1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Manusia Berbahaya bagi Bumi?

Tanja Küchle
10 November 2023

Jumlah energi yang diperlukan manusia saat ini tidak terbayangkan di abad sebelumnya. Bersamaan dengan itu, manusia merusak sumber hidup esensial. Untuk keperluan apa saja energi itu dan bagaimana batasi kerusakannya?

https://p.dw.com/p/4YO5A
Illustration | Exoplanet K2-18b
Foto: ESA/Hubble/ZUMA Press/IMAGO

Hingga saat ini, kita hanya mengenal satu planet di jagad raya yang mengembangkan format kehidupan lebih tinggi, yakni planet Bumi. Dan planet ini terus mengembangkan satu spesies, yang lebih maju dari spesies lainnya. Manusia. Mereka hidup dalam masyarakat yang kompleks dan menciptakan banyak peralatan serta peradaban. 

Untuk itu, manusia memerlukan energi. Bahkan kini membutuhkan sangat banyak energi. Ahli geologi Reinhold Leinfelder mengungkap,para ilmuwan pernah mencoba menghitung dalam sebuah kerja besar, seberapa banyak manusia telah menggunakan energi. 

Dalam 70 tahun terakhir, yang disebut zaman antroposen atau zamannya manusia, kebutuhan energi manusia meningkat satu setengah kali lipat dari penggunaan sepanjang 1.200 tahun sebelumnya. "Jadi terlihat sangat jelas, bagaimana penggunaan energi juga mengalami akselerasi", demikian disimpulkan Reinhold Leinfelder. Di zaman antroposen, manusia mengubah ekosistem dunia secara masif. 

Manusia memakai 170 trilyun Kilowatt-jam energi setiap tahunnya. Juga populasi manusia terus tumbuh, dari delapan milyar saat ini, jumlahnya akan mencapai 10 milyar pada tahun 2050.

Dalam perburuan energi, manusia mengekploitasi habis-habisan planet bumi. Semua habitat, dalam jangka panjang terancam akan rusak. Yang paling fatal: semua ini punya keterkaitan tidak terpisahkan, dan terutama terlihat dari bahan pangan manusia.

Kebutuhan manusia melebihi kapasitas regenerasi alam 

Volker Mosbrugger ahli paleontologi dari Museum Senkenberg di Frankfurt memaparkan, manusia hidup dari alam. Tapi tiap tahun manusia membutuhkan lebih banyak dari alam, ketimbang yang bisa tumbuh. Lebih jauh lagi, kita makan atau memakai modal, darimana kita hidup.

Ia menekankan, ini tentu absurd. Karena itu berarti, bahan makanan saat ini, untuk manusia sejatinya adalah pemusnahan energi. Kehilangan energi terbesar ada pada produksi daging dari peternakan industrial, persentasenya hingga 90%. 

Sedangkan padang penggembalaan dan budidaya pakan ternak memakan 80% dari lahan pertanian global. Ini Intervensi serius terhadap sebuah sistem yang ringkih.

Lapar umat manusia kelihatnya tidak pernah terpuaskan. Produk murah, monokultur dan hasil panen massal menggerus tanah makin parah. Cadangan air tanah di seluruh dunia menciut drastis.

Contohnya di Almeria, Spanyol, kawasan ini ibaratnya kebun sayurnya Eropa. Ahli geologi Reinhold Leinfelder mengatakan, tentu saja perkebunan memerlukan banyak air, dan  juga perlu pupuk. "Agar prosesnya cepat dan hasil produksi tinggi dan juga murah, manusia menggunakan banyak fosfat, yang sumbernya akan habis. Selain itu juga nitrogen, yang separuhnya masuk ke perairan umum, dan pada akhirnya memberi pupuk berlebihan ke lautan", papar Mosbrugger.

Bukan itu saja, manusia membuang sekitar sepertiga dari seluruh produksi bahan pangan, yang diangkut dan didistribusikan ke seluruh dunia. 

