1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pasca Pemilu di Pakistan dan Situasi Myanmar

8 Oktober 2007

Pengukuhan kembali Jendral Pervez Musharraf sebagai presiden Pakistan oleh parlemen menjadi sorotan harian internasional.

https://p.dw.com/p/CPF5
Pendukung setia Presiden Musharraf
Pendukung setia Presiden MusharrafFoto: AP

Harian Swiss Basler Zeitung menurunkan tajuk berjudul „Sang penguasa lemah di Lembah Indus“: Amerika mendukung diktator Pakistan Musharraf karena ia adalah sekutu penting dalam perang melawan teror. Sementara Eropa tak akan mencari konfrontasi dengan Musharraf karena para kepala pemerintahan, mulai dari Berlin sampai London, lebih senang memilih untuk berurusan dengan seekor pipit yang mereka kenal daripada burung liar yang asing bagi mereka. Musharraf sendiri merasa, tidak ada pengganti bagi dirinya. Pemilihan kembali – dan kemungkinan besar pengukuhan Musharraf sebagai kepala pemerintahan 17 Oktober mendatang – menjamin suatu kontinuitas yaitu tetap bertahannya situasi tidal stabil di kawasan Indus.

Sementara harian Swiss lainnya Tages Anzeiger yang terbit di Zürich menulis: Musharraf dipilih kembali oleh pendukungnya di parlemen nasional dan empat dewan provinsi. Pihak oposisi memboikot pemilihan itu dengan mengundurkan diri atau secara simbolis memilih abstain. Alhasil, Musharraf memperoleh 99 persen suara. Kemungkinan besar presiden lama yang baru terpilih kembali itu akan segera menanggalkan statusnya yang saat ini masih rancu. Bila para hakim agung tidak mendukungnya, maka mungkin saja Musharraf akan memilih jalan kekerasan. Itu adalah skenario terburuk bagi Pakistan, skenario paling eksplosif bagi dunia, tapi sekaligus pilihan yang paling realistis. Dan situasi seperti itu tak diinginkan para hakim – itu sudah 99 persen pasti.

Topik lain yang menjadi sorotan media internasional adalah situasi di Myanmar. Harian El Pais yang terbit di Madrid menulis: Perserikatan Bangsa-Bangsa hanya berpangku tangan. Dalam situasi kritis ini PBB kekurangan momentum. Amerika Serikat, Prancis dan Inggris mengajukan usulan untuk mengecam pemerintah Myanmar dalam Dewan Keamanan dan menjatuhkan sanksi terhadap negara itu. Namun Cina dan Russia tidak bersedia untuk mendukung usulan itu. Negara-negara ASEAN lah yang bisa memojokkan junta militer Myanmar. Tapi mereka seperti memalingkan muka. Sekretaris Jendral PBB Ban Ki Moon hanya mengumbar kata-kata. Sementara lawatan utusan khusus PBB yang disepelekan oleh jendral-jendral Myanmar hanya menghasilkan sebuah foto bersama.

Sementara harian Italia Corriere della Sera menulis: Harapan akan revolusi damai di Burma diredam kekerasan dan penindasan. Kini harapan itu kembali dikoyak oleh kekejaman tak terlukiskan yang terungkap karena keberanian para disiden Burma. Kabarnya, militer menggunakan krematorium yang terletak di timur laut Yangon untuk menghilangkan jejak korban penindasan. Dengan begitu jumlah korban sebenarnya tidak mungkin diketahui.