1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Memperingati 20 Tahun Referendum Timor Timur

30 Agustus 2019

Setiap tanggal 30 Agustus menjadi hari yang bersejarah bagi masyarakat Timor Leste. Karena pada tanggal tersebut tepat 20 tahun yang lalu, referendum Timor Timor dilaksanakan, yang berujung pada kemerdekaan bangsa.

https://p.dw.com/p/3OjUq
Ost Timor UN Freiwillige Wahlhelfer
Proses jajak pendapat di Timor Timur.Foto: UN

Tepat 20 tahun yang lalu, menjadi hari bersejarah bagi seluruh rakyat Timor Leste. Sejarah mencatat, pada tanggal 30 Agustus 1999, Timor Leste memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui pelaksanaan referendum kemerdekaan.

Setelah pengumuman hasil referendum, yang secara telak dimenangkan pendukung opsi kemerdekaan, kerusuhan di Timor Timur (namanya pada saat itu) pecah. Kelompok milisi bersenjata yang didukung oleh kalangan TNI mengamuk dan membumihanguskan kota Dili dan tempat-tempat lain. Sejarah mencatat sekitar 1.400 orang menjadi koban tewas dan menyebabkan 300.000 orang harus mengungsi ke Atambua. Hal tersebut pun menyebabkan kredibilitas Indonesia di mata internasional tercoreng, karena ketika itu Republik Indonesia yang menjamin keamanan selama pelaksanaan referendum.

Bagi warga setempat, inilah hasil perjuangan dan perjalanan panjang nan berat untuk bisa lepas dari kekuasaan militer Indonesia dan akhirnya membentuk negara Timor Leste yang merdeka dan berdaulat.

Timor Leste, negara termuda anggota PBB yang terletak di bagian timur Pulau Timor dengan luas 15.007 km2, sebelumnya adalah jajahan Portugal di era kolonialisme dan dikenal dengan nama Timor Portugis. Namun atas perjuangan Front Revolusioner untuk Timor Leste Merdeka (FRETILIN), pada tanggal 28 November 1975 kawasan itu mendeklarasikan kemerdekaan dari Portugal.

Tetapi perjuangan itu harus dibayar mahal, karena 9 hari kemudian, Indonesia di bawah pimpinan Soeharto, melakukan invasi militer yang berujung dengan aneksasi atau penggabungan secara paksa wilayah Timor Leste ke wilayah Indonesia. Soeharto melihat adanya momentum tersebut dengan memanfaatkan situasi Timor Leste yang sedang terpecah antara kelompok sayap kiri dan sayap kanan. Maka bagian timutr pulau Timor itu pun akhirnya dideklarasikan sebagai provinsi terbaru Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Indonesia menyerang Timor Leste dengan operasi militer yang dikenal sebagai Operasi Seroja, operasi militer terbesar yang pernah dilakukan tentara Indonesia. Ribuan pasukan dikerahkan untuk menyerbu dan merebut Kota Dili dan menghancurkan FRETILIN pun menderita kekalahan. Sekitar 15.000 tentara Indonesia kemudian dikerahkan untuk mengamankan kota kedua terbesar, Baucau. Tanggal 27 Juli 1976, Indonesia resmi mendeklarasikan Timor Timur sebagai provinsi ke-27.

Jose Alexandre "Xanana" Gusmao neuer Präsident von Osttimor
Xanana Guamao, tokoh karismatik perjuangan Timor Leste, akhirnya terpilih sebagai presiden pertama negara yang resmi berdiri 20 Mei 2002 ituFoto: AP

Referendum kemerdekaan

Berakhirnya rezim Soeharto pada tahun 1998 menjadi kabar gembira bagi rakyat Timor Timur. Apalagi setelah tuntutan referendum yang mereka suarakan ditanggapi Presiden Indonesia B.J. Habibie, yang mengajukan rencana referendum kepada Sekretaris Jenderal PBB, Kofi Annan, melalui surat resmi pada tanggal 27 Januari 1999. Dalam pernyataannya, Habibie mengatakan subsidi moneter yang diberikan pemerintah Indonesia selama ini tidak sebanding dengan manfaat yang didapat dan Timor Timur, yang dulunya bukan bagian dari Indonesia. Itulah pertimbangan untuk mengusulkan referendum di bawah koordinasi PBB.

