1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Olah Sampah Plastik Menjadi Paving Block di Bandung

Leo Galuh (Bandung)
8 Juli 2022

Paving block yang diolah dari sampah plastik diklaim kuat, ringan, dan tidak berlumut. Dari tahun 2018 hingga pertengahan 2022, penjualan paving block buatan Bandung ini cenderung naik.

https://p.dw.com/p/4DorA
Seorang laki-laki memegang dua paving block
Kang Toni dan paving block dari sampah bungkusan plastikFoto: L. Galuh/DW

Toni Permana berdiri sejenak. Membungkukan badan sambil meraih satu paving block. Dia lalu mengangkat tinggi-tinggi tangan kanannya. Sekuat tenaga dia membanting paving block itu.

"Praaakkk!!”

Bukan sulap, bukan sihir. Paving block tersebut tidak lecet apalagi hancur berkeping-keping. Ternyata, paving block yang dibanting Pak RW - sapaan akrab Toni Permana - terbuat dari sampah plastik bekas pembungkus beragam produk, seperti makanan ringan dan mi instan.

Lelaki berusia 40 tahun ini mengatakan kepada DW Indonesia bahwa dia terinspirasi dari salah satu tayangan televisi nasional yang menyiarkan berita paving block terbuat dari sampah di Jawa Tengah. Pak RW Toni pun memikirkan langkah-langkah proses produksi dengan segala keterbatasan yang ia miliki.

Problematika sampah plastik di Bandung

Pilihan untuk memproduksi paving block dari residu sampah ia ambil berdasarkan alasan yang kuat. Plastik-plastik bungkus makanan ringan, mi instan, atau bubuk pembuat minuman terkadang dianggap memiliki nilai ekonomis yang kecil dan bahkan tidak ada nilainya.

Residu sampah tersebut biasanya dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Pada Maret 2022, Kepala Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung, Dudy Prayudi, mengatakan bahwa kota ini menghasilkan 1.500 ton sampah per hari, seperti dikutip dari pemberitaan JabarEkspres.com.

Sampah anorganik menyumbang 60% komposisi sampah di mana sampah plastik menjadi salah satu penyumbang utama, sedangkan 40% adalah sampah organik.

Sampah plastik yang berserakan di selokan atau sungai dapat mengakibatkan banjir. Tidak hanya itu, kandungan zat kimia dalam plastik dapat mencemari tanah dan air. Bahkan sejumlah studi menyimpulkan bahwa sampah plastik butuh 50 sampai 100 tahun agar dapat terurai.

"Paving block ini menyerap semua jenis sampah yang tidak ada nilainya," kata Toni kepada DW Indonesia, sekaligus menambahkan bahwa dia menerima sejumlah jenis sampah pilahan dari warga yang menabung di bank sampah binaannya, yakni Sampah Sukamaju Sejahtera.

Plastik yang ia kumpulkan di bank sampah inilah yang menjadi modal pembuatan paving block. Ia tidak ingin bank sampah yang dia dirikan menjadi sumber masalah baru bila sampahnya tidak terkelola dengan baik.

Dirancang agar masih bisa menyerap air

Ayah dari empat orang anak ini mengatakan paving block buatannya kuat, ringan, dan tidak berlumut. Dari tahun 2018 hingga pertengahan 2022, penjualan paving block buatannya cenderung meningkat.

"Satu meter ada 25 pieces paving block harganya berkisar antara Rp180.000 sampai Rp200.000," kata Toni. Dia juga menambahkan bahwa paving block cetak yang biasa harganya sekitar Rp85.000 sedangkan paving block yang sudah mendapat sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) harganya Rp200.000.

Fei Febri, CEO Bank Sampah Bersinar pada tahun 2020 membeli karya buatan Toni tersebut dan memasangnya di halaman kantornya di Bandung.

"Sengaja beli supaya orang datang melihat paving block buatan Kang Toni. Desain bagus karena ada lubang di tengah untuk resapan air," kata Fei kepada DW Indonesia melalui sambungan telepon.

Fei berharap pemerintah memberi dukungan kepada Toni agar karya tersebut bisa dikembangkan supaya aman bagi pekerja yang memproduksi dan lingkungan sekitar area produksi.

"Pekerjaan ini melelahkan”

Toni yang sehari-hari menjalankan bengkel las yang ia miliki awalnya sempat menghadapi cibiran dari para tetangga saat mendirikan Bank Sampah Sukamaju Sejahtera. Bank sampah ini berlokasi di Kampung Sukamaju, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.

Ia mengakui bahwa memberi pengertian terhadap masyarakat tentang pentingnya memilah sampah adalah pekerjaan yang melelahkan serta seakan tak berujung. Namun demikian, Toni tidak patah arang. 

"Selama manusia masih memproduksi sampah, saya akan terus bergerak mengedukasi," tegas Toni. Pelan, masyarakat sekitar mulai merasakan manfaat Bank Sampah Sukamaju Sejahtera.

Toni mempersilakan warga membawa sampah yang sudah dipilah untuk ditimbang setiap hari Jumat dan Senin mulai pukul 15.30 sampai 17.00 WIB. Warga akan mendapatkan hasil tabungan mereka setahun sekali yang dibagikan dua minggu sebelum lebaran. Bank sampah akan membuka kembali penerimaan sampah setelah lebaran.

Selain itu, Toni beserta 12 pengurus bank sampah kerap mengajak warga untuk bersama membersihkan lingkungan.

Mulai dari diri sendiri

Toni berharap apa yang dikerjakannya dapat memberi manfaat kepada orang lain. Dia berusaha menanamkan pola pikir bahwa sampah bukan sumber masalah melainkan sumber rupiah.

"Saya ingin bermanfaat bagi masyarakat, bukan memanfaatkan masyarakat," tutur Toni kepada DW Indonesia. Dia yakin apa yang ia lakukan dapat membantu pemerintah mengelola sampah dan membuka lapangan pekerjaan melalui bank sampah dan paving block buatannya.

Manfaat ini setidaknya dirasakan oleh Andie Ogan, 39, yang sudah dua tahun bergabung sebagai pengurus di Bank Sampah Sukamaju Sejahtera. Andie mengaku tergerak dengan semangat dan dedikasi Toni dalam menangani masalah sampah. Selain itu, dirinya juga ingin belajar langsung dari Toni cara mengelola sampah.

Sebelum bergabung dengan bank sampah, Andie kurang menaruh perhatian terhadap isu lingkungan. "Dulu saya mana mau milah sampah. Sekarang, ada perubahan di keluarga saya untuk memilah sampah," ujar Andie. (ae)