Pangan, pabrik dan mobilitas pelahap energi terbesar

Ahli Paleontologi Volker Mosbrugger mengatakan, pelahap energi terbesar di satu sisi adalah produksi bahan pangan serta pabrik produksi, dan di sisi lainnya seluruh sektor mobilitas. 

Sejauh ini, kita hanya membatasi tindakan untuk mereduksi konsumsi energi besar di pabrik-pabrik. Di masa depan, juga penting harus semakin memperhatikan sektor mobilitas, jadi bukan hanya pabrik besar.

Sektor lalu lintas di seluruh dunia memproduksi lebih dari 8 milyar ton CO2 per tahun volumenya seperempat dari total emisi global CO2 per tahun. Selain itu ada tambahan emisi gas rumah kaca lainnya. Bahkan, jika manusia tidak bergerak, mereka juga mengkonsumsi energi.

Internet sejauh ini hanya memakai satu persen dari total kebutuhan listrik global. Tapi jejaring internet, jika diibaratkan sebuah negara, sekarang ini sudah menjadi konsumen listrik terbesar sedunia. Sekitar 4,5 milyar manusia di dunia terhubung secara online. Energi yang diperlukan buat 20 kali pencarian, bisa menyalakan sebuah lampu hemat energi selama satu jam.

Pelahap energi sebenarnya adalah alat pendingin untuk server besar internet, yang harus terus dihidupkan. Frankfurt merupakan salah satu simpul terbesar internet global.

"Kami memprediksi, dalam 10 tahun mendatang, kebutuhan energi ini akan meningkat hingga 14 persen. Ini pertumbuhan dalam skala besar, yang akan tiba, seiring dengan digitalisasi menyeluruh. Instalasi 5G saja dan nanti 6G merupakan pelahap energi besar," diperingatkan Mosbruger.

Inilah basis untuk teknologi penggunaan data intensif seperti rumah pintar atau kendaraan otonom. Revolusi digital bisa dibilang baru saja dimulai.

Sebenarnya setiap orang dalam aktivitas kesehariannya, bisa melakukan perubahan kecil, untuk mereduksi kerusakan bumi. Namun yang harus berubah besar-besaran terutama sistem dalam ekonomi dan bisnis.

Menurut Reinhold Leinfelder, sejauh ini smartphone memiliki komponen Lithium, demikian pula yang lainnya, yang jika didaurulang juga mengandung emas. "Artinya, kita harusnya menyadari ada nilai yang sepadan, bahwa apa yang pernah kita peroleh, benar-benar dipertahankan dalam siklus" 

Manusia membutuhkan ekonomi sirkular

"Apa yang kita butuhkan, adalah ekonomi sirkular yang sebenarnya", ujar Reinhold Leinfelder. Menurutnya, kita harus belajar dari biosfer. Energi matahari memberi kehidupan, apa yang tidak dibutuhkan lagi akan terurai, dan dari situ tercipta sesuatu yang baru. Tidak ada yang hilang.

Di dalam sebuah sistem tata nilai, di mana uang nyaris menentukan segalanya, manusia harus dimasukkan ke dalam neracanya, sebagaimana mereke marusak planet bumi.

Sektor pertanian di Jerman saja, memproduksi hasil panen senilai 21 milyar euro setiap tahunnya. Sementara ongkos produksinya mencapai 90 milyar euro, jika seluruh faktor kerusakan lingkungan ikut dihitung. Ini sebuah bisnis dengan kerugian amat besar. 

"Kami menyebutnya eksternalisasi," kata Volker Mosbrugger, "Tidak ada manusia yang membayar untuk itu. Namun tiba-tiba masyarakat dihadapkan dengan masalah karbondioksida, nitrat dalam air tanah dan fosfat dalam ekosistem. "Dan masyarakat pula yang harus menanggung ongkosnya," tegas Mosbrugger, dan menambahkan, ini sebetulnya masalah besar, di mana kita harus melakukan perubahan.

Sebuah perubahan komprehensif menjadi sangat penting, agar planet Bumi punya masa depan. Untuk makhluk hidup paling cerdas di muka Bumi, kita seharusnya benar-benar dapat melakukan hal itu. (ml/as)