1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Parlemen Eropa Keluarkan Laporan Tahunan HAM

7 Mei 2009

Kebijakan pengungsi dan masalah HAM, inilah tema penting laporan tahunan HAM Parlemen Eropa. Situasi HAM di Turki juga menjadi sorotan.

https://p.dw.com/p/Hlkw
Gedung Parlemen Eropa di Strassburg
Gedung Parlemen Eropa di StrassburgFoto: picture-alliance/ dpa / dpaweb

Sejak sepuluh tahun ini Parlemen Eropa melakukan studi situasi hak azasi manusia di seluruh dunia dan juga menilai kebijakan hak azasi manusia di dalam wilayah Uni Eropa. Pelapor khusus urusan hak azasi manusia Uni Eropa kali ini adalah anggota parlemen Eropa dari fraksi sosial demokrat Spanyol, Raimon Obiols i Germà.

Laporannya mengenai situasi hak azasi manusia ini disetujui 429 anggota parlemen. Hanya 36 orang yang menolaknya, dan 55 abstain.

Sejak tahun 2007, isi laporan hak azasi manusia Uni Eropa tidak banyak berubah, hanya kritik terhadap Rusia dilontarkan dengan lebih halus, karena sejak tahun 2007, kasus pembunuhan wartawati Anna Politkovskaya masih menghiasi laporan tahun berikutnya.

Para anggota parlemen menyerukan agar Uni Eropa tidak hanya mengutuk pelanggaran hak azasi manusia di seluruh dunia, tapi juga memberikan contoh yang baik bagi seluruh dunia. Untuk itu Uni Eropa semestinya memperbaiki politik migrasi dan juga mengamati kritis kebijakan Uni Eropa dalam tindakan pemberantasan terorisme. Selain itu, Uni Eropa juga semestinya mengukuhkan penaatan hak azasi manusia sebagai landasan perjanjian kerja sama dengan negara mitra.

Pelapor khusus urusan hak azasi manusia Parlemen Eropa dari Spanyol, Raimon Obiols i Germà, menyerukan agar Uni Eropa dalam melakukan perjanjian dengan negara dunia ketiga, memasukkan pasal mengenai hak azasi manusia yang ketat. Tapi, apakah pasal tersebut dapat diterapkan secara politis dalam perjanjian dengan Rusia atau Cina?

“Bukannya bermaksud menghukum negara-negara ini. Perundingan mengenai pasal tersebut dapat dilakukan dengan Rusia dan Cina. Mereka tidak akan menolak pembicaraan mengenai hak azasi manusia. Dalam hal ini sangat penting bahwa Uni Eropa angkat suara dan meningkatkan nilai hak azasi manusia. Hak azasi manusia tidak boleh dinilai relatif, walau pun itu secara politis atau berdasarkan tradisi agama,“ tegas Obiols i Germà.

Menurut Parlemen Eropa, negara-negara kandidat anggota Uni Eropa masih perlu memperbaiki situasi hak azasi manusia mereka, namun saat ini negara-negara itu menunjukkan kemajuan berarti. Misalnya, keputusan pemerintah Turki untuk mengizinkan siaran stasiun televisi berbahasa Kurdi. Namun, anggota parlemen tetap meminta Turki untuk lebih melindungi kebebasan berpendapat.

“Laporan ini menyatakan terutama posisi bersama institusi Uni Eropa mengenai situasi hak azasi manusia di Turki. Proses menuju keanggotaan masih terbuka dan saya harap perundingan dapat ditutup dengan kesepakatan, tapi itu hanya dapat berjalan dengan lambat. Turki merupakan masyarakat muda yang merasa bahwa dirinya Eropa. Turki akan melanjutkan proses reformasinya,“ ujar Obiols i Germà.

Kesimpulannya, Turki memang dikritik dalam laporan ini, tapi kritiknya relatif halus. Hal itu dapat dipahami, dengan alasan taktis, demikian menurut wakil ketua fraksi sosial demokrat Parlemen Eropa, Hannes Swoboda.

"Turki merupakan rencana jangka panjang, yang tidak dapat selesai dalam waktu singkat. Makanya kritik juga dilontarkan dengan lebih halus, karena kami tidak mungkin mengatakan, jika kalian selesaikan masalah lama kalian, maka kalian menjadi anggota Uni Eropa. Itu tidak logis. Kami harus dengan jujur bergaul dengan Turki, kami harus melontarkan kritik, tapi juga menetapkan posisi bahwa masa depan Eropa Turki merupakan proyek jangka panjang,“ kata Swoboda.

Serbia juga harus menghadapi kritik dari Brussel. Uni Eropa memperingatkan agar Serbia bekerja sama lebih erat dengan mahkamah khusus kasus wilayah bekas Yugoslavia. Di dalam laporan tahunan hak azasinya, Parlemen Eropa menyebut pengiriman penjahat perang Mladic dan Hadzic sebagai syarat utama ratifikasi perjanjian stabilisasi dan asosiasi dengan Uni Eropa. Paling tidak, kerja sama pemerintah Serbia dalam penahanan Radovan Karadzic disambut Uni Eropa.

"Serbia telah mencapai prestasi penting dan dinilai positif dalam laporan saya. Beberapa di antaranya masih dalam proses. Tapi saya pikir, mayoritas di Serbia mengupayakan pendekatan terhadap Uni Eropa dan kalangan politisi juga mendukung permintaan itu," jelas Obiols i Germà.

Para anggota Parlemen Eropa juga menuntut penghapusan hukuman mati di Belarusia dan mendesak kerja sama lebih baik Uni Eropa dengan Dewan Eropa.

Jannis Papadimitriou/Luky Setyarini

Editor: Christa Saloh