1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikMyanmar

Myanmar Perpanjang Keadaan Darurat Selama Enam Bulan

1 Agustus 2022

Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional junta militer Myanmar menyetujui perpanjangan keadaan darurat selama enam bulan mendatang.

https://p.dw.com/p/4EwQV
Kudeta militer Myanmar pada 1 Februari 2021
Junta militer Myanmar telah menindak oposisi setelah penggulingan Aung San Suu KyiFoto: AFP via Getty Images

Junta militer Myanmar akan memperpanjang keadaan darurat di negaranya selama enam bulan lagi, media resmi pemerintah Myanmar melaporkan pada hari Senin (01/08).

Junta militer Myanmar pertama kali mengumumkan keadaan darurat negaranya setelah merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dalam kudeta pada Februari tahun lalu.

Pemimpin junta Myanmar Min Aung Hlaing meminta pemerintah militer untuk "mengizinkannya bertugas selama enam bulan lagi," dilansir dari laporan surat kabar Global New Light of Myanmar.

Dalam laporan tersebut, anggota Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional junta Myanmar dengan suara bulatnya mendukung keputusan tersebut.

Keadaan darurat sejak 2021

Keadaan darurat pertama kali diumumkan pada Februari 2021, setelah kudeta menggulingkan pemerintahan Suu Kyi. Junta Myanmar mengatakan pemilihan umum akan diadakan, dan keadaan darurat akan dicabut pada Agustus 2023.

Namun, keraguan muncul dan mempertanyakan apakah pemilihan perlu diberlangsungkan atau tidak. Militer Myanmar menuduh adanya kecurangan pemilu 2020, yang dimenangkan oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi. Namun, kelompok pemantau pemilu tidak menemukan bukti kecurangan Suu Kyi yang telah ditahan sejak kudeta dan menghadapi berbagai tuduhan.

Sejak pengambilalihan tersebut, telah terjadi aksi penentangan keras terhadap perbedaan pendapat dan kebebasan pers. Pada hari Sabtu (30/07), seorang jurnalis video Jepang ditahan oleh pasukan keamanan di Myanmar saat meliput protes terhadap pemerintahan militer Myanmar di Yangon, ungkap aktivis pro-demokrasi.

Pemerintah Jepang pada hari Senin (01/08) kemudian mengkonfirmasi bahwa salah satu warganya telah ditangkap di Myanmar, dan Tokyo menyerukan pembebasan jurnalisnya tersebut.

kp/ha (AFP, Reuters)