1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Nemu Duit di Jerman: Enaknya Diapain Ya?

Syafa Haack
5 Juni 2020

Ada dua peristiwa penting yang selalu saya ingat di tahun-tahun pertama tinggal di Jerman. Peristiwa penting itu berkaitan dengan uang. Oleh: Syafa Haack

https://p.dw.com/p/3dFaj
Symbolbild Eurozone Haushalt
Foto: picture-alliance/dpa/M. Skolimowska

Peristiwa pertama, saat saya berbelanja di supermarket dekat kampus. Saya membayar belanjaan dengan kartu ATM. Saya ingat saat itu Jumat petang. Hari yang terbilang cukup sibuk untuk berbelanja. Orang-orang biasa berbelanja di hari Jumat atau Sabtu untuk mencukupi kebutuhan hingga hari Senin. Hari Minggu hampir semua supermarket dan toko-toko di Jerman tutup. Selesai membayar saya langsung pulang. Tak berfirasat apapun bahwa beberapa hari kemudian akan mengalami kejadian yang bikin rambut saya kusut macam tak disisir satu minggu.

Memasuki hari baru setelah akhir pekan saya pergi ke sebuah toko untuk membeli sesuatu. Saat ingin membayar, rasanya detak jantung saya sesaat berhenti. Saya tak menemukan kartu ATM di dompet saya. Panik. Saya lalu batalkan pembelian barang. Sebenarnya kebiasaan membayar dengan kartu di Jerman termasuk kebiasaan yang kurang lazim. Dalam hal bayar berbayar, di Jerman ada kebiasaan cukup unik dan terbilang kuno: Orang di Jerman biasanya lebih suka membayar dengan uang tunai.

Syafa Haack
Syafa HaackFoto: Privat

Kembali ke kartu ATM saya yang tidak ada di dompet, di tengah kepanikan, saya terus berusaha mengingat segala tempat kejadian perkara yang memungkinkan kartu ATM saya parkir di suatu tempat. Otak saya berputar cepat menggulung film lama, melakukan kilas balik segala peristiwa beberapa hari ke belakang.

Ingatan saya sampai pada hari Jumat pekan sebelumnya saat saya berbelanja di supermarket. Aha..!! Saya menemukan titik terang. Saya ingat kartu ATM terakhir saya gunakan saat membayar belanjaan. Saat itu saya masukkan kartu ATM saya ke mesin kasir.

Di tengah detak jantung yang terus menderu saya bergegas menuju supermarket. Tujuan saya cuma satu: kasirnya. Saya langsung menghadap salah satu ibu petugas kasir. Saya sampaikan bahwa saya kehilangan kartu ATM. Dilanjutkan dengan kronologi bahwa beberapa hari sebelumnya saya membayar belanjaan dengan kartu ATM. Saya berharap dia bisa jadi malaikat penolong saya.

Usai mendengar kisah saya, ibu kasir merujuk saya menghadap petugas di bagian informasi. Di bagian ini saya diminta menunjukkan kartu identitas. Begitu ia membaca nama di kartu saya, ia langsung mengeluarkan kartu ATM saya. Saya merasa sayalah orang yang paling beruntung saat itu. Saat melihat kembali wujud kartu sakti yang bikin saya membatalkan acara berbelanja sebelumnya. Rupanya setelah transaksi pembayaran selesai Jumat petang itu, saya langsung melenggang pergi. Tak mencabut kartu ATM di mesin. Bergaya seperti orang kaya yang tak butuh uang. Laksana Sinterklas yang mau bersedekah membayar belanjaan orang-orang yang mengantre setelah saya dengan meninggalkan begitu saja kartu ATM di mesin.

Kebahagiaan saya mendapatkan kartu ATM saat itu sesungguhnya masih belum menghilangkan rasa panik saya. Saya tak tahu kalau kartu ATM saya hilang selama beberapa hari. Saya tak sempat memblok ATM saya. Skenario paling buruk bisa menimpa status keuangan di akun bank saya.  

Begitu kartu kembali di tangan, cepat saya cek internet banking. Sambil mulut komat kamit merapal ajian keberuntungan berikutnya. Saya langsung sujud sukur begitu tahu tak ada transaksi mencurigakan. Uang yang tersimpan di akun bank saya jumlahnya tak lebih dan tak kurang dari saldo terakhir pembayaran dengan kartu ATM saya di Jumat petang yang linglung itu.

Eingang Edeka-Supermarkt in Osnabrück
Pintu masuk ke EDEKA SupermarktFoto: Privat

Peristiwa penting kedua yang saya alami jauh lebih mujur dan membawa berkah dibanding peristiwa pertama. Masih di supermarket yang sama. Juga dalam rangka berbelanja kebutuhan sehari-hari. Namun saat itu saya tidak sendiri. Saya bersama teman dekat yang kini jadi suami saya. Dia orang Jerman dan saat itu statusnya juga masih jadi mahasiswa.

