1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Nobel Perdamaian untuk Pejuang Kekerasaan terhadap Perempuan

6 Oktober 2018

Nadia Murad dan Denis Mukwege, bersama-sama menerima penghargaan atas upaya mereka mengakhiri kekerasan seksual yang digunakan sebagai senjata dalam perang. Murad adalah penerima penghargaan termuda kedua.

https://p.dw.com/p/3653v
Bildkombo, Bildcombo  Dominique Gutekunst Denis Mukwege und Nadia Murad, Friedens-Nobelpreis 2018

Perempuan etnis Yazidi Kurdi di Irak itu diculik ketika berumur 19 tahun, dan menjadi korban kekerasaan seksual  dan penyiksaan oleh kelompok ISIS,  namun akhirnya ia bangkit dan paling kencang bersuara di panggung internasional tentang kekerasaan seksual yang terjadi selama konflik menguasai Irak dan Suriah. Namanya, Nadia Murad Basee Taha.

Jumat (05/10) Nadia Murad menerima Nobel Perdamaian 2018 bersama Denis Mukwege atas upaya mereka mengakhiri kekerasaan seksual yang dijadikan senjata untuk membungkam warga ketika konflik terjadi.

Murad mempersembahkan pernghargaan ini kepada warga etnis Yazidi dan bangsa Irak, Kurdi serta semua warga minoritas yang pernah menjadi korban kekerasan seksual di seluruh dunia.

"Bagi saya, ini mengingatkan saya kepada ibu saya yang dibunuh milisi Daesh," kata Murad seperti dikutip dari Reuters. Daesh adalah sebutan lain untuk ISIS.

Apa yang dilakukan Denis Mukwege dan Nadia Murad?

Dokter Denis Mukwege asal Kongo adalah ginekolog yang mendirikan Rumah Sakit Panzi di Bukavu. Di tempat itu secara khusus Mukwege merawat perempuan yang menjadi korban perkosaan berkelompok oleh serdadu pemberontak. 

Nadia Murad kini adalah aktivis HAM, yang sejak September 2016 lalu menjadi duta PBB pertama untuk korban human trafficking. Nadia yang saat ini berusia 25 tahun tersebut adalah penerima penghargaan termuda kedua selama Nobel digelar. Penerima Nobel termuda pertama adalah aktivis asal Pakistan, Malala Yousafzai. Saat ia menerima pernghargaan bersama Kailash Satyarthi, Malala berusia 17 tahun.

Kejutan tak terduga

Mukwege berada di ruang operasi di RS Panzi saat kabar baik tersebut diumumkan hari Jumat (05/10). "Beberapa perempuan datang dan mulai membuat keributan di sekitar ruang operasi, dan saya tidak terlalu menghiraukannya,” ungkap Mukwege kepada harian Oslo VG melalui sambungan telepon. "Anda bisa membayangkan betapa saya sangat terharu.”

Inilah Pengakuan Bekas Jihadis ISIS

Murad adalah warga Irak pertama yang memenangkan perhargaan tersebut. Murad datang ke Jerman tahun 2015 sebagai bagian dari program bagi perempuan korban kekerasaan. Dia bertemu dengan Kanselir Jerman, Angela Merkel tahun 2016 untuk mendiskusikan misinya untuk menolong korban untuk mengatasi trauma mereka serta dampak yang terjadi akibat kekerasan terhadap mereka.

Komite Nobel menerima nominasi dari 216 orang dan 115 organisasi untuk memenangkan penghargaan nobel perdamaian tahun ini. Kedua penerima Nobel Perdamaian yang akan berbagi penghargaan bernilai satu juta Dollar AS tersebut dinilai paling layak.

"Denis Mukwege merupakan dokter yang mendedikasikan hidupnya untuk membela para korban kekerasan seksual. Nadia Murad merupakan saksi korban kejahatan seksual terhadap dirinya dan perempuan lain,” ungkap Komite Nobel seperti dilansir ABC News.”Masing-masing mencoba membantu dengan caranya sendiri untuk memberikan perhatian lebih besar kepada para korban kejahatan seksual perang sehingga para pelaku bisa dimintai pertanggungjawaban atas kejahatannya.”

ts/ap (AP, Reuters)