Negara-negara Eropa Lanjutkan Perundingan Nuklir dengan Iran
14 Januari 2025Perwakilan dari Teheran dan kelompok "E3" yang terdiri dari Inggris, Prancis, dan Jerman minggu ini di Jenewa melakukan pembicaraan lanjutan dengan Iran. Pertemuan yang dijadwalkan berlangsung dua hari, yaitu Senin (13/1) dan Selasa (14/1), terutama akan membahas program nuklir Iran.
Inggris, Prancis, Jerman dan AS pernah mencapai kesepakatan nuklir dengan Iran tahun 2015. Namun kesepakatan itu gagal setelah Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump pada tahun 2018 menarik diri. Tapi Inggris, Prancis dan Jerman bersikukuh tetap mempertahankan kesepakatan itu.
Bulan Desember lalu, Jerman, Inggris, dan Prancis merilis pernyataan yang menyatakan "kekhawatiran yang sangat besar" atas kapasitas pengayaan (uranium) di Iran. "Kami sangat mendesak Iran untuk membatalkan langkah-langkah ini dan segera menghentikan eskalasi nuklirnya," kata pernyataan itu.
Pernyataan itu muncul setelah Rafael Grossi, kepala pengawas nuklir dari Badan Tenaga Atom Internasional IAEA, melaporkan Iran memperkaya uranium hingga kemurnian 60%, mendekati tingkat 90% yang dibutuhkan untuk memproduksi senjata nuklir.
Minggu lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan, percepatan program nuklir Iran "membawa kita semakin dekat ke titik puncaknya," seraya menambahkan bahwa mitra Uni Eropa dalam kesepakatan nuklir harus mempertimbangkan penerapan kembali sanksi jika tidak ada kemajuan dari Teheran dalam mengatasi masalah tersebut.
Iran bantah penilaian Prancis
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Esmail Baghaei menyebut pernyataan Macron "tidak berdasar", dan menuduh Prancis tidak mematuhi kewajibannya berdasarkan kesepakatan nuklir. Iran berulangkali membantah bahwa mereka bermaksud memproduksi senjata nuklir, dan mengklaim kegiatan nuklir mereka bersifat "damai" dan "dalam kerangka hukum internasional."
Esmali Baghaei mengatakan, "berbagai macam" topik akan dibahas di Jenewa, termasuk masalah nuklir. "Tujuan utama pembicaraan ini adalah untuk mencabut sanksi,” katanya.
Kementerian Luar Negeri Prancis pada hari Kamis menyatakan, pembicaraan tersebut merupakan upaya menuju "solusi diplomatik untuk program nuklir Iran, yang kemajuannya sangat bermasalah."
"Ini merupakan kelanjutan dari pembicaraan yang kami lakukan pada bulan Desember," kata Baghaei.
Bulan Desember lalu, perwakilan Iran dan E3 bertemu untuk melakukan pembicaraan tertutup mengenai kesepakatan nuklir, dengan sedikit rincian yang dibagikan selain pernyataan Kementerian Luar Negeri Iran bahwa pembahasan tersebut bersifat "progresif."
Tekanan politik dalam negeri di Iran
Kesepakatan nuklir Iran secara resmi telah berakhir pada Oktober 2024. Presiden Prancis Emmanuel Macron minggu lalu mengatakan: "Dalam beberapa bulan mendatang, kita harus bertanya pada diri sendiri apakah akan menggunakan ... mekanisme untuk memulihkan sanksi," kata Macron minggu lalu, mengacu pada tanggal kedaluwarsa pada bulan Oktober.
Mekanisme ini akan memungkinkan para penandatangan kesepakatan nuklir untuk menerapkan kembali sanksi PBB yang lebih keras terhadap Iran. Dalam pernyataan pada Juni 2024 yang menanggapi laporan IAEA mengenai program nuklir Iran, E3 mengatakan bahwa pengembangan nuklir Iran yang berkelanjutan merupakan hal yang "belum pernah terjadi sebelumnya" bagi negara yang tidak memiliki program senjata nuklir. Pernyataan itu juga mengatakan Iran memiliki uranium yang diperkaya dalam jumlah "yang signifikan."
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah berupaya menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran dan dilaporkan hampir berhasil pada tahun 2022, tetapi pembicaraan itu gagal dan negosiasi sejak saat itu tidak membuahkan hasil.
Nazila Golestan, aktivis politik yang berbasis di Paris, pada bulan Desember mengatakan kepada DW, melemahnya pengaruh regional Iran dan meningkatnya kerusuhan dalam negeri membuat rezim tersebut berada dalam posisi yang rentan. "Pemerintah menghadapi krisis ganda: menurunnya otoritas di dalam negeri dan berkurangnya kekuasaan di luar negeri. Tekanan-tekanan ini dapat memaksa Iran untuk mengambil sikap yang lebih lunak dalam negosiasi internasional," katanya.
Pembicaraan di Jenewa dilakukan seminggu sebelum Donald Trump dilantik sebagai Presiden AS. Pemerintahann Trump diperkirakan akan mengambil sikap keras terhadap Iran dan program nuklirnya.
Diadaptasi dari artikel DW bahasa Inggris.