1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Meninjau Keragaman Hayati

Koesoemawiria, Edith16 Mei 2008

Penutupan Kongres Planet Diversity ditandai dengan penolakan terhadap teknik genetika dalam pertanian.

https://p.dw.com/p/E1Oa
Tolak Teknologi GenetikaFoto: DW / Helle Jeppesen

Lima hari lamanya para pakar dan aktivis LSM mancanegara membahas masa depan pertanian serta berbagai tantangan yang dihadapi dalam penyediaan pangan sehat. Secara khusus mereka menyorot peluang dan kemungkinan alternatif, yang tentunya sesuai dengan seruan Kongres Planet Diversity: lokal, beragam dan bebas teknik genetika, atau GMO.

Temuan utama peserta kongres adalah bahwa pertanian yang mengusung ketiga prinsip tadi, tak mungkin eksis berdampingan dengan pertanian yang mempromosi tehnik genetika. Hal itupun tertera dalam Manifesto Planet Diversity yang dipresentasikan hari Jumat (16/05) di akhir pertemuan.

Organisator Kongres, Benny Haerlin pendiri Yayasan Pertanian Masa Depan, yang menentang teknik genetika pada benih menjelaskan: “Kami menuntut CBD untuk menegakan moratorium terhadap tumbuhan yang secara genetika telah dimodifikasi sebagai agenda perundingan. Selain itu kami menuntut, dihormatinya moratorium yang diberlakukan selama sepuluh tahun terakhir untuk benih-benih yang secara genetika telah disterilkan.”

Baik penelitian maupun kenyataan di lapangan membuktikan, benih tumbuhan yang secara genetika dimodifikasi dapat menyebar ke lahan lain dan memusnahkan bibit lokal yang asli. Bila bibit tersebut sudah disterilkan maka perusahaan yang memiliki hak patennya, juga memiliki monopoli atas benih itu. Keberatan selain itu adalah penggunaan pangan hasil teknik genetika yang bisa berpengaruh buruk pada kesehatan. Padahal tidak ada perusahaan yang bersedia untuk bertanggung jawab atas dampaknya.

Menunjuk kepada perusahaan-perusahaan itu, aktivis Lingkungan India, Vandana Shiva mengeluhkan, “Dulu mereka berjanji akan tersedia lebih banyak pangan dan lingkungan hidup yang lebih terpelihara. Tapi yang kita lihat adalah kebalikannya. Nyatanya hanya ada empat negara utama yang menghasilkan empat produk pokok: kedelai, jagung, katun dan sejenis bunga matahari untuk produksi BBM nabati. Kemudian ada satu perusahaan yang menguasai 95 persen pasar benih atau bibit hybrida.”

Shiva menuding produsen biogas berusaha menutupi tujuan sebenarnya. Ia ingatkan, kiprah perusahaan-perusahaan multinasional inilah yang dulu merupakan penyebab utama perubahan iklim. Kini, mereka kembali bersedia menghancurkan keragaman hayati di perkebunan dan pertanian demi memenuhi bahan-bakar industri besar dan mengeruk untung sebanyak-banyaknya. Padahal monokultur pertanian membuat rakyat di dunia ketiga bertambah miskin.

Kembali Benny Haerlin, “Kami mengharapkan CBD untuk menempatkan keragaman hayati dan mempertahankan seluruh kebijakan mengenai keragaman hayati dalam ranah publik. Tidak ada alasan untuk memiliki paten atas kehidupan, tidak alasan yang masuk untuk menswastakan kehidupan, seperti yang sedang diupayakan oleh industri tehnik genetika dan petrokimia saat ini.”

Hari Senin (19/05) di Bonn, CBD atau Konferensi Perlindungan Lingkungan Hidup dan Keragaman Hayati PBB akan dimulai. Konferensi ini akan dihadiri sekitar 5000 peserta delegasi dari sedikitnya 190 negara di penjuru dunia.