1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

MK Tolak Pembubaran Lembaga Sensor Film

Zaki Amrullah30 April 2008

Mahkamah Konstitusi menolak uji materiil atas Undang Undang Perfilman yang diajukan sejumlah pekerja film dari Masyarakat Film Indonesia.

https://p.dw.com/p/DrAW
Selain oleh LSF, organisasi-organisasi di Indonesia juga kerap memaksa agar film-film tertentu ditarik dari peredaran.
Selain oleh LSF, organisasi-organisasi di Indonesia juga kerap memaksa agar film-film tertentu ditarik dari peredaranFoto: AP

Mahkamah Konstitusi (MK) menyimpulkan bahwa Lembaga Sensor Film LSF sudah tidak sesuai dengan semangat zaman. Tetapi Mahkamah Konstitusi menolak menghapuskan pasal-pasal yang mengatur keberadaan lembaga ini, seperti tuntutan Masyarakat Perfilman Indonesia. Dalam putusannya, Majelis Hakim MK hanya memerintahkan agar Lembaga Sensor Film mengubah pola sensornya yang selama ini diterapkan serta merekomendasikan pembentukan Undang Undang Perfilman yang baru yang lebih sesuai dengan semangat demokrasi dan penghormatan HAM. Seperti diungkapkan Ketua MK Jimly Asshidiqie.

Uji materi Undang Undang Perfilman ini diajukan sejumlah pekerja film yang tergabung dalam Masyarakat Film Indonesia karena menganggap sensor film bertentangan dengan kebebasan berekspresi yang dijamin dalam konstitusi. MFI juga menuntut pembubaran Lembaga Sensor karena tidak memiliki ukuran yang jelas. Lantas bagiamana mereka menanggapi putusan ini? Abduh Aziz dari Masyarakat Film Indonesia mengatakan:

“Ada hal yang menarik dari putusan itu, yaitu bahwa ada semacam semangat untuk mengubah, ada amanat untuk memperbaiki peraturan perundang-undangan yang lebih demokratis dan menghormati HAM. Itu suatu kemenangan tersendiri buat kami tetapi walaupun putusan itu keluar, tapi apa yang kami cita-citakan sebagai bentuk penghargaan pilihan penonton akan akan kita perjuangkan melalui model model lembaga klasifikasi yang akan terus kami gulirkan.”

Sebaliknya, Lembaga Sensor Film menganggap dingin putusan ini. Ketua LSF Titi Said menolak menyebut perbaikan apa saja yang akan disiapkan oleh lembaganya untuk menjawab putusan MK ini.

Selain, diramaikan oleh kehadiran puluhan Laskar Muslim, sidang untuk memutuskan nasib Lembaga Sensor Film ini, juga diwarnai oleh pendapat berbeda oleh hakim Konstitusi Laica Marzuki, yang mengusulkan agar metode sensor diganti dengan mendirikan lembaga klasifikasi film berdasarkan usia, karena dianggap lebih menghormati hak asasi manusia.

“Sensor film telah menghambat dan menghalangi hak setiap orang mengeluarkan fikiran melalui lisan dan tulisan sebagaimana termaksud, dalam pasal 28 UUD 45. artinya kreatifitas yang diekspresikan melalui hasil cipta film terpasung oleh mesin sensor. LSF sudah saatnya dibubarkan, Bumi tidak bakal berhenti beredar tatkala LSF dibubarkan.” (ap)