1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
TravelGlobal

Masa Depan Haji dan Umrah di Era Digital setelah Pandemi

2 Juni 2022

Memesan paket perjalanan secara digital oleh sebagian kalangan dianggap efisien dan hemat. Namun, bagi banyak calon jemaah haji dan umrah, cara ini masih sulit diadaptasi. Bagaimana di Indonesia?

https://p.dw.com/p/4C9tp
Jamaah umroh berdoa di Ka'bah saat Ramadan 2021
Jamaah umroh berdoa di Ka'bah saat Ramadan 2021Foto: Amr Nabil/AP/picture alliance

Sebelum pandemi COVID-19, jumlah wisatawan muslim internasional mencapai 160 juta orang di tahun 2019. Setelah sempat terpuruk, sektor pariwisata diharapkan kembali dapat tumbuh positif pada tahun 2023.

Dengan bergeliatnya perjalanan wisata, para penyelenggara perjalanan haji dan umrah pun mulai berharap dapat memulihkan kondisi bisnis mereka. Beberapa mulai mengadakan fasilitas pemesanan perjalanan secara digital untuk mempermudah urusan administrasi dan pembelian tiket untuk haji dan umrah.

Fazal Bahardeen, pendiri CrescentRating Halal Trip yang memberikan rating keramahan hotel-hotel terhadap kebutuhan pariwisata halal, mengatakan wisatawan muslim diproyeksikan mencapai 140 juta tahun 2023 dan akan kembali ke level sebelum pandemi pada 2024.

Masih belum siap beralih ke digital

Namun, peralihan ke cara digital yang oleh beberapa kalangan dianggap lebih efisien dan hemat waktu, ternyata masih sulit diterima banyak orang. Di antaranya sejumlah calon jemaah haji dan umrah.

Mohammed Binmahfouz, pendiri dan CEO Umrahme, perusahaan platform penyedia paket perjalanan umrah beserta layanan visa mengakui bahwa mengubah kebiasaan pelanggan adalah tantangan terbesar bagi perusahaannya.

Perusahaan yang berkantor pusat di Dubai, Uni Emirat Arab, sejak 2018 telah memperkenalkan konsep perjalanan umrah secara digital kepada pelanggannya, seperti memesan paket perjalanan melalui telepon pintar atau lewat platform digital.

Namun menurutnya, banyak pelanggan yang tidak menyambut perubahan ini dan bahkan cenderung menolak, ujar Mohammed Binmahfouz dalam acara Halal in Travel - Global Summit 2022.

Ia mengakui bahwa buat pelanggan yang terbiasa bertemu orang lain atau berbicara lewat telepon untuk memesan tiket, berubah ke aplikasi atau platform digital yang minim interaksi manusia dirasa sulit. 

"Kita harus mendengarkan pendapat dari ekosistem di sektor ini. Pelanggan langsung punya banyak kemauan, sedangkan perusahaan agen perjalanan wisata ingin terima jawaban yang efisien dan mudah untuk pelanggannya," terang Mohammed Binmahfouz, Rabu (01/06).

Umrahme memiliki pengguna aktif platform sekitar 11.000 sampai 15.000 orang di 15 negara seperti Pakistan, India, dan Indonesia. Para pelanggannya ini tentu punya preferensi berbeda, seperti misalnya saat menyediakan menu katering.

Bagaimana dengan di Indonesia?

Firman Taufik, Sekretaris Jenderal Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH), mengatakan bahwa masih butuh waktu bagi sebagian jamaah Indonesia untuk beralih dari konvensional ke digital. Karena itu menumbuhkan rasa percaya jamaah menjadi pekerjaan utama para pelaku usaha penyelenggara umrah dan haji.

"Transaksi dalam jumlah besar misalnya umrah 20 juta rupiah. (Jamaah) ngecek dulu kantornya ada tidak," kata Firman kepada DW Indonesia seraya menambahkan bahwa biaya haji sekitar 10.000 dollar Amerika Serikat atau sekitar 140 juta rupiah. Bila jamaah sudah melihat kantor dan kenal dengan pemilik perusahaan, mereka akan mau bertransaksi secara digital.

Firman tidak memungkiri jamaah Indonesia masih lebih nyaman datang langsung ke kantor.

"Generasi mesin ketik masih di atas 70%. Belum melek digital. Itu baru di kota besar ya, kalau di kota-kota kecil boro-boro berdigital-ria," kata Firman.

Pendapat serupa juga disuarakan oleh Zaky Zakaria Anshari, Ketua Bidang Umrah Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI). Dia mengatakan bahwa pendaftaran umrah atau haji di Indonesia berdasarkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap tokoh pemilik perusahaan penyelenggara umrah dan haji.