Tangal 5 Mei 1999, PBB mengadakan pertemuan di New York dengan pemerintah Indonesia dan pemerintah Portugis untuk membahas pelaksanaan referendum Timor Timur.

Akhirnya pada tanggal 30 Agustus 1999, referendum dilaksanakan dan rakyat Timor Timur disodori dua pertanyaan, yaitu opsi 1: Apakah Anda menerima otonomi khusus untuk Timor Timur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia? dan opsi 2: Apakah Anda menolak otonomi khusus yang diusulkan untuk Timor Timur, yang menyebabkan pemisahan Timor Timur dari Indonesia?”

Mantan juru bicara Pemerintah RI dalam pelaksanaan jajak pendapat di Timor Timur, Dino Patti Djalal, mengatakan ada  banyak pelajaran berharga yang bisa diambil dari kejadian tersebut. Antara lain, kurangnya masa persiapan sampai pelaksanaan referendum.

"Dalam timeline sempit yang dipaksakan ini, polarisasi antar kelompok semakin tajam, konflik horizontal di lapangan semakin sengit dan situasi semakin panas. Akhirnya banyak kalkulasi yang salah, yang berakhir dengan tragedi. Saya pribadi berpandangan jajak pendapat di Timor Timur perlu waktu persiapan paling tidak 2 tahun — bukan 4 bulan,” kata Dino Patti Djalal sebagaimana dikutip dari Liputan6.com.

Saat dihubungi DW Indonesia, aktivis Amnesty International Indonesia, Papang Hidayat, menyampaikan bahwa referendum Timor Timur merupakan konsekuensi dari resolusi-resolusi PBB yang menyerukan akan hak menentukan nasib sendiri selama 24 tahun terakhir. “Momentum krisis ekonomi 1997 dan reformasi politik Mei 1998 kemudian memfasilitasi keputusan Pemerintah RI untuk menggelar referendum di Timor Timur dengan pengawasan PBB,” paparnya.

Referendum Timor Timur dilaksanakan oleh UNAMET (United Nations Mission in East Timor) yang dibentuk oleh PBB. Hasilnya: dari total 438.968 suara sah, sebanyak 344.580 suara (78,50%) memilih opsi merdeka, sedangkan 94.388 suara (21,50%) memilih opsi tetap bergabung dengan Indonesia. Tingkat partisipasi dalam referendum sangat tinggi,  mencapai 98,6% dari seluruh pemilih terdaftar yang tercacat 451.792 orang. Dengan hasil tersebut  Timor Timur resmi lepas dari kekuasaan Indonesia dan untuk sementara berada di bawah otoritas PBB.

Pada tanggal 20 Mei 2002 negara Timor Leste secara resmi dideklarasikan sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Tokoh perjuangan pembebasan Xanana Gusmao terpilih sebagai presiden pertama.

Memperingati 20 tahun referendum, hari Kamis (29/08) pemerintah Timor Leste meresmikan jembatan sepanjang 540 meter yang diberi nama Jembatan B.J. Habibie dekat Dili. Nama Habibie digunakan sebagai bentuk penghargaan serta penghormatan rakyat dan pemerintah Timor Leste terhadap jasa presiden ke-3 Republik Indonesia itu dalam jalan panjang kemerdekaan Timor Leste.