Saat kami berkeliling diantara rak-rak barang, tiba-tiba pacar saya menemukan selembar uang 50 euro tergeletak dengan manis di atas lantai. Sebuah rejeki nomplok. Apalagi untuk mahasiswa yang belum punya penghasilan. Dengan uang 50 euro kita bisa belanja selama seminggu atau sebulan kalau benar-benar ngirit. Saya langsung membayangkan akan ditraktir makan di rumah makan yang lumayan mewah dengan uang temuan itu.

Tapi impian saya tampaknya hanya manis di angan-angan. Hal pertama yang dilakukan pacar saya setelah ia tahu itu bukan uang saya dan dia, cukup bikin saya sedikit jengkel. Ia berkeliling menanyakan adakah orang-orang di seputaran supermarket itu yang kehilangan uang. Tak ada jawaban. Dia lalu pergi ke kasir melaporkan temuan uang itu. Lalu terjadilah sebuah perjanjian. Uang 50 euro itu disimpan petugas supermarket selama tiga bulan. Bila selama waktu tersebut tak ada yang mengaku kehilangan, kami boleh kembali untuk mengambil harta temuan tersebut. Pupus sudah impian saya untuk acara makan malam romantis di restoran.

Dalam perjalanan pulang setelah acara berbelanja selesai saya iseng bertanya ke pacar.

”Kenapa pake acara lapor? Toh kamu udah tanya orang-orang di sekitar dan gak ada yang mengaku kehilangan? Nunggu 3 bulan kan lumayan tuh?" sungut saya.

Pacar menjawab santai: "Di Jerman ada aturan, kalau kamu menemukan barang atau uang kurang dari 1 euro boleh langsung diambil. Di atas itu harus lapor."

Saya terdiam mendengar penjelasannya. Meski ingin rasanya terus berargumen. Tapi ah sudahlah! Lebih baik saya cari tahu lebih lanjut soal aturan menemukan uang atau barang berharga di Jerman. Di internet saya menemukan cukup banyak artikel yang mengulas soal ini. Isinya kurang lebih sama seperti yang dikatakan pacar saya saat itu. Meski dengan detail yang berbeda.

Inti dari penelusuran saya tentang penemuan barang berharga di Jerman: Kalau kamu menemukan uang atau barang senilai lebih dari sepuluh euro kamu wajib melaporkan temuan tersebut. Bila uang atau barang tersebut kurang dari 10 euro kamu boleh memilikinya dan tak perlu lapor. Kamu berhak atas uang atau barang temuan itu bila setelah enam bulan tak ada orang yang datang melapor kehilangan. Rupanya waktu yang berlaku di aturan formal lebih lama dari hasil perjanjian kami dengan pihak supermarket tempat kami menemukan uang.

Fundsache mit 50 Euro im Umschlag
Amplop isi uang kertas temuan 50 euroFoto: Privat

Dalam artikel-artikel yang saya temui juga ada ulasan lebih spesifik seperti:

1) Penemu berhak mendapat hadiah 5% dari barang temuannya bila barang tersebut berharga di bawah 500 euro. Di atas 500 euro hadiah berkurang menjadi hanya 3%.

2) Batas minimum 10 euro untuk melaporkan barang temuan tidak berlaku di kantor-kantor pemerintahan dan perusahaan transportasi seperti stasiun kereta api, bandara, atau terminal angkutan umum. Kamu harus melaporkan dan menyerahkan segala bentuk barang temuan di tempat-tempat tersebut. Bila dalam kurun waktu enam bulan tak ada orang yang melapor kehilangan, barang-barang temuan tersebut juga tidak akan jadi hak milik si penemu. Barang-barang tersebut akan dilelang dan hasilnya menjadi milik komunitas setempat.

3) Penemuan harta karun bisa dirundingkan dengan pemilik tanah sebelumnya. Untuk benda-benda bersejarah silahkan merujuk pada otoritas pemerintahan setempat.

Hari terus berlalu. Setelah kejadian penemuan uang itu saya menjalani rutinitas biasa. Meski saya tetap menghitung hari. Tepat tiga bulan setelah peristiwa itu, saya kembali mendatangi petugas supermarket. Setelah menunjukkan kartu identitas saya, petugas mengangsurkan sebuah amplop. Di atas amplop tertera tulisan:

50 €. Es wurde von ..… gefunden. Am ... Wieder auf genommen werden…

50 euro. Ditemukan oleh.... pada tanggal...  Boleh diambil kembali pada tanggal...

Ah..., yang namanya rejeki memang tak akan kemana... :)

* Penulis adalah alumni program master "Public Policy and Good Governance" Universitas Osnabrück, Jerman. Vlog di Youtube: ADS-KDS Aku di Sini Kau di Sana: www.youtube.com/channel/UCeC771ZoAcIAV1EASrHKB2A

** DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri. (hp)