1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Partai Pemerintah Menangkan Pemilu Parlemen

12 April 2012

Partai berkuasa di Korea Selatan Saenuri berhasil menang tipis dalam Pemilu Parlemen. Partai ini masih menjadi fraksi terkuat.

https://p.dw.com/p/14bxM

Delapan bulan sebelum digelarnya Pemilu Presiden di Korea Selatan, secara mengejutkan partai konservatif yang kini tengah berkuasa berhasil memanangkan Pemilu Parlemen. Walaupun kehilangan banyak suara, Partai Saenuri yang dikenal berpihak pada perusahaan, mempertahankan posisinya sebagai pihak terkuat di Parlemen.

Partai milik Presiden Lee Myung Bak ini setidaknya akan diwakili oleh 151 mandat di Parlemen yang beranggotakan 300. Demikian dikatakan komisi pemilihan umum Korea Selatan. Sebelumnya Saenuri memiliki 165 kursi di Parlemen. Sementara, partai oposisi, Serikat Partai Demokrat (DUP), yang sebelumnya diwakili oleh 80 mandat di Parlemen, dalam pemilu kali ini berhasil mendapatkan 130 kursi.

Südkorea Wahlen 2012
Presiden Korea Selan Lee Myung Bak saat memberikan suaranya di salah satu TPS di Seoul, Rabu (11/04)Foto: dapd

Inginkan Stabilitas

Dalam jajak pendapat sebelum pemilu, popularitas Saenuri jauh di belakang penangtangya Serikat Partai Demokrat. Menurut para pengamat politik , Saenuri mampu memenangkan pemilu berkat popularitas ketua partai Park Geun Hye, yang dijuluki “Ratu Pemilu“. Kemenangan partainya ini membuka peluang lebih besar bagi putri mantan diktator Park Chung Hee dalam Pemilu Presiden akhir tahun 2012.

Selain itu, Saenuri dianggap sebagai partai yang berpengalaman, dikatakaan Hahm Sung-Deuk, profesor ilmu politik di Univeritas Korea. „Warga Korea Selatan memilik untuk stabilitas. Saenuri didukung kaum konservatif sementara DPU seperti tidak memiliki kemudi.“

Presiden Lee Myung Bak, yang akan mengakhiri lima tahun masa jabatannya pada bulan Februari 2013, tidak akan maju sebagai kandidat presiden. Lee tidak lagi mendapat dukungan setelah serangkaian skandal korupsi, kemunduran dalam pemilu dan skandal pengawasann terhadap warga negara.

Yuniman Farid (afp/dpa/rtr)