1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PanoramaIndonesia

Mencari Rumusan Tepat Merajut Nama

8 Juni 2022

Tidak semua nama bagus cocok dipakai di masa kini, ujar praktisi pembuat nama. Anusapati contohnya, jika tidak dipanggil lengkap seluruhannya bisa merujuk bagian tubuh tertentu.

https://p.dw.com/p/4CMrm
Seorang laki-laki menggendong bayi
Ilustrasi orang tua dan bayinyaFoto: Anna Omelchenko/Panthermedia/imago images

Baru-baru ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerbitkan peraturan tentang pemberian nama anak agar sesuai prinsip norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Nama tersebut antara lain harus mudah dibaca, tidak bermakna negatif, tidak multitafsir, jumlah huruf paling banyak 60 huruf termasuk spasi dan paling sedikit dua kata.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan bahwa ini adalah salah satu langkah untuk melindungi anak. Peraturan ini muncul lantaran banyak orang yang memiliki nama dengan satu huruf, bermakna negatif, bertentangan dengan norma kesusilaan, dan berpengaruh negatif pada kondisi anak.

Sebenarnya adakah patokan atau rumus khusus untuk merangkai sebuah nama?

Psikolog Rose Mini Agoes Salim mengatakan pemberian nama memang seharusnya dipikirkan baik-baik karena punya dampak besar dalam kehidupan anak. Nama seharusnya bukan cuma susunan kata tanpa makna atau kata-kata fenomenal agar viral, ujarnya

"Kemampuan anak dalam perkembangan diri dan harga dirinya itu dipengaruhi oleh nama. Jadi kalau dia diberi nama ejekan (bermakna negatif), maka akan berpengaruh pada perkembangan dan kepercayaan dirinya," ucap perempuan yang dipanggil Romi kepada DW Indonesia.

Pemilihan nama sebaiknya juga memperhatikan beberapa pertimbangan tertentu, seperti perkembangan zaman, tidak terlalu panjang atau pendek, atau bisa juga berkaca dari pengalaman psikologis orang tua.

"Nama juga bisa membentuk konsep diri. Artinya, dengan nama yang diberikan, anak harus bisa melihat gambaran siapa dirinya, kemudian dia melihat evaluasi dirinya dengan gambaran tersebut. Kalau evaluasinya bagus maka self-esteem dia akan bagus dan sebaliknya," kata Romi.

Dari Matahari hingga Raja

Merangkai sebuah nama yang penuh makna memang tidak mudah. Jika Romi menggunakan 'rumus' psikologi sesuai dengan perkembangan anak, Yosef Kelik, konsultan nama di Sleman, Jawa Tengah, membantu para orang tua meracik nama menggunakan 'hitung-hitungan' rima dan makna.

Pria yang biasa disapa Kelik ini menjalani bisnis peracikan nama di bawah naungan merek Astunamisae. Nama yang ia racik berasal dari bahasa Jawa kuno, Jawa anyar (baru), Indonesia, dan Sansekerta. Selain itu ia juga mengambil nama dari tokoh wayang, raja-raja Jawa, tokoh mitologi Yunani dan Romawi, sampai nama Santo dan Santa dalam agama Katolik.

Tidak ada unsuk klenik terlibat dalam proses ini. Kelik lebih fokus pada pilihan kata dan rima yang sesuai dengan makna yang diharapkan keluarga. Selama menjalankan bisnisnya sejak 2019 lalu, dia mengatakan bahwa kata-kata dengan makna 'matahari' dan 'raja' sampai nama yang mirip dengan cucu atau anak Presiden Jokowi, banyak jadi incaran orang tua.

Tidak semua nama bagus bisa dipakai

"Kalau dipikir-pikir, sebenarnya bukan saya yang membuatkan nama. Karena semuanya sesuai permintaan orang tua. 'Kan ide dasarnya dari mereka. Saya hanya bantu mereka buat menerjemahkannya melalui kata-kata, nantinya yang memutuskan juga orang tuanya," kata Kelik yang sering diminta meracik nama merek, perusahaan, restoran, klinik, sampai mobil antik. 

Proses peracikan nama oleh Kelik akan dimulai setelah klien memilih paket harga sesuai pilihan dan jumlah nama yang diinginkan. Kelik akan memberikan berbagai daftar pertanyaan yang harus diisi orang tua. Pertanyaan inilah yang akan memandunya untuk meracik nama buat anak.

Hanya saja ada beberapa 'pantangan' yang ia hindari. Salah satunya, menghindari penggalan kata yang bisa berkonotasi vulgar atau tidak senonoh meskipun memiliki makna yang bagus, misalnya Anusapati. Anusapati sebenarnya memiliki sejarah yang baik sebagai Raja Tumapel. Namun, ketika suku katanya dipenggal akan memberikan rujukan pada bagian tubuh tertentu.