Bildergalerie Indonesien Banda Aceh 1999 70 Jahre indonesische Streitkräfte Ost Timor
Anggota FALINTIL, pasukan bersenjata gerakan kemerdekaan FRETILIN yang berperang bertahun-tahun melawan tentara Indonesia, berpawai dapa deklarasi kemerdekaan Timor Leste, 20 Mei 2002Foto: picture-alliance/dpa/Choo

Insiden Papua

Dalam wawancara dengan jurnalis DW Ayu Purwaningsih di sela-sela acara Religions for Peace di Lindau, Jerman, mantan Presiden Timor Leste Jose Manuel Ramos-Horta mengatakan, Indonesia sekarang adalah salah satu negara paling demoratis  dan terbuka di Asia Tenggara, terlepas dari konflik-konflik yang ada. "Ada konfrontasi, ada ketakutan, tetapi demokrasi dan toleransi tetap berlaku di Indonesia. Mereka harus melanjutkan dialog agama, mereka harus mengatasi ketegangan di masyarakat, harus menjaganya dari pengaruh Jamaah Islamiyah dan ISIS,” tutur Horta.

Berkaca dari sejarah Timor Leste, Ramos Horta mengimbau Presiden Joko Widodo untuk mengatasi konflik yang ada di Papua secara hati-hati dan dengan menggunakan pendekatan yang humanis.

"Di mana pun juga di dunia, kita sebaiknya tidak menggunakan kekuatan militer atau uang dalam mengatasi konflik. Masalah mereka berasal dari hati, pikiran dan perasaan atau jiwa. Papua memiliki masalah berkaitan dengan perasaan, pikiran dan jiwa, jadi bukan ekonomi yang menjadi permasalahan,” kata penerima hadiah Nobel Perdamaian ini.

Kepada DW Indonesia, aktivis HAM dari Human Rights Watch, Andreas Harsono, menanggapi tuntutan referendum yang tengah disuarakan para demonstran di Papua beberapa hari terakhir ini. Andreas menjelaskan persoalan yang terjadi Timor Timur dulu berbeda dengan yang terjadi di Papua kini. Sejak tahun invasi 1975 hingga referendum tahun 1999, Timor Timur tidak pernah diakui dalam sidang PBB sebagai bagian dari Indonesia. “Papua Barat beda dengan Timor Timur karena pada 1969, Sidang Umum PBB memenuhi lebih dari 2/3 suara dari seluruh negara anggota PBB. Ia membuat Papua Barat resmi menjadi wilayah Indonesia,” jelas Andreas.

Lindau Interreligiöses Treffen im Allgäu Jose Ramos Horta
Jose Ramos HortaFoto: DW/Ayu Purwaningsih

Bagaimana kondisi Timor Leste sekarang?

Ramos Horta mengatakan, setelah 20 tahun referendum, situasi di Timor Leste sangat baik. Kondisi hubungan antara Indonesia dan Timor Leste juga dirasa sangat baik. Hal ini terbukti dari berbagai kerja sama di bidang politik, pendidikan, ekonomi, serta tingginya angka kunjungan orang antara kedua negara.

"Ini adalah hubungan yang baik, dan juga tak lepas dari keberhasilan kepemimpinan politik kita. Kami mempromosikan rekonsiliasi di antara orang-orang Timor Leste, yang terpecah di masa lalu. Kemudian ada normalisasi dan rekonsiliasi dengan Indonesia,” jelas Horta.

Benediktus Prabowo, pria asal Jakarta yang saat ini menempuh studi pasca sarjana di Vrije Universiteit Brussels, Belgia, menceritakan pengalamannya berkunjung ke Timor Leste bulan Mei 2019 lalu. Benediktus sempat mengunjungi beberapa wilayah yang ada di Timor Leste.

Indonesien |  Benediktus Prabowo | Timor Leste
Benediktus Prabowo (kanan), berfoto bersama penduduk lokal saat mengunjungi Timor LesteFoto: privat

Berdasarkan interaksinya dengan warga lokal, Benediktus Prabowo menilai saat ini masyarakat Timor Leste sudah berdamai dengan Indonesia. "Warga Timor Leste sudah melewati masa sakit hati dengan Indonesia. Demonstran pro-demokrasi Timor Leste pernah ditembak secara berentet dan besar-besaran di sekitar pemakaman Santa Cruz, yang dikenal juga sebagai insiden Santa Cruz,” katanya.

"Saya meyakini masyarakat Timor Leste memiliki dasar yang ramah terhadap satu sama lainnya dan memiliki rasa kebersamaan yang sangat kental.”

rap/ap/hp (dari berbagai sumber)