1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Aplikasi Digital di Afrika Berkembang Selama Pandemi Corona

Silja Fröhlich
17 Februari 2021

Ketika pandemi corona turut menghantam perekonomian Afrika, para pengusaha muda bergerak menyatakan perang terhadap Covid-19, dengan cara-cara kreatif dan aplikasi digital untuk mengatasi pandemi.

https://p.dw.com/p/3pR9M
Foto ilustrasi perkembangan digital di Afrika
Foto ilustrasi perkembangan digital di AfrikaFoto: SEYLLOU/AFP via Getty Images

Luther Lawoyin sudah punya beberapa Startups dan aplikasi digital, yang terakhir adalah PricePally, platform e-commerce untuk grosir Nigeria. Pada 2019, tepat sebelum munculnya pandemi virus corona, istri Lawoyin menyarankan kepadanya untuk mengembangkan platform e-commerce untuk memungkinkan pembelian makanan dalam jumlah besar di kota Lagos.

"Istri saya mencatat semua yang kami belanjakan. Saya melihat datanya dan terkejut dengan seberapa banyak kami membayar untuk makanan," kata pengusaha muda itu kepada DW.

"Kami lalu punya ide untuk membeli dalam jumlah besar, dan kami berpikir itu bisa menjadi solusi bagi banyak orang."

Melalui aplikasi yang dikembangkannya, beberapa rumah tangga dapat bergabung dan melakukan pemesanan bersama-sama di pasar grosir, dan mendapatkan keuntungan dari harga yang lebih rendah.

Luther Lawoyin adalah salah satu dari banyak perintis startup di Afrika yang berhasil selama masa pandemi. Seperti kawasan-kawasan lain, Afrika juga mengalami depresi ekonomi karena virus corona. Menurut perhitungan Bank Dunia, aktivitas ekonomi di negara-negara sub-Sahara menyusut sampai 3,3% pada tahun 2020.

Pasar di Afrika: Informasi harga sangat penting
Pasar di Afrika: Informasi harga sangat pentingFoto: picture-alliance/Godong/P. Lissac

Aplikasi digital untuk pembayaran berkembang pesat

Bisnis aplikasi digital memang berkembang pesat di Afrika, dan sejak lama menjadi incaran investor internasional. Total modal yang masuk untuk startup Afrika tahun 2020 tumbuh menjadi USD 1,31 miliar, naik dari USD 1,27 miliar pada tahun 2019, menurut data-data lembaga tangki pemikir Briter Bridges.

"Tahun 2020 mengejutkan semua orang," kata Nicholas Kendall dari GreenTec Capital, investor yang khusus terjun dalam startup Afrika. "Ini adalah tahun yang sulit, dan para pemenang akan ditentukan oleh siapa yang mampu beradaptasi. Terlepas dari apa yang terjadi, jumlah kesepakatan investasi di Afrika terus bertambah. Startup Afrika terus menjadi sangat menarik bagi modal ventura internasional, dan di Afrika selalu ada pertumbuhan."

Yang paling dicari terutama adalah perusahaan rintisan dengan solusi keuangan inovatif. "Fintech masih menjadi raja di Afrika," kata Nicholas Kendall. "Tapi semua sektor yang berhasil beradaptasi menjadi digital telah sukses," tambahnya.

Fintech di Afrika menyumbang 31% dari seluruh investasi pada tahun 2020, menurut Brit Bridges. Sekitar dua pertiga orang dewasa Afrika belum memiliki rekening bank, karena itu layanan keuangan digital punya peluang besar.

Banyak orang tidak punya rekening bank dan mengandalkan aplikasi digital untuk pembayaran
Banyak orang tidak punya rekening bank dan mengandalkan aplikasi digital untuk pembayaranFoto: Malaria Consortium

Covid mendorong inovasi digital

Selain aplikasi digital, para investor fokus pada investasi energi bersih, yang sekarang menempati peringkat kedua dalam statistik investasi. Pemerintah dan investor swasta di Afrika Timur dan Barat fokus pada sistem pembangkit tenaga surya untuk mengalirkan listrik ke lokasi-lokasi terpencil.

Pandemi corona dan krisis kesehatan global telah meningkatkan minat investasi di bidang kesehatan. Organisasi Kesehatan Dunia WHO menemukan bahwa pandemi Covid-19 telah memicu perkembangan lebih dari 120 inovasi teknologi kesehatan di Afrika. Yang juga meningkat adalah inovasi di bidang edukasi dan pendidikan jarak jauh. Dianalogikan dengan fintech, sekarang juga muncul istilah khusus untuk bidang ini: "Edtech tentu juga sangat penting. Memang tidak sebesar dan seheboh fintech, tapi telehealth dan pendidikan online jelas sektor yang harus diperhatikan," kata Nicholas Kendall.

Di Afrika juga, sekolah harus ditutup selama berbulan-bulan karena pandemi. Dan seperti di Eropa dan belahan dunia utara, banyak siswa Afrika menggunakan Internet untuk belajar,” kata Kendall.

Namun, tentu ada juga perusahaan yang terpukul oleh pandemi corona. "Banyak startup yang mengalami kerugian dalam operasionalnya,” kata Nicholas Kendall. "Dan saya yakin banyak orang yang batal meluncurkan startup mereka, atau menunda peluncurannya."

(hp/gtp)