Menurutnya, orang Indonesia belum siap secara kultur dan kebiasaan untuk mendaftarkan perjalanan ibadah mereka secara minim tatap muka. Bagi perusahaan-perusahaan di sektor serupa, setidaknya butuh waktu 5 sampai 10 tahun mendatang bagi jamaah untuk terbiasa dengan sistem digital.

Transformasi digital

Zaky yang juga CEO PT. Khazzanah Al-Anshary telah mendigitalisasi layanan di perusahaannya sejak sekitar tiga atau empat tahun lalu. Perusahaan naungannya menawarkan aplikasi dan website yang memudahkan jamaah untuk berangkat umrah dan haji.

"Masih perlu sosiasilisasi. (Peran) digital cukup signifikan. Kami punya moto berangkat umrah semudah beli pulsa," ujar Zaky kepada DW Indonesia. 

HIMPUH juga mengedukasi anggotanya agen-agen perjalanan umrah dan haji mengenai transformasi digital pada tahun 2017. Firman menambahkan bahwa pemanfaatan digital akan sangat membantu pebisnis di sektor ini memotong biaya operasional. Alih-alih menyewa kantor berukuran besar, pemilik perusahaan dapat memanfaatkan kantor virtual menggunakan alamat kantor perusahaan, kata Firman.

Proses pemulihan rentan terganggu

Sebelum pandemi, jumlah wisatawan muslim di seluruh dunia diprediksi 230 juta orang pada 2026, dengan nilai perputaran uang diperkirakan mencapai USD 225 miliar, kata Fazal Bahardeen dari CrescentRating HalalTrip. Namun, proyeksi ini terpaksa harus mundur sampai pada tahun 2028.

"Proses pemulihan ini rentan terganggu oleh beberapa hal seperti perang yang terus berlanjut di Ukraina, kenaikan harga bahan bakar, dan ancaman kesehatan seperti varian cacar monyet atau COVID-19," tutur Fazal di acara yang sama. Acara ini diadakan baik secara luar jaringan maupun dalam jaringan sejak 31 Mei hingga 2 Juni 2022 di Singapura.

Menurut Fazal, teknologi adalah salah satu kunci utama selain kegiatan sosial, kondisi lingkungan, dan demografi sebagai faktor pendorong bangkitnya sektor pariwisata setelah pandemi COVID-19. Perkembangan teknologi akan terus mengubah cara wisatawan untuk merencanakan perjalanan wisata mereka, tambahnya.

Menargetkan generasi Z

Fazal mengingatkan bahwa 27,2% dari total 1,46 miliar populasi umat muslim dunia adalah generasi Z dan sekitar 67% umat muslim dunia bermukim di Asia.

Ia mengutip hasil riset Mastercard-CrescentRating Global Muslim Travel Index 2022 yang memperkirakan jumlah umat muslim di seluruh dunia akan mencapai 2,3 miliar pada tahun 2030 atau sekitar 27% dari jumlah populasi dunia di tahun itu.

"Umat muslim yang berusia di bawah 40 tahun sekitar 70% dengan rataan umur 25 tahun," kata Fazal.

Sementara Mohammed Binmahfouz mengatakan bahwa generasi muda di masa mendatang adalah pengguna utama platform-platform digital. Karenanya, mereka menjadi kunci peralihan penyenggaraan perjalanan umrah lewat platform digital.

Menurutnya, sebelum pandemi Kerajaan Arab Saudi menyambut sekitar 7,5 juta jamaah umrah. Sedangkan pada tahun ini, negara yang dipimpin Mohammed bin Salman itu telah membuka pintu untuk sekitar 1,6 juta umrah walaupun angkanya masih belum final, ucapnya.

Ia pun memperkirakan jumlah wisatawan yang akan berkunjung ke Arab Saudi mencapai 30 juta orang. Umat muslim yang datang ke Arab Saudi ini tidak hanya untuk tujuan ibadah, tapi juga berwisata ke tempat-tempat menarik di negara tersebut, dia menambahkan.

"Ini akan menjadi kerja keras bagi kami. Namun, kami yakin proses digitalisasi, mengembangkan teknologi akan menjadi kunci utama mencapai target 30 juta umat muslim di tahun 2023," kata Mohammed Binmahfouz. (ae)

Kontributor DW, Leo Galuh
Leo Galuh Jurnalis berbasis di Indonesia, kontributor untuk Deutsche Welle Indonesia (DW Indonesia).