Selain itu, kisah hidup sang tokoh juga bakal jadi rujukan. Dia tidak akan memilih nama tokoh dengan kisah hidup yang tragis.

"Orang tua pasti punya preferensi tertentu untuk meracik nama. Tapi sering kali ada yang memilih nama tokoh dengan kisah hidup yang tragis, saya bakal tanya lagi ke mereka. Kalau memang keukeuh mau pakai itu ya saya tetap buatkan," kata Kelik kepada DW Indonesia.

Jangan sampai 'keberatan'

Kelik juga mengungkapkan, saat meracik nama, dia juga memakai kata-kata yang dianggapnya tak bakal menjadi beban buat anak.

Beragam nama dari tokoh Jawa ataupun pewayangan memang sering dianggap terlalu berat, baik dari segi pelafalan, penulisan, bahkan makna. Menyadari hal ini, Kelik tidak begitu saja mengikuti penulisan aksara nama tokoh sesuai asli ataupun yang paling paling baku. Buatnya, kemudahan sebuah nama untuk dituliskan dan diucapkan menjadi satu kunci utama.

"Yang sering dilupakan orang sekarang karena orientasinya sudah mengakrabi teks dan alfabet, mereka sering lupa bahwa bahasa itu pada dasarnya diucapkan. Bahkan dulu untuk membaca juga diucapkan keras-keras. Jadi cara membaca itu harus lebih dicermati ketimbang cara menulisnya," kata Kelik. 

Salah satu cara untuk memudahkan pengucapan dan penulisan, kata Kelik, adalah memilih nama dengan menggunakan bahasa utama yang digunakan oleh keluarga. Tujuannya agar makna nama sang anak lebih 'nyambung.'

Kelik selalu menyerahkan panjang pendeknya nama kepada orang tua, namun standar yang diberikannya berkisar antara 2-4 kata agar tidak terlalu pendek atau panjang. Tujuannya agar tidak menyulitkan saat mengurus dokumen dan saat ujian.

Sementara Ni Kadek Hellen Kristy Winatasari, konsultan nama dari Restructure Nama di Bali, mengatakan bahwa tiga kata untuk sebuah nama adalah ideal.

"Idealnya 3 kata. Tiga kata ini menggambarkan tiga jenjang kehidupan, masa kecil, masa remaja produktif, dan masa pensiun. Kalau lebih panjang itu tanggung jawabnya juga lebih besar," ujar perempuan dengan nama panggilan Heleni ini.

Kala orang dewasa ganti nama

Heleni juga lebih fokus pada hitung-hitungan kecocokan nama dengan tanggal lahir dan juga jam lahir seseorang. Beberapa orang meyakini penghitungan ini akan memengaruhi peruntungan mereka. Karenanya, klien Heleni pun banyak dari kalangan orang dewasa yang ingin mengubah nama mereka.

Beberapa motivasi mengganti nama antara lain agar mendapat kehidupan yang lebih beruntung atau hoki, enteng jodoh, karier yang lebih berkembang, sampai hidup jauh dari sial. Beberapa orang juga mengganti nama lantaran sekadar ikut-ikutan tren. 

Ni Kadek Hellen Kristy Winatasari konsultan nama dari Bali
Ni Kadek Hellen Kristy Winatasari, konsultan nama di Bali, mengganti nama panggilannya dari Helen ke HeleniFoto: Privat

Tidak cuma nama panjang, banyak juga yang sekadar ingin mengganti nama panggilannya. Dia sendiri sempat mengganti nama panggilannya yang semula Helen menjadi Heleni, sebuah nama dengan penambahan satu huruf yang ia yakini memberikan dampak besar dalam kehidupannya.

Bahkan, kata Heleni, penambahan atau pengurangan satu kata dalam nama juga bakal memberikan 'power' yang berbeda buat hidup seseorang. Nama juga diyakininya bakal memberikan vibrasi yang kuat kepada kehidupan seseorang.

Dalam proses pembuatan sesuai hitung-hitungan keberuntungan, Heleni juga mengaku tidak punya ritual khusus karena mnurutnya ini tidak berhubungan dengan agama atau hal mistis tertentu. "Ini tidak ada hubungannya dengan agama tertentu, karena pada dasarnya semua agama itu menyarankan untuk memberikan nama yang baik," katanya.

"Paling tidak, tidak nama yang aneh-aneh, antara konsonan dan vokal seimbang, tidak mengandung arti yang tidak baik dari segi mana pun dari berbagai bahasa," ujar Heleni. (ae)

C. Andhika S. Detail, humanis, dan tidak ambigu menjadi pedoman saya dalam membuat artikel yang berkualitas.