1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemilu 2004 di Indonesia / Terorisme di Eropa

5 April 2004
https://p.dw.com/p/CPSL

Tanggal 5 April merupakan peristiwa penting bagi bangsa dan rakyat Indonesia. Pada tanggal itu dilaksanakan pemilihan umum dimana sebanyak 24 partai politik tercatat sebagai peserta. Sejauh ini pemilihan berlangsung dengan tertib , tanpa gangguan.

Berikut kami sampaikan beberapa tanggapan dan komentar dari koran-koran Jerman mengenai Pemilu di Indonesia.

Harian Süddeutsche Zeitung menulis:

Kampanye pemilu di Indonesia senantiasa mirip pesta karnaval. Diramaikan dengan konvoi dan pawai kendaraan bermotor . Parpol-parpol di minggu belakangan mengeluarkan banyak uang untuk membagi-bagikan Tshirt, topi , emblem dan lainya sebagainya, menunjukkan , penampilan lebih penting daripada isi program partainya. Untuk kedua kalinya sejak jatuhnya Soeharto diselenggarakan pemilu, Dan untuk pertama kalinya tidak disediakan mandat untuk militer dalam parlemen. Namun hasil polling menunjukkan , banyak pemilih sampai detik terakhir belum menentukan pilihannya.

Harian Die Welt menulis

Fokus Pemilu 2004 bukanlah visi atau strategi politik, melainkan lomba kekuatan antara kaum elite yang sudah lama tidak didukung oleh rakyat. Masalah terorisme atau radikalisme tidak memainkan peran penting dalam kampanye pemilu. Sebaliknya semua partai politik berusaha menarik kelompok fundamentalis ke pihaknya. Meski berbagai pendekatan dengan kelompok Islam , partai-partai Islam, seperti PAN dan PKB, diduga tidak akan meraih suara di atas 10 persen. Bahkan perolehan suara PPP akan berada di bawahnya.

Sementara harian Frankfurter Allgemeine Zeitung dalam tajuknya berkomentar , di negara Islam terbesar di dunia partai-partai Islam tampaknya tidak berpeluang besar.

Kalau dulu tahun 1955, pada pemilihan umum bebas terakhir sebelum diktatur berpuluhan tahun , partai-partai religius masih menuntut negara Islam, dan memperoleh 40 persen suara, kini pendukung partai-partai Islam berkurang jelas.
Menurut pakar politik dan filsafat sosial Profesor Magnis-Suseno, peristiwa pemboman Bali dan Hotel Mariott Jakarta telah dengan kuat mendiskreditkan tokoh-tokoh fanatik Islam.

Harian ini juga mengomentari peluang partai-partai besar PDI-P dan Golkar:

PDI-P pimpinan presiden Megawati akan kehilangan banyak suara dari 34 persen suara pada 1999 , mungkin hanya akan tinggal 12 persen , demikian menurut polling terakhir. Itu disebabkan karena kekecewaan rakyat terhadap pemerintahannya. Sementara partai Golkar yang unggul dalam polling saat ini mengalami handicap atau kendala besar, karena tampil dalam pemilu tanpa kandidat unggulan. Namun penasehat Golkar Umar Juoro menekankan, prakiraan 20 persen atau lebih dalam polling , membenarkan keberhasilan perombakan intern Golkar. Dapat dipastikan tak satu pun dari 24 parpol akan berhasil meraih mayoritas mutlak.

Sementara komentar Der Tagesspiegel:

Rakyat Indonesia menderita di bahwa krisis ekonomi dan merindukan masa lalu.Hank Valentino dai Yayasan IFES yang sejak berbulan-bulan menyelenggarakan polling di Indonesia, meramalkan, Golkar akan menang, PDI-P akan kehilangan separoh suara, dan dengan demikian akan kehilangan kekuasaannya, karena setelah lima tahun eksperimen rakyat yang tidak puas menginginkan pergantian, demikian kata ahli ekonomi Rizal Mallarangeng. Memang di bawah Megawati demokrasi berkembang, namun demokrasi saja tidak membuat perut kenyang. Rakyat merindukan pertumbuhan ekonomi seperti di zaman Soeharto.

Dari Pemilu di Indonesia kini kita beralih ke Spanyol . Akhir pekan lalu pasukan polisi khusus Spanyol menyerbu apartemen di pinggiran kota Madrid untuk menangkap para teroris yang melakukan peledakan bom di tiga setasiun kereta api di Madrid. Sebelum polisi menyebur apartemen tsb para teroris tsb melakukan bunuh diri dengan meledakkan bom.

Harian Swiss Berner Zeitung mengomentari penumpasan jaringan teroris di Spanyol:

Berkat jasa aparat keamanan Eropa, berhasil digagalkan banyak rancana serangan teror. Cara ini harus dilanjutkan di Eropa, globalisasi terorisme hanya dapat dilawan dengan globalisasi perang anti teror.

Sementara harian liberal kiri Der Standaard di Wina berkomentar:

Perlawanan terhadap terorisme internasional menuntut pembatasan dan pengawasan ketat terhadap kehidupan pribadi masyarakat di Eropa. Berbeda dengan aksi teror Fraksi Tentara Merah RAF di Eropa pada tahun 70-an, yang sasarannya adalah para wakil pemerintahan, terorisme zaman sekarang kepada semua orang, baik warga yang hendak pergi ke tempat kerja mau pun yang hendak pergi berlibur. Negara harus mengambil tindakan yang keras, kalau tidak mau dipersalahkan bersikap kurang waspada.

Dan harian Norwegia Aftenposten berkesimpulan kaum teroris , seperti di Spanyol, menguasai negara.

Kejadian-kejadian dramatis di minggu-munggu terakhir di Spanyol dengan jelas menunjukkan , sejumlah kecil teroris dapat mengubah suasana psikologis dan politis di sebuah negara. Kini tidak ada warga di Spanyol yang naik kereta api tanpa rasa was-was. Dengan cara ini para teroris punya kekuasaan dikatoris yang tidak seimbang dengan jumlahnya mau pun jumlah pendukungnya.