1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perjuangan Abadi Meraih Kebebasan

Ines Pohl
10 November 2019

Runtuhnya Tembok Berlin telah menjadi simbol kebebasan global. Namun 30 tahun kemudian, Jerman masih mencari identitasnya. Pencarian menunjukkan bahwa perjuangan meraih kebebasan adalah perjuangan abadi, tegas Ines Pohl.

https://p.dw.com/p/3SoDN
Trabi Deutschland Mauerfall Fahne
Foto: Imago/Sven Simon

Siapa pun yang mengira jatuhnya Tembok Berlin dan pencabutan Tirai Besi berarti perbatasan yang dibentengi akan lenyap selamanya terbukti salah. Sekarang, 30 tahun kemudian, yang sebaliknya telah terbukti.

Tidak hanya di sepanjang perbatasan AS-Meksiko, tetapi juga antara Israel dan Palestina, atau Korea Utara dan Selatan. Tembok perbatasan juga kembali di Uni Eropa, di mana di beberapa tempat pagar didirikan dan pemeriksaan perbatasan telah dipulihkan. 

Jerman yang bersatu

Jerman Timur, terinspirasi oleh glasnost dan perestroika dan keberanian orang Polandia dan Hongaria, meruntuhkan tembok yang memisahkan Jerman ke timur dan barat dalam revolusi yang benar-benar damai. Tidak satu tembakan pun dilepaskan. Tidak ada yang terluka dalam hari-hari dan jam-jam dramatis menjelang dan pada malam 9 November 1989.

Berkat kepercayaan masyarakat internasional, terutama Amerika Serikat dan Uni Soviet - dan meskipun ada kekhawatiran awal dari Prancis dan Inggris - Jerman dipersatukan kembali 11 bulan setelah jatuhnya Tembok Berlin. Ini meletakkan dasar bagi terciptanya sistem kesejahteraan tunggal, jaringan infrastruktur bersatu dan segala sesuatu yang diperlukan untuk mengubah dua entitas yang terpisah menjadi satu negara yang berfungsi.

Kerinduan akan harapan

Jadi tidak mengherankan bahwa pada peringatan 30 tahun runtuhnya Tembok Berlin, dunia sekali lagi melihat ke Jerman. Mungkin orang mencari sesuatu untuk memberi mereka secercah harapan di masa-masa yang didominasi oleh perasaan tidak aman dan ketidakpastian, ketika struktur yang sudah dikenal tampaknya mulai bubar.

Namun di Jerman, tampaknya hanya sedikit yang bangga - atau bahkan bahagia - tentang apa yang telah dicapai. Sebaliknya, perjuangan Jerman dengan dirinya sendiri telah menyebabkan pergolakan politik yang telah melemahkan tatanan politik yang didirikan selama tiga dekade terakhir. Partai Alternatif untuk Jerman (AfD) populis sayap kanan, yang sangat kuat di negara-negara timur, mempertanyakan nilai-nilai inti yang menopang Jerman yang bersatu kembali. Ini menimbulkan keraguan pada ide Eropa, pada pendekatan Jerman untuk imigrasi, dan didominasi oleh pandangan rasis dan nasionalis tentang dunia dan kemanusiaan. Dua partai terbesar Jerman kehilangan dukungan, dan membentuk koalisi pemerintahan semakin sulit. Masa-masa stabilitas dan prediktabilitas Jerman yang banyak dipuji adalah - untuk saat ini - telah berlalu.

Munculnya populis sayap kanan, tentu saja, tidak hanya di Jerman. Tetapi di sini, ada faktor-faktor yang secara khusus terkait dengan sejarah Jerman sebagai negara yang terbagi.

Warga Jerman Timur berperan dalam berakhirnya era Jerman Timur. Mereka dengan berani membela demokrasi dan pada dasarnya harus memulai kembali kehidupan mereka di Jerman yang bersatu kembali, dan prestasi mereka masih belum menerima pengakuan yang layak mereka dapatkan. Sekarang ketidaktahuan yang disengaja ini akan kembali menghantui kita.

Tantangan luar biasa di depan

Mengingat ketidakpastian umum dan tantangan luar biasa dari dunia yang terglobalisasi, Jerman sekarang, 30 tahun setelah revolusi damai, harus bertanya pada dirinya sendiri seperti apa negara itu.

Negara di mana orang Yahudi harus takut akan keselamatan mereka ketika mereka berkumpul di sinagog untuk berdoa?

Sebuah negara di mana para politisi yang mengambil sikap yang jelas menentang ideologi nasionalis sayap kanan dan politik isolasionisme harus mencemaskan hidup mereka?

Sebuah negara yang menentukan siapa yang menjadi anggota berdasarkan akar masyarakat atau warna kulit mereka?

Pertanyaan eksistensial ini terlalu berat untuk memungkinkan perayaan 30 tahun yang santai dan tanpa beban. Tetapi untuk alasan ini, saya berharap hari-hari ingatan ini akan menginspirasi keberanian di tanah air saya.

Selama hari peringatan dan perayaan, saya harap kita mengajukan pertanyaan tentang bagaimana kita membayangkan negara kita dalam waktu 30 tahun - bahwa jawaban kita lebih berani daripada berkecil hati; bahwa tanggapan kita berdasarkan konstitusi Jerman. Jadi hari ini, kita merayakan keberanian orang-orang sebelum kita. Dan saya berharap itu memberi kita kekuatan untuk memperjuangkan masa depan kebebasan dan keadilan. (vlz/as)