1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pengamat Pemilu Uni Eropa Puji Pakistan

Sandra Petersmann14 Mei 2013

Pemilu di Pakistan telah berakhir dengan Nawaz Sharif sebagai pemenang. Tapi pujian misi pengamat pemilu Uni Eropa ditujukan kepada warga di Pakistan.

https://p.dw.com/p/18XO2
Chief of European Union election observer Michael Gahler (R) is flanked by Pakistani former premier Nawaz Sharif as he addresses the media representatives during a press conference in Lahore, 08 January 2008. Bilawal Bhutto Zardari, the son of Pakistan's slain opposition leader Benazir Bhutto warned that the country faces disintegration unless upcoming elections are 'free and fair,' and demanded a UN probe into her death. Bhutto's assassination as she left a campaign rally in Rawalpindi triggered riots and unrest that left at least 58 people dead and forced general elections to be delayed by almost six weeks until 18 February. AFP PHOTO/Arif ALI (Photo credit should read Arif Ali/AFP/Getty Images)
Pengamat UE Michael Gahler (kanan) dan Nawaz Sharif (2008)Foto: Arif Ali/AFP/Getty Images

Politisi demokrat Kristen Michael Gahler bukan orang baru di Pakistan. Dalam pemilihan umum lima tahun lalu, ia sudah menjadi ketua misi pengamat pemilu Uni Eropa. Gahler melontarkan pujian besar kepada para pemilih.

"Itu langkah besar bagi demokrasi, karena orang tidak ingin dipengaruhi oleh mereka yang ada diluar sistem dan dengan kekerasan ingin mencapai sesuatu. Dan warga di negara berpenduduk 180 juta yang dipimpin pemerintahan yang rapuh, ingin menentukan untuk pemilu yang demokratis dan mereka tidak ingin dipimpin oleh pemimpin kuat tertentu dan memanggil militer, itu saya pandang sebagai kemajuan."

Pertanyaan apakah pemilu dalam cengkeraman teror bisa bebas dan adil, dijawab Michael Gahler bahwa ia tidak bisa menyatakan kedua hal itu:

"Kami tidak pernah memberi stempel sebuah pemilu bebas dan adil, karena itu terlalu sedikit, terlalu dangkal untuk proses yang kami perhatikan di sini. Kami cenderung mengatakan, itu adalah pemilu yang terbuka, dimana di sebagian besar kawasan bisa terjadi pertukaran pendapat terbuka dan dimana pihak yang berwenang, baik komisi pemilu dan juga aparat keamanan berupaya berpegang pada peraturan dan menerapkannya. Karena itu, dibanding pemilu sebelumnya dan secara objektif, ini adalah kemajuan bagi Pakistan."

Ein Polizist sichert am Montag (18.02.2008) ein Wahllokal in einer Schule in Islamabad. Überschattet von zahlreichen Bombendrohungen haben in Pakistan die Parlamentswahlen begonnen. Rund 81 Millionen Wahlberechtigte sind aufgefordert, bis 17.00 Uhr (Ortszeit/13.00 MEZ) ihre Stimme abzugeben. Die EU beobachtet die Wahl. Foto: Can Merey dpa +++(c) dpa - Bildfunk+++
simbol gambar pengawasan pemilu di PakistanFoto: picture-alliance/ dpa

"Harga Tinggi untuk Demokrasi"

Misi Uni Eropa mengunjungi 184 dari total 272 kawasan pemilu. Di 9 persen pos TPS yang dikunjungi, kondisinya tidak memadai dan buruk, sisanya dinilai memuaskan sampai bagus. Berdasarkan alasan keamanan tidak ada pengamat Uni Eropa yang berkunjung ke Provinsi Baluchistan, ke kawasan suku di perbatasan Afghanistan atau ke kota besar Karachi. Di sana Sabtu (11/(05) terjadi sebagian besar upaya manipulasi dan aksi kekerasan.

"Pemilih membayar harga tinggi untuk kebutuhan mereka akan demokrasi," kata anggota parlemen Eropa asal Inggris Richard Howitt dari Partai Buruh.

"Kekerasan amat buruk. Anda sebetulnya tidak ingin mengatakannya, karena Anda tidak ingin membuat puas teroris. Tapi kenyataannya, 64 korban tewas pada hari pemilu dan diperkirakan sampai 200 korban tewas pada masa kampanye pemilu, dari sudut pandang Eropa, itu kebalikan dari demokrasi. Tapi kabar baik dari pemilu ini adalah, teroris tidak menang."

Dan Howitt menambahkan, bahwa Eropa seharusnya berterima kasih kepada para pemilih yang berani di Pakistan. "Jika ada sebuah pemilu di dunia ini yang penting bagi seluruh dunia, maka itu adalah pemilu di Pakistan. Di sini menyangkut perdamaian global dan stabilitas global. Ini menyangkut ancaman atom, menyangkut terorisme internasional. Memiliki pemerintahan di negara ini yang dilegitimasi secara demokratis, harus mutlak menjadi kepentingan kami."

Kini terletak pada pemenang pemilu Nawaz Sharif agar tidak mengecewakan penduduk Pakistan. Ia mengumumkan, bahwa ia ingin mengubah Pakistan menjadi "Harimau Asia." Harimau adalah simbol partai konservatif religiusnya Liga Muslim PMLN. Apa yang paling mendesak di negara ini adalah keamanan, berakhirnya krisis energi dramatis dan peluang pendidikan. Sekitar 60 persen perempuan masih buta huruf.