1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialIndonesia

Menko PMK Klarifikasi soal 'Korban Judi Online Dapat Bansos'

Detik News
18 Juni 2024

Menko PMK Muhadjir Effendy mengklarifikasi pernyataannya mengenai 'korban judi online jadi penerima bansos'. Ia menekankan bukan pelaku judi online yang menerima bansos, melainkan keluarga pelaku yang menjadi korban.

https://p.dw.com/p/4hAzJ
Menko PMK RI Muhadjir Effendy
Menko PMK RI Muhadjir EffendyFoto: Firdaus Wajidi/AA/picture alliance

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, mengklarifikasi perkataannya yang dia rasa telah disalahpahami publik, yakni soal 'bansos untuk korban judi online'. Dia menjelaskan, maksud sebenarnya adalah bansos untuk keluarga yang tidak ikut berjudi tapi menjadi miskin akibat judi online. Akankah penjelasan Muhadjir mengakhiri polemik yang kadung menyeruak?

Mari menyimak kembali perkataan pertama Muhadjir soal ini, yakni saat dia berbicara kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/6) lalu. Dia menyampaikan dampak dari judi online kini makin mengkhawatirkan. Muhadjir mengatakan pihaknya akan terlibat dalam penanganan judi online dari sisi dampaknya.

Muhadjir memberikan contoh dampak dari judi online yakni banyak masyarakat yang menjadi miskin. Pihaknya melakukan penanganan dengan memasukkan data warga tersebut ke dalam penerima bansos.

"Ya termasuk banyak yang menjadi miskin baru itu menjadi tanggung jawab kita, tanggung jawab dari Kemenko PMK. Kita sudah banyak memberikan advokasi mereka yang korban judi online ini misalnya kemudian kita masukkan di dalam DTKS sebagai penerima bansos ya. Kemudian mereka yang mengalami gangguan psikososial kemudian kita minta Kemensos untuk turun untuk melakukan pembinaan dan memberi arahan," ujar Muhadjir saat itu.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Kontroversi menyeruak. Banyak yang tidak terima kalau pejudi online masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Memang ada yang kurang jelas di sini, yakni terminologi 'korban judi online'. Penafsir bisa saja memaknai 'korban judi online' itu sebagai 'pejudi online' itu sendiri.

Lantas bila begitu asumsinya, maka bagaimana mungkin seorang pejudi yang merupakan 'pelanggar hukum' kemudian dianggap sebagai 'korban'? Bila benar pejudi adalah 'korban', pertanyaan yang bisa saja muncul adalah: Pejudi itu 'korban' dari kesalahan siapa? Sebenarnya, siapa yang salah dari munculnya judi online? Apakah pejudi itu sendiri atau sesuatu di luar kuasa pejudi itu?

Keterangan dari Muhadjir nantinya barangkali akan menjernihkan kekeruhan dalam terminologi 'korban judi online' ini.

Disoroti MUI hingga wakil rakyat

Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut menyorot. MUI menilai wacana tersebut tidak tepat dan perlu dikaji ulang. MUI memaknai bahwa pihak yang diberi bansos itu adalah pelaku perjudian itu sendiri, alias 'korban judi' adalah 'pejudi' itu. Tidak ada di luar itu. Maka, peruntukan bansos ke pejudi tidak bisa diterima MUI.

"Kita juga harus konsisten ya, di satu sisi kita memberantas tindak perjudian, salah satunya adalah melakukan langkah-langkah preventif. Di sisi yang lain, harus ada langkah disinsentif bagaimana pejudi justru jangan diberi bansos," kata Ketua MUI Bidang Fatwa Prof Asrorun Niam Sholeh dilansir Antara, Sabtu (15/6).

Niam menilai bansos yang diberikan kepada pejudi berpotensi digunakan kembali untuk berjudi. Ia menekankan tidak ada istilah korban dari judi online ataupun kemiskinan struktural akibat dampak judi daring, karena berjudi, menurutnya, merupakan pilihan hidup pelakunya.

