Omnibus Law Siap Meluncur, Apa yang Perlu Diperhatikan?
23 Januari 2020Undang-Undang Omnibus Law sedang disiapkan guna memperkuat perekonomian nasional melalui perbaikan ekosistem investasi dan daya saing Indonesia. Undang-undang payung tersebut akan menggabungkan peraturan perundang-undangan menjadi satu undang-undang baru yang bertujuan mengatasi tumpang tindihnya regulasi dan memangkas kendala birokrasi.
Rencananya pemerintah akan memberikan draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Omnibus Law Perpajakan kepada DPR dalam waktu dekat. "Paling lambat akan kami terima minggu depan," ujar Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, Rabu (22/01), dikutip dari detiknews.
RUU Omnibus Law ini menuai polemik terutama di kalangan buruh yang merasa terancam sebab dalam draft RUU yang beredar di masyarakat ditemukan sejumlah peraturan mengenai ketenagakerjaan seperti skema upah per jam maupun penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Pada draft juga diatur syarat-syarat peraturan-peraturan tersebut.
Tak hanya mengenai peraturan ketenagakerjaan, kemudahan izin investasi yang jadi tujuan hadirnya 'Undang-Undang Sapu Jagat' itu juga disorot banyak pihak. Demi memuluskan investor untuk berinvestasi di Indonesia, izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bukan lagi jadi bagian syarat perizinan usaha.
"Jelas undang-undang AMDAL itu ada prosedur ketika izin dikeluarkan, oke, saya berikan Anda izin, tapi syarat-syaratnya begini. Ini nanti post audit saja," ujar Menkopolhukam Mahfud MD di Jakarta, Rabu (22/01), dilansir Kompas.com.
"Kalau sudah jalan, diaudit. kalau tidak sesuai dengan izin, ya ditutup. Kalau sekarang disesuaikan dulu, baru izinnya dikeluarkan," lanjutnya.
Baca juga: Jokowi Mau Hapus IMB dan AMDAL?
Bencana ekologis
Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional WALHI, Zenzi Suhadi, mengatakan izin AMDAL sangat penting karena menyangkut hak makhluk hidup dan ekosistem untuk bertahan dan berkembang serta menyangkut daya dukung dan daya tampung lingkungan terhadap kehidupan manusia.
Ia menilai dipangkasnya proses izin instrumen perlindungan lingkungan ini akan menyebabkan terabaikannya dampak lingkungan berisiko tinggi hingga munculnya bencana ekologis secara berulang akibat "akumulasi" dari kegiatan atau usaha-usaha yang serupa.
"Yang harus diingat oleh Jokowi adalah dampak-dampak akumulasi seperti kebakaran hutan dan lahan, (pencemaran) Sungai Citarum. Ini menimbulkan bencana ekologis secara berulang setiap tahun dan dampak ekonominya jauh melampaui keuntungan negara dari investasi-investasi yang diharapkan tumbuh," jelas Zenzi saat diwawancarai DW Indonesia, Kamis (23/01).
Lebih lanjut ia menyampaikan, diabaikannya izin AMDAL demi kepentingan investasi bertolak belakang dengan konstitusi. Dalam UUD 1945 Pasal 33 (3) tertulis, "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat." Zenzi menyebut proses dikeluarkannya izin AMDAL memang memerlukan waktu yang tidak sebentar dan kehatian-hatian karena menyangkut "hak rakyat dan lingkungan."
"Yang harus dibenahi itu birokrasinya bukan menghapuskan izin lingkungannya," tegas Zenzi.
Maka dari itu, Zenzi mengaku pihaknya menolak rencana hadirnya Omnibus Law ini. "Justru yang harus didorong itu bagaimana undang-undang lingkungan menjadi undang-undang pokok. Karena undang-undang perlindungan pengelolaan lingkungan yang menjadi benteng pertahanan Indonesia dari proses eksploitasi dan dampak lingkungan undang-undang sektoral," pungkasnya.
Waspada korupsi
Pada Omnibus Law ini, nantinya terdapat 79 undang-undang dengan 1.244 pasal yang akan direvisi sekaligus. Menurut peneliti senior dari Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Malik Ruslan, Omnibus Law merupakan salah satu cara pemerintah pusat untuk menyatukan visi investasi dengan pemerintah daerah.
"Karena kita otonomi, sebagian kekuasaan diserahkan kepada daerah. Dengan begitu banyak visi di sana dengan sejumlah kepentingan apalagi dipimpin dari berbagai elemen parpol yang punya tujuan sendiri-sendiri. Jika dibiarkan seperti itu kebijakan nasional sulit dilakukan karena dari pusat mengatakan A, kemudian di daerah jadi C, D, E, begitu seterusnya," jelas Malik saat diwawancarai DW Indonesia, Kamis (23/01).
Senada dengan Zenzi, Malik berpendapat bahwa Omnibus Law berpotensi menciptakan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha. Namun ia menyebut Omnibus Law dapat berjalan dengan baik selama tidak "menabrak" prinsip-prinsip penegakkan hukum.
"Cuma dalam perjalanan itu yang perlu diperhatikan jangan sampai Omnibus Law itu menabrak prinsip-prinsip kita untuk menegakkan hukum terutama korupsi. Investasi juga terhambat karena salah satu faktor paling besar karena korupsi di daerah." papar Malik.
Baca juga: Omnibus Law, Senjata Jokowi Pangkas Regulasi di Tanah Air
Pemerintah saat ini diketahui tengah memfinalisasi draf RUU Omnibus Law. Ketua DPR RI, Puan Maharani mengaku akan mensosialisasikan draf RUU Omnibus Law jika sudah diterima pihaknya dari pemerintah. Sosialiasi bertujuan untuk mendengarkan masukan dari pihak-pihak terkait sebelum disahkannya RUU tersebut.
"Kelompok-kelompok yang berkepentingan itu harus didengar semua, dipertimbangkan. Jangan sampai kerja untuk mengejar target kemudian diketok malah berbahaya nanti," pungkas Malik.
rap/ts (dari berbagai sumber)