1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

"Mengapa Masih Ada Terorisme?"

15 April 2009

Akhir November 2008 rentetan aksi teror di Mumbai menewaskan lebih dari 150 orang. Mulai hari Rabu (15/4) satu-satunya pelaku yang masih hidup diadili di Mumbai. Bagaimana situasi sekarang di Mumbai?

https://p.dw.com/p/HXWy
Ajmal Amir Kasab, tersangka peristiwa Mumbai yang berhasil ditangkap polisi IndiaFoto: AP

Lalu lintas di depan hotel Taj Palace di Mumbai kadang lancar atau macet total. Seperti biasanya. Dari tembok luar gedung hotel yang sudah tua itu tidak nampak, bahwa November tahun lalu api berkobar di gedung itu.

Selama tiga hari penuh warga India mengalami teror. Teroris bersenjata tersebar di seluruh kota. Mereka membantai warga sipil, kemudian menciduk sandera, lalu bersembunyi di hotel bintang lima dan terjadi baku tembak sengit dengan polisi.

26 November 2008, pemerintah India berhasil menemukan kode yang berkaitan langsung dengan teror dan peristiwa 11 September di New York. Kini kehidupan di kota Mumbai bisa dibilang kembali normal. Namun itu tidak berarti bahwa penduduknya melupakan peristiwa itu. Seorang warga Mumbai memaparkan:

„Kejadian itu betul-betul menakutkan. Kini kami tahu, tidak ada orang yang aman. Saya juga ingin melihat hotel itu. Saya tidak hanya ingin melihat kerusakan pada gedung hotel. Akan tetapi kerusakan yang disebabkan kejadian itu di kepala orang-orang. Peristiwa itu meninggalkan luka yang sangat dalam pada orang-orang India."

Ada seorang yang berusaha melupakan masa lalu dan ingin hidup untuk masa kini, namun tidak berhasil. Ia bernama Yadav. Pada tanggal 26 November lalu kakaknya mengantarnya ke stasiun kereta api, saat itu aksi pembantaian baru saja terjadi:

„Mulanya kami tidak melihat apa-apa. Lalu terdengar suara tembakan. Kemudian saya melihat kakak saya jatuh. Saya teriak minta tolong. Situasi saat itu sangat kacau."

Sebuah peluru menembus kepala kakak Yadav. Peluru itu ditembakkan oleh salah seroang teroris yang kini diadili di Mumbai. Begitu juga rekan-rekannya. Setelah mengalami koma selama 17 hari, kakaknya Yadav meninggal dunia. Yadav tidak dapat melupakan suara-suara dan gambar peristiwa itu:

„Rasanya, selaput mata saya seakan-akan selalu menampilkan gambar-gambar itu. Kalau saya pergi ke stasiun kereta api, saya selalu teringat dengan kejadian itu."

Yadav memperoleh ganti rugi sekitar 20.000 Euro. Untuk seorang tukang becak jumlah itu sangat banyak. Namun, uang tidak dapat menghilangkan kesedihan dan mimpi buruk:

„Pemerintah ini tidak melakukan apa-apa untuk kami. Jika betul, seperti yang telah dikatakan pemerintah sudah bertindak, mengapa masih ada terorisme?"

Secara terbuka Yadav mengaku, bahwa ia masih merasakan dendam. Sebuah perasaan yang dapat disalahgunakan secara politis. Dugaan bahwa aksi teror itu berasal dari Pakistan, sudah tidak diragukan lagi. Pertanyaannya, bagaimana menanganinya? Apalagi, di India sedang berlangsung pemilihan parlemen. Kelompok oposan selalu menyerang pemerintah sekarang, yang dianggapnya terlalu lemah menghadapi teroris dan Pakistan. Namun kelompok moderat memperingati, jangan sampai terjadi perang, karena hal ini diincar oleh teroris. Apakah nantinya setelah perang Mumbai akan menjadi lebih aman ? Seorang pemilik warung di Mumbai mengeluhkan:

„Orang-orang yang berkunjung ke sini semakin berkurang. Jumlah ini lebih sedikit dari yang sebelumnya".

Sejak kejadian itu angka pengunjung Hotel Taj yang megah itu merosot. Tembok tebalnya tidak berhasil menahan granat dan peluru para teroris.

Kai Küstner / Andriani Nangoy

Editor: Hendra Pasuhuk