1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanAmerika Utara

Otoritas AS Akan Izinkan Penggunaan Pil COVID-19

2 Desember 2021

Otoritas kesehatan AS dalam waktu dekat diperkirakan akan mengizinkan penggunaan pil COVID-19 buatan Merck untuk orang dewasa dengan risiko tinggi. Namun, masih ada kekhawatiran potensi efek sampingnya.

https://p.dw.com/p/43hcp
Molnupiravir, obat eksperimental COVID-19 buatan Merck
Molnupiravir menunjukkan mampu menurunkan risiko sakit gawat dan kematian akibat COVID-19Foto: Merck & Co Inc/REUTERS

Sebuah panel kesehatan independen di Amerika Serikat mendukung penggunaan darurat pil COVID-19 buatan Merck, untuk pengobatan tahap pertama di rumah, bagi orang dewasa dengan risiko tinggi. Pil buatan Merck itu merupakan bentuk baru dari perawatan COVID-19 yang mudah didapat, bisa membuktikan kemanjurannya, dan mampu memerangi sejumlah varian virus corona termasuk varian Omicron.

Badan pengawas makanan dan obat-obatan AS (FDA), diperkirakan akan memberikan otorisasi penggunaan darurat untuk pengobatan COVID-19. Namun, dalam pemungutan suara panel ahli independen, hasilnya menunjukkan 13 setuju dan 10 menolak. Ini mencerminkan masih adanya keraguan terkait efikasi hasil pengobatan dan kekhawatiran efek samping.

Hasil uji klinis final lebih moderat

Perusahaan farmasi Merck pekan lalu merilis hasil lengkap uji klinis pada 1400 orang. Disebutkan, uji coba menunjukkan pil Molnupiravir mampu mengurangi risiko perawatan di rumah sakit atau kematian pada kisaran 30%. Hasil uji klinis ini lebih moderat dibanding hasil sementara sebelumnya, yang mengklaim efikasi hingga 50%.

Daria Hazuda, Wakil Presiden of Infectious Disease Discovery Merck kepada AFP mengatakan, hasil lebih rendah diperkirakan berkaitan dengan turunnya kasus kritis kelompok plasebo pada uji klinis tahap dua, yang tidak bisa diterangkan sebabnya. "Ini membuat obatnya kelihatan kurang ampuh dibanding hasil sebelumnya”, papar Hazuda.

Obat oral COVID-19 dengan merek dagang molnupiravir itu, sebelumnya sudah mendapat izin penggunaan di Inggris. Pil ini menunjukkan keampuhan mereduksi tingkat perawatan di rumah sakit dan kematian di kalangan warga dengan komorbid, yang punya risiko mengembangkan sakit parah akibat COVID-19, jika dikonsumsi dalam jangka waktu lima hari setelah munculnya gejala pertama.

Pertimbangan risiko dan keuntungan

Dokumen yang dipublikasikan FDA menjelang pertemuan para pakar independen, menunjukkan pertimbangan risiko dan keuntungan molnupiravir, agar bisa dinilai oleh para pakar kesehatan. Potensi efek merugikan terlihat pada perkembangan janin, seperti yang diamati pada tikus dan kelinci percobaan.

Merck juga sudah menekankan tidak merekomendasikan pemberian obat COVID-19 ini pada wanita hamil. Perusahaan farmasi itu juga tidak meminta otorisasi penggunaan buat anak-anak. Juga FDA menyatakan, tidak merencanakan uji klinis pada anak-anak.

Sejauh ini, yang paling efektif adalah pengobatan pasien COVID-19 dengan antibodi monoklonal, yang diberikan lewat tetesan infus. Obat ini menunjukkan mampu mereduksi hingga 70% risiko kasus berat pada pasien COVID-19.

Keunggulan pengobatan dengan pil 

Obat ini punya keunggulan mudah digunakan dan berbeda dengan antibodi monoklonal, tidak perlu mendatangi unit infus di rumah sakit. Pil atau kapsul molnupiravir dosisnya diberikan dua kali dalam sehari, masing-masing empat kapsul. Jadi pemberian selama 5 hari totalnya 40 kapsul. Dalam uji klinis, pili ni terbukti aman tanpa efek samping serius, seperti diare atau pusing-pusing saat pemberian selama 5 hari.

Molnupiravir dikembangkan Merck bersama dengan Ridgeback Biotherapeutics, bekerja dengan cara memicu mutasi di dalam material genetika virus corona, yang menghambat kemampuannya untuk melakukan replikasi. Kapsulnya diyakini lebih ampuh memerangi varian virus corona dibanding antibodi moniklonal. Karena tidak menarget "spike protein” yang mengalami mutasi.

Kekhawatiran para ahli kesehatan antara lain, mutasi yang dipicu obat molnupiravir justru akan memunculkan varian baru yang lebih berbahaya. "Kecemasan bersifat teori ini belum ditemukan pada kehidupan nyata”, ujar FDA.

Bahkan Hazuda dari Merck menegaskan; ”Mengobati pasien berarti justru mengurangi tingkat transmisi varian berbahaya. Ini sebaliknya dari membiarkan orang tidak diobati, yang akan terus menularkan virusnya.”

as/ha (AFP, Reuters, AP)