Mengapa Thailand dan Kamboja Bentrok Soal Pulau Koh Kood?
7 Januari 2025Ratusan ribu wisatawan melakukan perjalanan setriap tahun ke pulau Koh Kood, atau Ko Kut, di Teluk Thailand. Pulau terbesar keempat di Thailand ini di kalangan wisatawan asing mungkin tidak sepopuler Phuket atau Koh Samui, namun relevansinya semakin meningkat — dan bukan hanya karena pulau ini kini menjadi pusat perselisihan internasional.
Pulau ini diyakini memiliki cadangan gas dan minyak yang sangat besar. Eksploitasi energi terhenti, karena Kamboja mengklaim sebagian wilayah tersebut. Kini, dengan meningkatnya permintaan energi di kedua negara Asia Tenggara tersebut, konflik rebutan pulau Koh Kood semakin meluas.
Akar perselisihan ini sebenarnya sudah ada sejak era kolonial. Pada awal tahun 1900-an, Prancis menguasai wilayah yang dikenal sebagai Indochina, yang terdiri dari beberapa koloninya yang juga mencakup Kamboja saat ini.
Pada tahun 1904, penguasa kolonial Indochina menyerahkan Koh Kood kepada Thailand, yang saat itu masih bernama Siam. Masalah perbatasan tersebut kemudian diselesaikan dengan Perjanjian Perancis-Siam pada tahun 1907.
Pada tahun 1972, Indochina tidak lagi berfungsi dan Kamboja mengklaim batas maritim di sisi wilayah kedaulatannya berdasarkan perjanjian tersebut, termasuk bagian selatan pulau Koh Kood. Thailand tidak setuju, dan menyatakan pihaknya menguasai seluruh pulau itu.
Tita Sanglee, analis independen di Thailand, mengatakan definisi perbatasan Kamboja dalam perjanjian itu kontroversial. "Klaim Kamboja berakar pada penafsiran yang berbeda terhadap perjanjian tersebut. Perlu dicatat bahwa perjanjian tahun 1907, seperti perjanjian-perjanjian lain pada masanya, dimaksudkan untuk membahas batas-batas daratan, bukan laut. Inilah sebabnya penafsiran Kamboja menjadi kontroversial,” katanya kepada DW.
Diselesaikan antara keluarga penguasa?
Pada tahun 2001, pemerintah Thailand mencapai nota kesepahaman mengenai klaim yang tumpang tindih, dimana Perdana Menteri saat itu Thaksin Shinawatra membahas pembagian keuntungan dari sumber daya energi Koh Kood dengan Hun Sen dari Kamboja.
Kaum nasionalis Thailand marah dengan tawaran Thaksin kepada Kamboja, dan bersikeras bahwa Thailand tidak boleh menyerahkan tanah atau sumber daya apa pun kepada tetangganya. "Perselisihan yang muncul saat ini adalah karena pemerintah Thailand dan Kamboja, keduanya untuk pertama kalinya menyatakan ingin melanjutkan perundingan perbatasan maritim. Kedua belah pihak ingin memanfaatkan cadangan energi di kawasan yang belum dimanfaatkan, karena mereka menghadapi kenaikan biaya impor energi,” kata Tita.
Saat ini, Thailand diperintah oleh Paetongtarn Shinawatra, putri Thaksin Shinawatra. Kamboja dipimpin oleh Hun Manet, putra Hun Sen. Ikatan pribadi antara keluarga penguasa tampaknya kuat, dan bagi banyak nasionalis Thailand, ini alasan untuk khawatir.
"Yang mengkhawatirkan bagi banyak warga Thailand adalah semakin eratnya hubungan pribadi antara kepemimpinan Thailand dan Kamboja saat ini. Hal ini menimbulkan skeptisisme mengenai mengapa perundingan tampaknya berjalan begitu cepat,” kata Tita.
"Ada banyak pertanyaan yang belum terselesaikan, termasuk status Koh Kood. Berdasarkan standar internasional, pulau itu milik Thailand.”
Aktivis dan penentang kompromi mendapat tekanan
Kedua pemerintah tampaknya bekerja sama dengan baik dalam apa yang oleh para pengkritiknya disebut sebagai represi transnasional – para aktivis dan pengkritik pemerintah yang melarikan diri melintasi perbatasan, cenderung tidak mendapat perlindungan baik di Kamboja maupun Thailand.
Pada bulan November, Thailand mendeportasi enam aktivis Kamboja, yang sebagian besar telah diakui sebagai pengungsi di bawah Komisi Tinggi Pengungsi PBB. Mereka didakwa melakukan makar karena mengkritik pemerintah Kamboja.
Namun Mark S. Cogan, profesor studi perdamaian & konflik di Universitas Kansai Gaidai di Jepang, memperingatkan, sejarah hubungan antara kedua negara panjang dan beragam, dan bahwa "pertanyaan kedaulatan” selalu menjadi pusat konflik antara Bangkok dan Phnom Penh.
"Perselisihan wilayah mempunyai kenangan panjang di kalangan nasionalis Thailand,” dan ini tetap menjadi isu yang sangat penting "baik di luar pemerintahan maupun di dalam pemerintahan,” jelasnya.
"Ini situasi yang sulit,” kata Tita Sanglee. "Jika pemerintah Kamboja menerima bahwa Koh Kood adalah milik Thailand, mereka harus menghadapi kemarahan kaum nasionalis di dalam negeri. Namun jika ada bagian dari kedaulatan Koh Kood yang dikompromikan, masyarakat Thailand tidak akan tinggal diam. Saya pribadi memperkirakan akan terjadi kebuntuan.”
Diadaptasi dari artikel DW bahasa Inggris