"Masa iya kemudian kita memprioritaskan mereka? Tentu ini logika yang perlu didiskusikan. Kalau tahu uangnya terbatas untuk kepentingan bansos, prioritaskan justru orang yang mau belajar, orang yang mau berusaha, orang yang gigih di dalam mempertahankan hidupnya, tetapi karena persoalan struktural dia tidak cukup rezeki. Ini yang kita intervensi, jangan sampai kemudian itu nggak tepat sasaran," ujarnya.

Wakil rakyat juga mengkritisi. Ketua Komisi VIII DPR RI, Ashabul Kahfi, menilai usulan (Ashabul menilai ini sebagai usulan, bukan laporan atas hal yang sudah dilakukan pemerintah) bansos untuk pejudi online perlu dipertimbangkan.

Lebih lanjut, dia memandang upaya tersebut belum tentu bisa memberhentikan kebiasaan berjudi. Ashabul mengaku hingga kini masih belum ada solusi untuk meniadakan judi online di Indonesia ini. Yang diperlukan adalah penegakan hukum, bukan bansos.

"Kedua, efektivitas dalam menghentikan judi online. Memberikan bantuan sosial tidak serta-merta menghentikan kebiasaan berjudi. Diperlukan pendekatan yang lebih holistik, termasuk edukasi, pencegahan, dan rehabilitasi bagi para korban judi online. Kami perlu memastikan adanya program-program yang komprehensif untuk mengatasi akar masalah judi online," kata Ashabul Kahfi kepada wartawan, Sabtu (15/6).

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka juga menyoroti, seharusnya ada parameter jelas penentuan pihak yang dapat masuk DTKS. Tidak semua orang yang kalah judi online kemudian pantas masuk DTKS, karena esensi yang terpenting adalah pihak penerima bansos dalam DTKS itu adalah golongan miskin. Tidak semua orang yang kalah judi kemudian bisa dikategorikan miskin.

"Tapi variabelnya bukan karena kalah judi online terus bantuan, kalah judi online nggak bisa jadi parameter, kan sudah ada parameternya sendiri," tutur Diah Pitaloka.

Klarifikasi Muhadjir

Menko PMK Muhadjir Effendy mengklarifikasi pemahaman publik atas pernyataannya mengenai 'korban judi online jadi penerima bansos'. Muhadjir menekankan, bukan pelaku judi online yang menerima bansos melainkan keluarga pelaku yang menjadi korban.

"Ini mohon dipahami betul, sekali lagi korban judi online itu bukan pemain, pejudi, tapi keluarga yang dirugikan secara finansial, material maupun psikologis, dan kalau dia sampai jatuh miskin maka itu yang mendapatkan bantuan sosial," kata Muhadjir Effendy usai salat Idul Adha di Gedung Pusat Dakwah PP Muhamamdiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (17/6/2024).

Jadi jelas, maksud dari istilah 'korban judi online' bukanlah 'pejudi' itu sendiri, melainkan 'pihak lain yang terdampak oleh perilaku si pejudi', yakni keluarga pejudi yang jatuh miskin meski tidak ikut berjudi.

Muhadjir menyebut keluarga pelaku itu pun tidak serta merta langsung mendapatkan bansos. Tapi, keluarga yang menjadi korban penjudi online juga harus melewati verifikasi sesuai kriteria penerima bansos dari Kementerian Sosial (Kemensos). Untuk 'pejudi' itu sendiri, Muhadjir menyatakan pihak itu adalah pelaku kriminal.

"Karena itu para pelaku baik itu pemain maupun bandar itu adalah pelanggar hukum dan harus ditindak dan itu lah tugas Siber, Satgas Penumpasan Judi Online itu menjadi tugas utama mereka. Dan saya mendapatkan penjelasan dari Menkominfo, walaupun saya belum terima SK-nya itu kan nanti saya menjadi Wakil Pengarah, Ketua Pengarahnya adalah Pak Menko Polhukam kan," kata Muhadjir.

Lantas, apakah penjelasan Muhadjir tersebut bakal mampu mengakhiri polemik? (gtp/gtp)

Baca artikel selengkapnya di: DetikNews

Bansos untuk Keluarga Terdampak Pejudi Online, Akankah Akhiri Polemik?