1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Pemerintah Diimbau Buat Paket Penyelamatan Krisis Corona

5 Februari 2020

Presiden Jokowi dan pengamat ekonomi sebutkan, Indonesia berpeluang manfaatkan pasar ekspor global gantikan Cina. Saat ini Indonesia hadapi tekanan ekonomi akibat kebijakan pada Cina terkait virus Corona.

https://p.dw.com/p/3XIDS
Indonesien Soekarno Hatta International Airport Vorbereitungen zur Evakuierung aus Wuhan
Pemerintah melarang penerbangan dari dan menuju Cina akibat virus CoronaFoto: picture-alliance/AP/F. Syam

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan Bogor Selasa (04/02) meminta jajarannya, menghitung secara cermat dampak penerapan kebijakan terkait virus corona terhadap perekonomian Indonesia.

“Saya minta dikalkulasi secara cermat dampak dari kebijakan ini pada perekonomian kita, baik dari sektor perdagangan, di sektor investasi dan di sektor pariwisata,” kata Jokowi dalam rapat terbatas bertopik “Kesiapan Menghadapi Dampak Virus Corona itu.

Beberapa kebijakan terkait penyebaran virus corona jenis baru (2019-nCoV) telah diambil oleh pemerintah Indonesia. Di antaranya, pemberlakuan protokol kesehatan, melarang pendatang yang tiba dari Cina atau sudah berada di sana selama 14 hari untuk masuk dan transit ke Indonesia. Indonesia juga menghentikan sementara fasilitas bebas visa dan visa on arrival bagi warga negara Cina.

Selain menyetop sementara rute penerbangan, Indonesia juga membatasi impor barang-barang dari Cina, salah satunya adalah larangan impor hewan hidup. Sementara, untuk produk pangan hortikultura pemerintah masih memperbolehkan masuknya produk impor dari Cina.

Meski kebijakan yang diambil berdampak negatif terhadap perekonomian tanah air, Jokowi memandang ada peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkan ceruk pasar ekspor di negara-negara yang sebelumnya banyak mengimpor produk atau komoditas yang sama dari Cina.

Jokowi menuturkan, Cina merupakan negara tujuan ekspor utama dengan pangsa pasar 16,6 persen dari total ekspor Indonesia. Cina juga merupakan negara asal impor terbesar bagi Indonesia.

“Saya juga melihat hal ini memberikan momentum bagi industri substitusi impor di dalam negeri, untuk meningkatkan produksi berbagai komoditas yang sebelumnya diimpor dari Tiongkok,” ujar presiden RI.

Ketergantungan impor dari Cina

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara menyebut arahan Presiden Jokowi untuk meningkatkan produksi dalam negeri (substitusi impor) guna mengganti produk impor dari Cina, hanya “sekedar retorika untuk menenangkan saja.” Menurut Bhima, hal ini sulit direalisasikan karena Indonesia masih memiliki ketergantungan impor non-migas terhadap Cina sebesar 30%. 

“Lebih dari seperempat hidup mati impor kita itu bergantung dari Cina. Jadi mengganti 30% itu tidak bisa dalam jangka pendek. Ini program jangka panjang sekali,” ujar ekonom INDEF itu saat dihubungi DW, Rabu (05/02).

Bhima mencontohkan kesulitan realisasi substitusi impor ini lewat komoditas bawang putih, yang sebagian besar diimpor dari Cina. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo seperti dilansir dari Tempo menyebut bahwa impor bawang putih dari Cina mendominasi produk pertanian yang masuk ke Indonesia. Dari total impor yang masuk, bawang putih punya kuota hingga 90%.

“Jadi untuk bawang putih butuh kerja keras, karena dari iklimnya pun berbeda, ada tantangan iklim, dan hanya ada beberapa daerah di Indonesia yang bisa menjadi sentra penghasil bawang putih,” ujar Bhima.

Tidak hanya itu, ketergantungan Indonesia terhadap produk-produk Cina dari e-commerce, juga dinilai memberatkan upaya Indonesia gantikan produk impor dari Cina.

“Selama e-commerce masih berpihak pada produk-produk impor dari Cina dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) susah peluangnya bersaing dari sisi harga dengan barang-barang Cina yang murah itu, maka akan berat,” kata  ekonom INDEF itu.

Ada peluang Ekspor

Meski dinilai sulit gantikan produk impor, khususnya bahan pangan dari Cina, Bhima tak menampik bahwa Indonesia memiliki peluang menggantikan peran Cina untuk melakukan ekspor ke pasar global. Beberapa komoditas yang ia sebut sangat mungkin diekspor oleh Indonesia adalah produk tekstil seperti pakaian jadi, alas kaki, dan sepatu. 

Bukan hanya itu, Indonesia juga ia sebut berpeluang melakukan ekspor komponen elektronik menggantikan Cina. Namun, dalam hal ini Indonesia menurutnya harus bersaing dengan Vietnam yang jika dilihat dari sisi teknologi dan SDM, jauh bergerak lebih cepat untuk menjadi pesaing Cina.

Untuk mengurangi tekanan terhadap ekonomi tanah air akibat wabah Corona, Bhima mengusulkan agar pemerintah membuat semacam paket penyelamatan krisis Corona yang diisi oleh beberapa kebijakan-kebijakan, antara lain:

  1. Memberikan insentif perpajakan, penangguhan pembayaran pajak bagi industri pariwisata yang terdampak seperti hotel, restoran dan pusat perbelanjaan, khususnya di Bali dan Lombok.
  2. Memberikan semacam penangguhan pembayaran tunjangan, bunga dan cicilan pokok bagi pengusaha yang terdampak terutama bagi mereka yang meminjam dari Bank BUMN.
  3. Memberikan diskon tarif tiket pesawat penerbangan internasional sehingga turis AS dan Eropa masih berkunjung ke Indonesia.

“Cina ini sudah nyuntik likuiditas dan turunkan suku bunga, kita belum ada aksi ke sana,” pungkas Bhima.

Pariwisata Indonesia merugi akibat Corona

Sementara itu dalam rapat terbatas di Bogor, Jokowi juga meminta jajarannya, khusus untuk sektor pariwisata, agar memanfaatkan peluang untuk menyasar ceruk pasar wisatawan mancangera yang mencari alternatif untuk destinasi wisata karena membatalkan kunjungan ke Cina. 

Jokowi juga meminta jajarannya menyiapkan langkah-langkah kontingensi, terutama untuk Bali dan Sulawesi Utara. Kedua daerah tujuan wisata tersebut diketahui banyak dikunjungi oleh wisatawan dari Cina.

Seperti dilansir dari Kompas, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio menyebut bahwa akibat terhentinya penerbangan dari dan ke Cina karena wabah Corona, pariwisata Indonesia merugi sekitar 4 juta dolar AS.

Wishnutama menyebutkan, dalam setahun wisatawan dari Cina yang datang ke Indonesia ada sekitar 2 juta orang. “Kalau dihitung dari segi devisa karena pengeluaran rata-rata mereka 1.400 US Dolar, kan berarti hampir 4 juta US Dolar (kita kehilangan) dari Cina,” ujar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (04/02).

gtp/as (dari berbagai sumber)