1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pembangunan Kembali di Thailand

Vidi Legowo-Zipperer25 Juli 2008

Bantuan bagi negara-negara yang menjadi korban tsunami mencapai ratusan juta rupiah. Kini hampir empat tahun setelahnya, adakah kemajuan yang telah dicapai negara-negara tersebut?

https://p.dw.com/p/EiFg
Foto: dpa

Usai bencana tsunami tahun 2004 lalu, berbagai bantuan internasional mengalir dengan tujuan membantu pembangunan kembali wilayah-wilayah yang menjadi korban. Negara-negara yang terkena dampak tsunami antara lain adalah Indonesia, Maladewa, Srilanka dan Thailand. Di negara yang terakhir ini, beberapa pakar mengatakan tergantung dari definisinya, proses pembangunan kembali di Thailand, sebenarnya telah selesai. Termasuk Karl Segschneider mantan pimpinan Tsunami Aid Watch, program dari Yayasan Heinrich Böll di Jerman.

"Saat ini kita sudah mencapai tahap dimana pembangunan kembali memasuki tahap pembangunan yang normal. Tidak ada lagi rumah yang harus dibangun, tidak ada lagi luka yang harus disembuhkan. Dan korban yang menderita penyakit akibat tsunami juga hanya tinggal beberapa saja.“

Menurut Segschneider, Thailand dibandingkan negara-negara korban tsunami lainnya, lebih cepat mencapai tahap tersebut karena tingkat sosial masyarakat yang lebih tinggi. Namun, tetap saja untuk mencapai pembangunan yang berkesinambungan masih membutuhkan waktu yang lama.

"Organisasi bantuan terstruktur sedemikian rupa, sehingga bantuan tidak terjaga keberlangsungannya dalam jangka panjang. Kita bisa memperbesar kemungkinan untuk bantuan yang berkelanjutan, jika dari awal kita bisa mengajak para korban untuk lebih aktif secara politik dan ekonomi.“

Kesulitan yang dialami Thailand dalam pembangunan kembali adalah bantuan yang datang dari komunitas internasional tidak langsung diserahkan oleh pemerintah Thailand kepada korban yang membutuhkan, melainkan harus melewati terlebih dahulu organisasi-organisasi bantuan yang kemudian menyalurkannya dalam bentuk kebutuhan sehari-hari kepada para korban di fase bantuan darurat. Yaitu, beberapa bulan usai bencana tsunami terjadi. Maitree Jongkraichak dari pusat koordinasi Bahn Nahm Khem di provinsi Phang Nga yang turut terlibat dalam pembagian bantuan dari organisasi bantuan internasional menceritakan pengalamannya.

"Menurut saya sebenarnya apa yang mereka lakukan telah benar. Bahan pangan tiba dengan cepat, pakaian juga dibagikan. Jadi kebutuhan yang dibutuhkan datang dengan cepat. Tapi bantuan bentuk ini kemudian tidak berhenti. Para korban sebenarnya tidak membutuhkan pakaian sebanyak itu. Ini kemudian menyebabkan terbentuk mentalitas yang menunggu diberi bantuan di dalam masyarakat. "

Jongkarijak bersama dengan Tsunami Aid Watch kemudian berhasil melibatkan masyarakat di Bahn Nahm Khem dalam pembangunan kembali di desa tersebut. Masyarakat di desa itu cukup cepat bangkit dan menolak bantuan yang tidak dibutuhkan lagi. Saat ini, Karl Segschneider melihat, para korban Tsunami di Thailand membutuhkan bentuk bantuan yang lain. Karena masalah yang mereka hadapi sekarang ini bukanlah lagi pembangunan tempat tinggal atau suplai bahan pangan.

"Dalam bidang pariwisata misalnya. Walau pun banyak dana yang mengalir untuk pembangunan kembali di bidang pariwisata, mereka yang memperoleh bantuan adalah mereka yang sudah memiliki satu, dua hotel. Ini karena dana yang harus dikeluarkan sangat besar, sehingga mereka mencari pihak yang siap mengelola dana dengan jumlah besar. Ini tidak ada hubungannya dengan pembangunan kembali. Kita harus menolong masyarakat agar mendapatkan hak mereka dan membuka kemungkinan untuk kembali aktif terlibat dalam kehidupan politik dan perekonomian.“