1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

MigrantCare: Pemerintah Dulu Tolak Perangi Iklan TKI Online

20 September 2018

Pemerintah sempat menganggap praktik perdagangan buruh Indonesia sebagai komoditas seperti iklan sedot WC, sehingga tidak perlu dianggap serius, tutur Anis Hidayah dari MigrantCare. Bagaimana situasinya saat ini?

https://p.dw.com/p/35DWv
Calon Tenaga Kerja Wanita asal Indonesia sedang mengikuti masa persiapan sebelum penempatan
Calon Tenaga Kerja Wanita asal Indonesia sedang mengikuti masa persiapan sebelum penempatanFoto: picture-alliance/dpa/M. Irham

Singapura akhirnya membekukan izin operasional milik agen pekerja rumah tangga yang mencoba menjual Tenaga Kerja Indonesia secara online. Praktik tersebut dinilai melanggar UU Ketenagakerjaan Singapura lantaran "merendahkan martabat" manusia.

Saat ini negeri jiran menampung sekitar 250.000 buruh asing yang kebanyakan bekerja sebagai PRT. Lantaran regulasi yang ketat, kondisi kerja buruh migran di Singapura tergolong jauh lebih baik ketimbang di negara lain.

Meski demikian Indonesia yang mewakili porsi terbesar dalam jumlah tenaga kerja asing di Singapura diklaim kurang aktif menanggulangi masalah perdagangan manusia yang marak di sektor ini. Hal tersebut disampaikan Anis Hidayah, Kepala Studi Migrasi di MigrantCare, dalam wawancaranya dengan Deutsche Welle.

Anis Hidayah dari Migrant Care
Anis Hidayah dari Migrant CareFoto: Anis Hidayah

Berikut kutipannya.

Bagaimana iklan online buruh migran bisa dikategorikan sebagai perdagangan manusia?

Karena sebenarnya iklan di Singapura adalah bagian dari rangkaian bagaimana perdagangan manusia bekerja, seperti dengan memasarkan mereka layaknya komoditas. Masalahnya adalah ini tidak hanya terkait jaringan di Singapura, tetapi juga di Indonesia. Jadi siapa sesungguhnya bagian dari sindikat di Indonesia. Kemudian siapa juga di tempat lain, karena jaringan perdagangan manusia terkoneksi dari satu negara ke negara lain secara bilateral, regional bahkan internasional. Nah kalau pemerintah Singapura mau melakukan investigasi, mestinya penyelidikannya harus sampai tuntas sehingga ketahuan siapa jaringannya. Dan mestinya pemerintah Indonesia menindaklanjuti dengan menyelidiki jaringan-jaringan perdagangan manusia yang terkoneksi di dalam negeri.

Ini bukan kasus pertama di mana buruh migran Indonesia diperdagangkan layaknya komoditas?

Bukan kasus pertama. Dulu tahun 2006, bahkan di Singapura, tidak hanya ada iklan online, tetapi juga di Mall ada pekerja migran kita yang ditawarkan secara offline. Jadi mereka dijajar seperti barang dagangan di sebuah Mall di Singapura. Bahkan ada iklan penjualan apartemen yang menjanjikan dua pekerja rumah tangga migran asal Indonesia secara gratis. Jadi fenomena ini sudah lama.”

Bagaimana perdagangan buruh secara online bisa berimplikasi kepada keselamatan kerja mereka?

Jika ada pihak, entah itu majikan atau industri, yang merekrut buruh dari praktik online seperti itu, mereka punya ruang dan kesempatan untuk mengeksploitasi buruh sedemikian rupa karena sejak awal diperlakukan layaknya komoditas.

Baca Juga:Indonesia Tuntut Singapura Usut Kasus Perdagangan TKI via Toko Online 

Kalau fenomena ini sudah tumbuh sejak lama, kenapa hingga sekarang masih merajalela?

Pemerintah Indonesia tidak pernah serius ketika dulu muncul iklan-iklan itu. Saya masih ingat tahun 2012 ada iklan di Malaysia yang menawarkan 'TKI now on Sale', jadi buruh migran diobral 40%. Saat itu pemerintah tidak melayangkan protes diplomatik, melainkan hanya mengatakan bahwa iklan itu serupa iklan sedot WC, jadi tidak perlu dianggap serius."

Apakah fenomena serupa pernah terjadi pada buruh migran dari negara lain?

Ya tapi tidak seberulang seperti terhadap pekerja migran Indonesia. Saya masih ingat buruh Filipina juga pernah diperdagangkan dengan cara serupa di Singapura, sekitar tahun 2006. Pemerintah Filipina langsung mengirimkan nota protes dan iklannya ditarik.  Ini artinya pemerintah masih dipandang lemah. Saya kira baru kali ini lho pemerintah melayangkan nota protes diplomatik ketika ada iklan ini. Sebelum-sebelumnya kan tidak ada.

Kalau melihat profil buruh yang diperdagangkan di toko online Singapura, sebagian sudah memiliki pengalaman di luar negeri yang artinya memiliki rekam jejak yang tercatat dalam registrasi sentral milik pemerintah. Bagaimana mereka bisa jatuh ke dalam jerat perdagangan manusia?

Dugaan ada dua, satu yakni dengan metode perekrutan langsung di Indonesia oleh agen Singapura. Tapi ada juga dugaan lainnya, bahwa ada mata rantai berupa agen di Indonesia yang memasok ke Singapura. Nah inilah yang harus diselidiki pemerintah.

Apakah proses perekrutan di Indonesia berlangsung secara ilegal?

Tidak hanya ilegal, bisa juga lewat cara-cara legal. Tapi dalam kasus di Singapura, kalau masih diiklankan, artinya kan belum ada kontrak kerja yang jelas. Padahal persyaratan penempatan adalah kontrak kerja yang menyebut di mana mereka akan bekerja, artinya sudah ada majikan.

Wawancara oleh Rizki Nugraha

Anis Hidayah adalah anggota dewan direksi dan Kepala Pusat Studi Migrasi di MigrantCare.