1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pakta Stabilitas Uni Eropa / Pergantian kekuasaan di Georgia dan Politik Rusia

26 November 2003
https://p.dw.com/p/CPTX

Para menteri keuangan UE dengan suara mayoritas memutuskan untuk menghentikan proses defisit anggaran terhadap Jerman dan Prancis dan membebaskan kedua negara tsb dari sanksi , karena defisit anggaran kedua negara tsb melebihi tiga persen dari GDP atau Produk Domestik Bruto. Keputusan tsb menimbulkan kekhawatiran mengenai masa depan dan eksistensi Pakta Stabilitas UE yang pada pembentukannya juga Jerman, ketika itu berhasil memasukkan persyaratan-persyaratan yang ketat. Komentar mengenainya dapat anda simak dalam Sari Pers Internasional DW, disamping itu juga komentar mengenai pergantian kekuasaan di Georgia , dan politik Rusia di negara-negara bekas Uni Soviet.

Keputusan kompromi antara Jerman, Prancis dan UE mengenai defisit anggaran oleh harian Belgia De Standaard, dikomentari bahwa rupanya yang kuat yang memerintah di Eropa...

Hanya demi kepentingan diri yang picik, Jerman dan Prancis melanggar tonggak-tonggak dasar dari bangunan Eropa. Masalahnya tidak hanya soal diskusi legitim mengenai Pakta Stabilitas UE , dan makna penghematan di zaman konjungtur lemah. Keputusan para menteri keuangan UE , secara sepihak melanggar peraturan-peraturan yang telah disepakati bersama. Semua orang tahu, hasil kompromi dari Dewan Menteri UE akan berbeda, seandainya yang melakukan dosa adalah misalnya Irlandia, Luksemburg atau Belgia. Karenanya di Eropa tidak berlaku hukum bersama, melainkan hukumnya orang kuat.

Juga harian Inggris The Guardian menganggap Pakta Stabilitas UE telah gagal. Komentarnya ...

Pakta Stabilitas dan Pertumbuhan UE gagal. Faktanya jelas, peraturan harus dilaksanakan atau diubah. Tetapi para menteri UE tidak memutuskan salah satu dari kedua kemungkinan itu. Sebaliknya , mereka membiarkan peraturan tsb dilanggar dan tidak berbuat apa-apa untuk mengubahnya. Karena rupanya takut menjatuhkan sanksi terhadap Jerman dan Prancis, para menteri keuangan membantu mengambil keputusan politik dan ekonomi yang fiktif. Ini bukanlah cara untuk memerintah UE.

Bahkan harian Spanyol El Mundo menganggap keputusan para menteri keuangan UE tsb tidak sah, karena melanggar Perjanjian yang berlaku. Harian ini menulis:

Pakta stabilitas dibuat untuk mencegah inflasi , dan menjamin stabilitas mata uang tunggal euro. Apakah sementara ini UU ekonomi telah berubah? Tidak. Faktanya, Jerman dan Prancis menjalani politik ekonomi yang begitu katastrofal, sehingga kedua negara berada dalam krisis yang berat. Berlin dan Paris di Brussel meraih kemenangan dengan banyak korban. Sebab keputusan UE itu merupakan surat kematian bagi Pakta Stabilitas.

Sebaliknya harian Prancis Le Figaro, menilai pelonggaran Pakta Stabilitas sebagai keputusan yang baik. Harian ini berkomentar...

Meski kebanggaan UE diinjak-injak, dan mengundang amarah para pembela peraturan ketat dalam Pakta Stabilitas , yang mematikan setiap pertumbuhan, Eropa telah mengambil keputusan yang baik. Sebenarnya yang diputuskan tidak lain , penundaan ketentuan defisit anggaran tidak lebih tiga persen dari GDP, untuk paling banyak dua tahun. Defisit anggaran sebenarnya bukanlah suatu drama. Defisit dapat digunakan secara terkontrol untuk menggairahkan perekonomian, seperti halnya di AS. Namun, defisit anggaran di Jerman dan Prancis disebabkan oleh kelebihan pengeluaran negara. Karenanya kedua negara itu harus mengadakan reformasi yang serius, itu penting, sebab kalau tidak, tidak akan ada pertumbuhan.

Tema lain dalam Sari Pers Internasional DW: Pergantian kekuasaan di Georgia. Harian New York Times menulis:

Mengejutkan bahwa Eduard Schewardnadse, seorang tokoh yang pernah memimpin negara adi daya, gagal sebagai pemimpin sebuah negara yang luasnya hanya seperlimapuluh dari bekas Uni Soviet. Para pemimpin baru kini harus memanfaatkan dukungan yang diperolehnya sekarang, yakni menindak keras korupsi , dan para pembrontak Chehnia. Dan mereka harus meyakinkan rakyatnya, pengusiran seorang presiden, setiap beberapa tahun, bukanlah cara untuk menentukan sendiri nasibnya.

Negara-negara bekas Uni soviet menolak hegemoni Moskow. Rusia mengalami dua kali kekalahan di kawasan itu. Yakni pergantian kekuasaan di Georgia, dan gagalnya rencana perdamaian Rusia di Moldawia. Harian Rusia Kommersant berkomentar ...

Rusia bertahun-tahun lamanya menekan presiden Georgia, Eduard Schewardnadse yang tidak populer. Tetapi Schwewardnadse baru mundur , ketika AS tidak mendukungnya lagi. Begitu juga dengan rencana perdamaian Rusia untuk Moldawia, yang sebetulnya bagus, namun ditolak karena belum dikonsultasikan dengan Eropa. Rupanya orientasi politik para sekutu terdekat Rusia pun ke barat dulu, baru ke Moskow.