1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Polisi AS Lawan Warga Kulit Hitam

Wolfgang Dick (ml/as)23 September 2016

Aksi protes di Charlotte akibat pembunuhan seorang warga kulit hitam oleh polisi menjadi insiden serupa yang kesekian kalinya di AS. Makin kencang tudingan sikap rasisme kulit putih di negara paman Sam. Ini neracanya:

https://p.dw.com/p/1K76U
Demonstrasi di Baton Rouge (08/07/2016)
Demonstrasi di Baton Rouge (08/07/2016)Foto: Getty Images/M. Wallheiser

Peristiwa yang paling banyak menyulut kemarahan warga kulit hitam terjadi Agustus 2014. Pemicunya, seorang polisi kulit putih menembakkan 12 peluru, enam bersarang di tubuh Michael Brown (18) warga Afro-Amerika. Ia tewas di daerah pemukiman Ferguson, Missouri.

Polisi berkilah korban tidak menggunakan jalan yang ditetapkan untuk pejalan kaki. Tembakan katanya sebagai upaya bela diri, tapi faktanya Michael Brown tidak bersenjata. Kerusuhan kemudian pecah, dan buntutnya kepala polisi lokal mengundurkan diri.

Setelah insiden ini, harian "Washington Post" mulai mengumpulkan data dari FBI, polisi, kliping berita dan media sosial, dan menampilkannya dalam kalender. Setiap bulan di iahun 2016 warnanya merah yang mengindikasikan ada warga kulit hitam dibunuh polisi. Januari 2016 ada empat hari yang berwarna abu-abu, karena tidak ada yang mati akibat ditembak polisi. Tapi dalam beberapa bulan terakhir, hanya ada satu hari yang tidak merah.

Kronologi kelam penuh kematian

2014

Seorang pria 17 tahun ditembak mati di Chicago karena ia lari dari seorang polisi. Bukti berupa rekaman video dipublikasikan. Kepala polisi dipecat, dan polisi pelaku penembakan dijatuhi tuduhan pembunuhan. Bulan November seorang anak berkulit hitam berusia 12 tahun ditembak mati di Cleveland. Polisi kulit putih yang menembaknya beralasan, mengira mainan yang dipegang korban pistol sungguhan. Di Phoenix penembakan terjadi terhadap seorang warga kulit hitam, yang tidak mau mengeluarkan tangannya dari saku. Di sakunya hanya ada obat, bukan senjata.

2015

Seorang pria, 50 tahun, di South Carolina ditembak beberapa kali di punggungnya. Polisi pelakuunya dituntut akibat kasus pembunuhan. Di Baltimore pria berusia 25 tahun tewas ketika diangkut polisi, akibat cedera berat di punggung dan leher yang patah. Di Baltimore juga pecah aksi protes warga, setelah semua polisi yang terlibat dinyatakan tidak bersalah. Insiden sangat tragis terjadi di Chicago, di mana ibu dari lima anak ditembak mati oleh polisi. Di Cincinnati tembakan mematikan dilepaskan terhadap seorang pria yang mobilnya tidak dilengkapi nomor di satu sisinya. Semua korban berkulit hitam, dan semua polisi pelaku pembunuhan berkulit putih.

Polisi perempuan tembak mati warga kulit hitam tak bersenjata di Tulsa (16/09/2016)
Polisi perempuan tembak mati warga kulit hitam tak bersenjata di Tulsa (16/09/2016)Foto: picture-alliance/AP Photo/Tulsa Police Department

2016

Baton Rouge di Louisiana dan Falcon Heights di Minnesota adalah lokasi yang mewarnai kepala berita tahun ini. Seorang pria berusia 37 tahun ditembak mati dari jarak dekat, karena seorang polisi berseru, "Ia punya senjata." Faktanya pria ini tak bersenjata. Dalam sebuah pemeriksaan lalu lintas, seorang pria berusia 32 tahun, ditembak mati, ketika ia membuka laci di dashboard mobilnya untuk mengambil surat-surat yang diminta polisi. Di Tulsa, seorang polisi perempuan menembak mati pria 40 tahun yang bersandar pada mobilnya. Polisi itu menembak mati korban hanya karena alasann sepele tidak mau mengikuti perintah, dan katanya di mobil ada senjata.

Jaringan pengumpul data "Mapping Violence" sampai pada penilaian akhir, polisi AS menembak mati lima kali lipat lebih sering warga kulit hitam tak bersenjata, daripada warga berkulit putih.

Obama dalam upacara peringatan tewasnya lima polisi di Dallas (12/07/2016)
Obama dalam upacara peringatan tewasnya lima polisi di Dallas (12/07/2016)Foto: Getty Images/AFP/M. Ngan

Obama nyatakan turut berdukacita

Presiden Barack Obama Juli menyatakan kekerasan oleh polisi adalah "masalah serius". Obama bereaksi menanggapi pembunuhan terhadap dua warga Afro-Amerika. Tragedi ini bukan insiden yang terisolir satu dari lainnya, demikian dinyatakan Obama sebelumnya di Facebook. Dalam wawancara oleh sebuah media yang terutama ditonton warga kulit hitam Obama mengatakan, "Rasisme terhadap warga Afro Amerika mengakar dalam masyarakat AS".

Presiden Obama mengatakan reaklita yang ada di depan mata. Mana simpati dan tindakan yang menunjukkan ikut berdukacita? Mana tindakan tegas terhadap kekerasan oleh polisi, juga UU ketat tentang senjata? Itu dituntut aktivis gerakan "Blacklivesmatter". Dulu waktu Barack Obama baru jadi presiden, harapan warga kulit hitam dan kaum Hispanic sangat tinggi. Juga harapan perlindungan hak dan UU. Banyak dari mereka kini kecewa terhadap Obama, karena hampir tidak ada perubahan, dan Obama berpendapat situasi sudah lebih baik daripada 50 tahun lalu.

Dalam pidato-pidatonya Obama kerap meminta pengertian warga bagi tugas aparat kepolisian. Itu pekerjaan sulit dan harus dihargai. Dulu Obama selalu berkunjung secara pribadi ke daerah-daerah, di mana kerusuhan terjadi, misalnya 2008 di Philadelphia.

Tapi setelah kerusuhan di Ferguson 2014, Obama hanya mengirim Menteri Kehakiman Eric Holder. Pembicaraan dengan perwakian kepolisian lebih sering dilakukan daripada dengan aktivis. Tapi sebelum jadi presidenpun ia sudah mengatakan, tidak naiv dan berpikir optimsi, bahwa masalah pemisahan ras kulit hitam dan putih tbisa diselesaikannya dalam satu periode kepresidenan. Nyatanya dua periode masa jabatanya tidak cukup untuk tuntaskan masalah.