1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikEtiopia

Pemberontak Tigray Duduki Kombolcha dalam Serangan Kilat

2 November 2021

Eskalasi perang yang dilancarkan PM Etiopia Abiy Ahmed terhadap Tigray menjadi bumerang, ketika tentara TPLF balik menduduki Kombolcha, Senin (1/11). Kota ini merupakan persimpangan terakhir menuju ibu kota Addis Abeba.

https://p.dw.com/p/42REB
Milisi TPLF duduki Kombolcha
Gambar ilustrasi milisi TPLFFoto: Yasuyoshi Chiba/AFP/Getty Images

Dalam dua hari, pasukan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) dikabarkan berhasil menduduki dua kota di kawasan utara Etiopia. Pertempuran terutama berkecamuk hebat di Kota Kombolcha pada hari Senin (1/11), lapor saksi mata.

Pemberontak menduduki Kombolcha hanya sehari setelah mereka menguasai kota strategis, Dessie dan, jika terkonfirmasi, akan menandai bergerak majunya TPLF dalam perang berkepanjangan ini.

Sebagian besar wilayah utara Etiopia kini berada dalam kondisi darurat, di mana sistem komunikasi terputus, terjadi pemadaman listrik, dan akses bagi jurnalis dibatasi. Kondisi ini membuat  situasi perkembangan di medan perang, sulit untuk diverifikasi secara independen.

Penduduk Kombolcha menggambarkan mencekamnya baku tembak tanpa henti di malam saat pendudukan terjadi. "Malam itu dipenuhi dengan banyak tembakan," kata Muhammad, yang seperti orang lokal lainnya, menolak untuk menyampaikan nama belakangnya karena alasan keamanan.

"Saya mendengar serangan udara lewat tengah malam di luar perbatasan Kombolcha," tambahnya.

Hamdiu, penjaga toko di Kombolcha mengatakan kepada kantor berita AFP, bahwa ia juga mendengar serangan udara sekitar tengah malam. "Baku tembak besar-besaran, terdengar sampai pagi (ini)", katanya. Tapi, di lain pihak,  juru bicara pemerintah, pada  hari Senin (01/11), mengatakan kepada AFP: "Tidak ada serangan udara di Kombolcha semalam."

Dari Tigray berbalik serangan ke Kombolcha

Selama dua minggu terakhir, angkatan udara Etiopia dilaporkan melakukan serangkaian pemboman udara di Tigray.

Sementara itu, pemerintah Etiopia menuduh TPLF "telah" dalam waktu singkat mengeksekusi lebih dari 100 pemuda warga Kombolcha, tetapi tidak memberikan rincian tentang pembunuhan itu.

"Komunitas internasional seharusnya tidak buta mata atas kekejaman semacam itu,” katanya. Sejak September, pemerintahan di Amhara memperkirakan bahwa setidaknya 233.000 orang melarikan diri dari pemberontak, mencari tempat perlindungan di Dessie dan Kombolcha.

Konflik teranyar memicu kecemasan komunitas internasional. Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken menyerukan untuk segera dihentikannya operasi militer. Merujuk  "laporan pengambilalihan TPLF atas Dessie dan Kombolcha", Blinken menulis di Twitter: "Pertempuran yang berlanjut memperpanjang krisis kemanusiaan mengerikan  di utara Etiopia.Semua pihak yang bertikai harus hentikan pertempuran dan memulai negosiasi gencatan senjata tanpa syarat"

Serangan para pemberontak di kota-kota yang terletak di selatan Addis Ababa telah memicu spekulasi bahwa TPLF semakin mendekati ibu kota Etiopia. Juru bicara pemberontak, Getachew Reda mengatakan TPLF yang mendominasi politik nasional selama tiga dekade hingga 2018, tidak memiliki motif lain selain menerobos pengepungan mematikan di Tigray, yang mengalami krisis dalam pergolakan.

Di lain pihak, Perdana Menteri Etiopia, Abiy Ahmed, mendesak pasukannya untuk menggunakan "semua jenis senjata...untuk memblokade, menghancurkan TPLF, melibas dan menguburnya". "Sekarat untuk Etiopia adalah tugas (untuk) kita semua,” katanya.

Sementara itu, pemberontak  Oromo Liberation Army yang bersekutu dengan TPLF, mengumumkan hari Minggu (31/10) bahwa mereka menduduki Kota Kemissie, yang berlokasi di selatan Kombolcha.

Konflik meletus terakhir November lalu ketika PM Abiy Ahmed mengerahkan pasukan di Tigray, dengan operasi spiral yang menjadi perang berkepanjangan, dengan ditandai oleh pembantaian, pembantaian, pemerkosaan dan krisis kemanusiaan. Konflik itu menyebabkan sekitar 400,000 orang berada di ambang kelaparan,dengan terjadinya blokade di Tigray, demikian menurut PBB.

PM Abiy Ahmed, yang memenangkan Nobel Perdamaian Hadiah di tahun 2019 mengatakan operasi militer yang dilakukan pasukannya adalah respons atas seranganTPLF. Dia bersumpah akan memenangkan pertempuran dengan cepat, tetapi pada akhir Juni, para pemberontak telah berkumpul kembali dan merebut kembali sebagian besar Tigray, termasuk ibu kota Mekele, dan pertempuran menyebar ke wilayah tetangga, Amhara dan Afar. 

rzn/pkp (afp/ap/rtr)