1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Norwegia: Isu Perubahan Iklim Dominasi Debat Jelang Pemilu

11 September 2021

Antara kestabilan ekonomi setelah pandemi dan perubahan iklim. Sebagai negara produsen minyak bumi terbesar di Eropa barat, Norwegia menghadapi dilema jelang pemilu.

https://p.dw.com/p/40AJT
Pengeboran minyak lepas pantai di Norwegia
Pengeboran minyak lepas pantai di NorwegiaFoto: picture-alliance/AP Photo/Scanpix/Statoil

Di negara Eropa yang kaya akan sumber daya minyak bumi yakni Norwegia, debat tentang perubahan iklim mendominasi isu pemilu yang akan berlangsung Senin (13/09). Akibatnya, Partai Konservatif yang kini berkuasa diprediksi akan kalah dari koalisi yang dipimpin oleh Partai Buruh.

Pemimpin Partai Buruh Jonas Gahr Store berharap untuk merebut kekuasaan dari Perdana Menteri Erna Solberg yang berhaluan kanan-tengah. Solberg telah memimpin negara Skandinavia yang sejahtera ini selama delapan tahun.

Jajak pendapat menunjukkan sangat sulit bagi Solberg untuk kembali memenangkan pemilu. "Sesuatu yang sangat dramatis harus terjadi agar sayap kanan bisa menang," kata ilmuwan politik Johannes Bergh dari Institut Penelitian Sosial Norwegia.

Kini pertanyaan kuncinya adalah apakah koalisi yang diharapkan Jonas Gahr Store dengan Partai Kiri Tengah dan Sosialis akan mendapatkan suara yang cukup untuk mayoritas parlemen. Jika tidak, dia mungkin harus mencari dukungan dari partai-partai kecil lain.

Negara kecil kaya minyak

Kampanye jelang pemilihan umum di Norwegia sebagian besar berfokus pada masa depan industri minyak negara yang merupakan produsen minyak bumi terbesar di Eropa barat ini. Norwegia menggantungkan kekayaannya pada emas hitam yang memungkinkannya menjadi negara dengan dana kekayaan negara terbesar di dunia.

Dalam beberapa tahun terakhir, negara ini menganut kebijakan ramah lingkungan untuk mengatasi perubahan iklim, tetapi Store mengatakan langkah itu tidak cukup. Dia bertekad untuk memperkenalkan kebijakan iklim yang "adil" dan mempersempit kesenjangan sosial ekonomi.

"Kita belum melakukan cukup banyak hal dalam transisi iklim dan (prinsip) negara kesejahteraan kita telah dipangkas di banyak bidang, diprivatisasi atau dipotong," kata pria berusia 61 tahun itu. "Setelah delapan tahun (menjalani) kebijakan sayap kanan, ketidaksetaraan meningkat di Norwegia." 

"Iklim dan lingkungan akan menjadi isu utama, mungkin isu kunci, saat membangun pemerintahan setelah pemilu," kata Johannes Bergh dari Institut Penelitian Sosial Norwegia. "Akan sulit bagi berbagai pihak untuk bisa mencapai kesepakatan."

Partai Konservatif Norwegia telah memimpin selama delapan tahun terakhir – ini adalah rekor bagi mereka. Selama masa pemerintahan ini, Norwegia telah mengalami banyak hal mulai dari pandemi, perubahan iklim, hingga ke krisis migrasi.

Setelah Vatikan dan Islandia, Norwegia adalah negara dengan jumlah kematian akibat COVID-19 per kapita terendah di Eropa, dan ekonominya telah kembali ke tingkat sebelum pandemi. Tetapi para kritikus menilai bahwa pemerintah yang masa jabatannya sebentar lagi berakhir telah memberi perhitungan ynag terlalu optimistis untuk kembali ke realitas seperti sebelum pandemi.

Seperti apa sistem politik Norwegia?

Pemimpin Partai Buruh Jonas Store adalah seorang jutawan dengan isu utama kampanye yakni mengurangi jurang ketimpangan sosial. Store pernah menjabat sebagai menteri luar negeri dan menteri kesehatan di pemerintahan Jens Stoltenberg, yang saat ini sekretaris jenderal NATO.

Saat ini, beberapa partai di Norwegia seperti Partai Hijau, Kiri Sosialis dan Liberal ingin mengakhiri industri minyak dan melarang prospek lebih lanjut. Kemampuan untuk membuat terobosan dalam masalah ini akan sangat bergantung pada skor pemilihan dan keseimbangan kekuasaan.

Namun lanskap politik Norwegia yang terpecah mempersulit pembangunan koalisi. Dua partai terbesar, yakni Partai Buruh dan Konservatif, telah melihat basis pemilih mereka berkurang seiring kemunculan partai-partai kecil.

Di sayap kiri, lima partai sepakat untuk menggantikan pemerintah saat ini, tetapi beberapa di antaranya memiliki posisi yang sangat bertentangan dan mengatakan mereka tidak akan memerintah bersama.

Jika Store tidak dapat membangun koalisi dengan mayoritas, ia dapat memilih untuk memerintah sendiri dalam pemerintahan minoritas dan harus berusaha mendapatkan dukungan kasus per kasus untuk meloloskan tiap undang-undang.

Di sayap kanan, keadaannya juga tidak jauh berbeda. Partai Konservatif didukung oleh sejumlah partai kecil yang juga saling tidak sepakat dalam berbagai hal. Banyak hal akan tergantung pada skor malam pemilihan partai-partai kecil. Beberapa dari mereka bahkan hanya berada di sekitar level empat persen.

Dalam sistem tata negara Norwegia, partai-partai yang mendapatkan suara lebih dari empat persen memenuhi syarat untuk mendapatkan apa yang disebut "perataan kursi" di parlemen dengan 169 kursi. Kursi-kursi ini yang sering kali terbukti penting untuk kemudian membangun dukungan mayoritas.

ae/hp (AFP)