1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Hukum dan Pengadilan

Mitsubishi Harus Bayar Ganti Rugi Bagi Pekerja Paksa Korsel

29 November 2018

Pengadilan Tinggi Korea Selatan memutuskan bahwa kelompok usaha Mitsubishi harus membayar kompensasi kepada individu-individu yang dipaksa bekerja di pabriknya selama Perang Dunia II.

https://p.dw.com/p/396aH
Japan Durchsuchung bei Mitsubishi Motors
Foto: Reuters/Kyodo

Pengadilan Tinggi Korea Selatan menguatkan keputusan pengadilan banding dari tahun 2013 dan memerintahkan Mitsubishi untuk membayar ganti rugi 80 juta won, atau senilai 71.000 dolar AS, kepada masing-masing dari 23 penggugat. Dalam putusan terpisah, pengadilan juga menuntut raksasa perusahaan Jepang itu membayar 150 juta won kepada masing-masing dari lima penggugat lainnya.

Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono segera menjawab dan mengatakan, "keputusan pengadilan Korea Selatan benar-benar tidak dapat diterima."

"Ini secara fundamental membalikkan dasar hukum untuk hubungan persahabatan antara Jepang dan Korea Selatan dan sangat disesalkan," kata Kono.

Mitsubishi menyatakan "sangat menyayangkan" putusan pengadilan itu. Pihak perusahaan menegaskan, akan berdiskusi dengan pemerintah Jepang terlebih dulu sebelum merespon lebih jauh.

Putusan terbaru itu senada dengan putusan penting Mahkamah Agung Korea Selatan, yang bulan Oktober lalu mendukung gugatan sekelompok warga Korea Selatan, menuntut kompensasi dari Nippon Steel dan Sumitomo Metal Corp atas kerja paksa yang mereka lakukan selama pendudukan.

Südkorea Korea Japan Zweiter Weltkrieg Sexsklaven Protest
Aksi protes di Korea Selatan terhadap Jepang soal "wanita penghibur" selama PD IIFoto: AP

Sejarah brutal pendudukan Jepang di Korea

Sebuah gugatan yang sebelumnya diajukan ke pengadilan di Jepang dihentikan, dengan alasan bahwa hak para pekerja paksa untuk pembayaran kompensasi telah berakhir dengan adanya perjanjian tahun 1965 mengenai normalisasi hubungan antara Jepang dan Korea Selatan.

Namun dalam keputusannya, Mahkamah Agung Korea Selatan mengatakan perjanjian itu tidak berlaku dalam kasus-kasus kejahatan terhadap kemanusiaan.

"Perjanjian itu tidak mencakup hak para korban kerja paksa untuk kompensasi atas kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh perusahaan Jepang dalam hubungan langsung dengan pemerintahan kolonial Jepang dan perang agresi terhadap semenanjung Korea," tegas Mahkamah dalam sebuah  pernyataan.

Jepang menduduki Korea Selatan tahun dari 1910 sampai 1945. Selama masa pendudukan itu dilaporkan banyak terjadi pelanggaran berat hak asasi manusia. Sejarah pendudukan itu hingga kini membebani hubungan Korea Selatan dan Jepang.

Jepang juga menolak meminta maaf atas eksploitasi terhadap "wanita penghibur (jugun ianfu)" Korea Selatan yang dipaksa menjadi budak seks bagi pasukan Jepang selama Perang Dunia II.

hp/as (rtr, afp, ap)