1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tokoh Oposisi Belarus Mengaku Diancam Dibunuh Petugas

11 September 2020

Maria Kolesnikova mengaku diancam oleh petugas keamanan yang mengatakan bahwa dia akan diusir dari negaranya dalam keadaan "hidup atau hancur." Kini dia berencana mengambil tindakan hukum terhadap otoritas Belarus.

https://p.dw.com/p/3iJSQ
Belarus Maria Kolesnikova
Tokoh oposisi Belarus, Maria KolesnikovaFoto: picture-alliance/dpa/Sputnik/E. Odinokov

Tokoh oposisi terkemuka Belarus, Maria Kolesnikova, mengatakan bahwa petugas keamanan membekap kepalanya dengan kantong dan mengancam akan membunuhnya. Ancaman itu muncul ketika petugas mencoba untuk mendeportasi Kolesnikova secara paksa ke Ukraina pekan ini, demikian menurut pernyataan sang pengacara.

Kolesnikova mengatakan dia benar-benar khawatir akan keselamatannya. "Secara khusus dinyatakan bahwa jika saya tidak meninggalkan Republik Belarus secara sukarela, maka saya akan dibawa keluar, hidup atau hancur. Ada juga ancaman untuk memenjarakan saya hingga 25 tahun," katanya.

Kolesnikova akhirnya mencegah upaya pengusirannya dengan merobek paspornya. Ia sekarang ditahan dan terus diinterogasi.

Ia berencana untuk mengambil tindakan hukum terhadap otoritas Belarus. Dia menuntut agar komite investigasi negara itu memulai penyelidikan kriminal terhadap polisi keamanan KGB dan GUBOPiK, kementerian urusan dalam negeri Belarus. Permintaannya, yang ditujukan kepada ketua komite, Ivan Noskevich, telah disampaikan oleh pengacara Lyudmilla Kazak.

Dipaksa meninggalkan Belarus

Dalam pernyataannya, tokoh oposisi ini menceritakan rangkaian peristiwa pada 7 dan 8 September, termasuk di dalamnya tentang penculikannya oleh pria bertopeng, adanya tekanan psikologis, ancaman pembunuhan, dan upaya paksa untuk mendeportasinya.

"Selama ditahan secara ilegal…dengan menggunakan setiap kesempatan, saya memberi tahu petugas yang lewat bahwa saya telah diculik, dan meminta mereka untuk memberi tahu pengacara dan ayah saya tentang keberadaan saya,“ katanya.

"Setelah petugas KGB menyadari bahwa saya tidak akan meninggalkan Belarus secara sukarela, mereka membekap kepala saya dengan kantong, mendorong saya ke dalam minibus dan membawa saya ke perbatasan Belarus-Ukraina, di mana mereka mencoba untuk mengusir saya secara paksa dari Republik Belarus," lanjutnya.

"Setelah saya merobek paspor, yang kemudian menggagalkan saya masuk ke Ukraina, saya kembali dimasukkan ke dalam minibus dan dibawa ke fasilitas perbatasan Mozyr, di mana saya tinggal sampai malam tanggal 8 September. Maka dari itu, pejabat GUBOPiK dan yang tercantum di atas dan KGB Republik Belarus telah melakukan sejumlah tindak pidana terhadap saya."

Lukashenko menolak mengundurkan diri

Sebelumnya, ratusan ribu pengunjuk rasa turun ke jalan sejak pemilihan presiden yang berlangsung pada 9 Agustus lalu. Menurut hasil resmi pemilihan, Presiden petahana Alexander Lukashenko menang telak. Para pengunjuk rasa mengklaim pemungutan suara itu dicurangi, dan menuntut Lukashenko untuk mundur.

Lukashenko telah menindak para pengunjuk rasa dan menolak untuk berbicara dengan oposisi. Pada hari Kamis (10/09), dia menegaskan kembali bahwa dia tidak akan mengundurkan diri.

"Saya ingin memberi tahu Anda seperti layaknya seorang pria ... Orang-orang sering mengecam saya: 'Dia tidak akan menyerahkan kekuasaan.' Mereka berhak mengecam saya. Orang-orang tidak memilih saya untuk ini, "kata Lukashenko saat melantik kepala jaksa yang baru. "Kekuasaan tidak diberikan untuk diambil, dibuang, dan diserahkan begitu saja," tambahnya.

rap/gtp (Reuters, tut.by)