya: "Para pengungsi kini berada dalam tempat penampungan di pantai dekat kota Tripolis. Disana mereka memperoleh bantuan yang diperlukan. Untuk kasus-kasus yang parah kami mengupayakan penyelesaian berkesinambungan."

Tetapi penyelesaian berkesinambungan yang dimaksudkan, boleh dikatakan hampir tidak ada. Mereka yang sial, dideportasi, sedangkan yang beruntung lolos dari kamp penampungan, harus mulai lagi dari awal. Di gang-gang yang sempit di bagian kota tua Tripolis, ratusan ribu pencari kerja asal Afrika berusaha keras menabung untuk membayar biaya penyeberangan ke Eropa.

Sekurangnya dua juta migran ilegal tinggal di Libya. Jumlah itu sama dengan seperempat jumlah penduduk Libya sendiri. Seorang migran gelap bernama Masud asal Ghana menceritakan jalan yang ditempuhnya: "Saya datang lewat Niger, Burkina Faso, Togo dan Mali sampai ke Libya. Lama perjalanan sebulan, dan saya mengeluarkan banyak uang, 300 dolar."

Masud menyesal telah mengambil keputusan untuk meninggalkan kampung halamannya. Penyeberangan ke Eropa terlalu berbahaya. Sekarang dia ingin kembali ke keluarganya di Ghana. Putranya yang kini berusia 4 tahun, sudah dua tahun tidak dilihatnya. Orang-orang seperti Masud itulah yang hendak dibantu oleh organisasi migrasi internasional IOM, yang sejak beberapa tahun juga berada di bawah naungan PBB. Mereka memperoleh bantuan untuk membuka lembaran hidup baru di negara asal mereka. Kata Laurence Hart: "Kami telah membantu lebih dari 3.500 orang di 22 negara. Afrika dan Asia. Ini merupakan keberhasilan, tetapi masih harus ditingkatkan lagi untuk mencapai penyelesaian yang berkesinambungan. Kami dapat memberikan perspektif kepada mereka, tetapi hanya dalam jumlah terbatas."

Mayoritas pengungsi, akan tetap bekerja dengan upah minim di Libya, sampai mereka mampu membayar biaya perjalanan menuju Eropa, walaupun itu sama artinya dengan mempertaruhkan nyawa. (dgl)