1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Media Masa Thailand Semakin Diintimidasi oleh Pemerintah

29 Oktober 2005

Karena pemerintah Thailand dan dunia bisnisnya takut akan kritikan dari media masa, tidak cukup mereka melindungi dirinya dengan menutup stasiun radio atau menekan jurnalis satu persatu saja. Para jurnalis khawatir, apakah kebebasan pers masih terjamin di bawah pemerintahan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra?

https://p.dw.com/p/CJgC
Supinya Klangnarong, pengamat pers Thailand
Supinya Klangnarong, pengamat pers ThailandFoto: AP

Siapa saja yang berani mengritik pemerintah Thailand atau Perdana Menterinya Thaksin Shinawatra, dapat dituntut ganti rugi jutaan Baht. Seperti yang dialami pengamat pers Supinya Klangnarong. Sebabnya ia mengatakan, perusahaan Shin. Corp. sejak dipegang keluarga Thaksin mulai tahun 2001, keuntungannya melijit. Shin Corp. menuntut ganti rugi 400 juta Baht atau sekitar 8 juta Euro dari Supinya Klangnarong. Dengan alasan, citra perusahaanya rusak di mata masyarakat, karena dituduh mengambil keuntungan dari Thaksin yang menjabat sebagai perdana menteri.

Supinya Klangnarong: „Saya sendiri sudah melewati puncak dari proses kasus. Tidak lama lagi saya akan divonis, namun proses kasus lain baru dimulai. Sementara itu, di Thailand tuduhan fitnah semakin merebak.“

Misalnya beberapa waktu yang lalu, Thaksin mengumumkan akan menggugat seorang presenter terkenal yang sekaligus raja media Sondhi Limthongkul, karena telah memfitnah. Gara-garanya dalam acaranya yang ditayangkan 9 September lalu, Sondhi mengutip sebuah artikel koran yang menyatakan, Thaksin bersikap tidak loyal terhadap kerajaan Thailand. Memang tema ini di Thailand sensitif sekali. Thaksin merasa terhina karena pernyataan itu dan Sondhi digugat ganti rugi sekitar 500 juta Baht atau 10 juta Euro. Sondhi sendiri tidak membantah gugatan itu, malah melontarkan kritikan baru:

„Di masa lalu, sama sekali tidak ada kejadian yang betul-betul menganggu saya, kecuali situasi sekarang. Dulu, di zaman pemerintahan diktatur peraturan permainan sangat jelas, yang ada hanya hitam atau putih. Sedangkan sekarang, katanya kita hidup demokratis. Yang pasti, konstitusi Thailand yang diperbaharui tahun 1997 itu adalah konstitusi yang paling bagus. Tetapi untuk dapat menerapkannya dengan tepat, diperlukan seorang perdana menteri yang berbudi baik serta bermoral jujur. Namun, sayang sekali perdana menteri kita tidak demikian.“

Contoh lain, meskipun harian berbahasa Inggris „Bangkok Post“ menarik kembali beritanya yang mengatakan, pada landasan di bandara internasional Suvarnabhumi ada retakan yang harus diperbaiki, harian tersebut tetap digugat, karena dianggap telah merusak nama baik pelabuhan udara itu dan Bangkok Post dituntut ganti rugi 20 juta Euro. Kepala Redaksi Penerbit Post-Publishing Pichai Chuensuksawadi mengakui kesalahan hariannya dan membayar ganti rugi tersebut, namun ia memperingatkan adanya tren baru. Menurutnya, tuntutan-tuntutan itu bertujuan menghukum, bukan untuk mencari keadilan.

Tidak semua harian mempunyai uang untuk membayar tuntutan ganti rugi. Terutama harian-harian yang omsetnya sedikit. Persatuan pers Thailand telah mengambil inisiatif membentuk „Dana Pers“ untuk membantu harian kecil, agar dapat membayar tuntutan ganti rugi.