1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Nigeria Jelang Pemilihan Presiden

20 April 2007

Tidak ada partai politik di Nigeria yang bersengketa mengenai isi kampanye. Semua partai politik menjanjikan penyediaan listrik, air minum yang bersih, sekolah gratis, dan lapangan kerja.

https://p.dw.com/p/CP6x

Tiga partai besar saat ini tengah mengharapkan kemenangan, yaitu partai yang dipimpin Presiden Olusegun Obasanjo, Partai Demokrasi Rakyat PDP. Partai ini mengajukan Umaru Yar’ adua sebagai kandidatnya. Kemudian Partai Rakyat Nigeria ANPP dengan kandidat presiden Muhammadu Buhari dan Partai Kongres Aksi dengan mencalonkan mantan wakil presiden Atiku Abubakar. Ketiga kandidat tersebut sama-sama muslim dan berasal dari Nigeria utara. Selain itu terdapat 21 partai politik yang juga menjagokan kandidat presidennya. Semua partai besar tidak memiliki perbedaan ideologis yang mendasar. Pakar ilmu politik Bawa Hassan Gusau dari Universitas Kano menekankan, yang lebih penting adalah kekuatan dan kelemahan para kandidat presiden:

„Kandidat Partai ANPP, Buhari, menunjukkan diri sebagai kandidat yang keras terhadap pelaksanaan hukum dan keamanan, sebagai pemimpin yang tegas. Dua kandidat lain cenderung seperti aksesoris partai pemerintah. Kandidat ANPP tampaknya seperti orang yang dapat menguasai kemudi.“

Muhammadu Buhari terkenal sebagai penguasa militer di tahun 1980an, di zaman pemerintahannya. Dia memimpin negara dengan tangan besi dan di luar negeri terkenal dengan kelalimannya. Tapi kini banyak warga Nigeria yang mengharapkan tangan besi itu menumpas korupsi dan kekerasan di negaranya.

Umaru Yar’ adua dari partai pemerintah PDP terlihat lugu. Mantan gubernur negara bagian Katsina itu cenderung jujur dan kebal terhadap korupsi. Tapi banyak warga Nigeria yang menilainya sebagai boneka presiden Obasanjo. Untuk itu Yar’ adua harus menjelaskan alasan dia semestinya lebih berhasil dari gurunya. Setelah delapan tahun masa pemerintahannya, Obasanjo berhasil memberantas korupsi dan membuat kemajuan dalam bidang pendidikan. Tapi situasi persediaan listrik, air minum, dan BBM di Nigeria belum membaik.

Bagi sebagian besar warga Nigeria, perbedaan tipis antara para kandidat membuat mereka cenderung memilih Atiku Abubakar. Tahun lalu, ketika Abubakar masih menjabat Wakil Presiden, dia bersengketa dengan Presiden Obasanjo karena Abubakar tidak mau mendukung rencana Obasanjo melanjutkan pemerintahannya. Sebelumnya Abubakar merupakan tonggak pendukung terpenting pemerintahan Obasanjo. Setelah Abubakar beralih ke oposisi, Obasanjo menggunakan segala kesempatan untuk mengganjal bekas wakil presidennya menjadi kandidat presiden. Upaya ini akhirnya digagalkan Senin lalu oleh keputusan Mahkamah Agung yang mengizinkan Abubakar menjadi kandidat presiden.

Sisa perdebatan mengenai isi juga berakhir di meja hijau. Olisa Agbakoba, Ketua Asosiasi Pengacara Nigeria dan pembela hak azasi manusia terkemuka Nigeria, menyesalkan fenomena seperti itu dan sangat memuji tindakan pengadilan:

„Awalnya adalah pengadilan yang merapikan kekacauan, hasil ketamakan para politisi. Mereka berupaya mengatakan mana yang bisa mana yang tidak bisa. Pengadilan pantas mendapatkan pujian karena berhasil mendinginkan suhu pertarungan.“

Masyarakat sipil juga berupaya menggunakan masa pra pemilihan untuk kampanye pencerahan. Organisasi non pemerintah Jaringan Afrika Barat untuk Perdamaian WANEP menuding komisi pemilihan dan pemerintah tidak membantu banyak. Hasil pemilihan tidak diumumkan, banyak kandidat yang didiskualifikasi padahal gambar mereka sudah tertera di kertas suara. Ketika pemilihan berlangsung, di banyak tempat terjadi kekerasan. Politisi menggunakan segala celah untuk menang. Pakar ilmu politik Kamilu Sani Fage dari Kano menilai politik di Nigeria seperti bisnis. Orang-orang terjun ke politik untuk mendapatkan uang. Berkuasa berarti mendapatkan segala keistimewaan. Pemilihan yang benar-benar jujur dan adil tidak mungkin dilaksanakan dalam situasi seperti itu.

Nigeria dapat saja meraih prestasi yang tidak pernah tercapai sejak kemerdekaannya 47 tahun lalu, yaitu presiden yang terpilih menyerahkan kekuasaannya kepada presiden yang terpilih lainnya.