1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mantan PM Kosovo Tunggu Vonis Mahkamah Kejahatan Perang

2 April 2008

Hari Kamis (03/04) Mahkamah Kejahatan Perang di Den Haag akan mengumumkan vonis terhadap mantan Perdana Menteri Kosovo Ramush Haradinaj dan dua tertuduh lainnya.

https://p.dw.com/p/DZSE
Mantan PM Kosovo Ramush Haradinaj memasuki ruang sidang di Den Haag.Foto: AP

Hari Kamis (03/04) Mahkamah Kejahatan Perang di Den Haag akan mengumumkan vonis terhadap mantan Perdana Menteri Kosovo Ramush Haradinaj dan dua tertuduh lainnya.

Ramush Haradinaj merupakan tokoh paling terkemuka Albania Kosovo yang diadili di Den Haag. Seusai Perang Kosovo ia dipuja sebagai pahlawan oleh warga Albania, membentuk partai "Aliansi bagi Masa Depan Kosovo", lalu terpilih sebagai perdana menteri. Empat tahun kemudian ia diusut oleh Mahkamah Kejahatan Perang di Den Haag.

Haradinaj dan kedua tertuduh lainnya, Lahi Brahimaj (38) dan Idriz Balaj (36) digugat atas tuduhan melakukan pengusiran terhadap warga Serbia dan warga Gypsy Roma dari wilayah timur Kosovo, dalam posisi sebagai komandan Tentara Pembebasan Kosovo (UÇK) pada tahun 1998. Artinya ketika itu mereka bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan satuan-satuan mereka, termasuk pembunuhan, perkosaan dan penyiksaan.

Pada awal perkara, jaksa penuntut ketika itu, Carla del Ponte, menjelaskan: "Ketiga orang ini dituduh bertanggungjawab atas kejahatan yang brutal. pembunuhan, deportasi, penyiksaan, perkosaan, penculikan, tahanan paksa dan serangan paling kejam."

Pada kurun waktu yang dimaksudkan pasukan UÇK melakukan penembakan dan melemparkan jenazah para korban ke sungai. Balaj sebagai komandan satuan "Elang Hitam", bertanggung jawab atas pembunuhan terhadap warga Serbia, Gypsy Roma dan warga Mesir yang tidak sempat melarikan diri. Pasukannya juga menyerang kamp pengungsi Baballoq dekan Decani.

Brahimaj memimpin kamp tahanan di markas utama UÇK Jablanica, dimana para tahanan meninggal dunia akibat luka-luka mereka atau mereka dibunuh. Selain itu para tahanan tidak mendapat cukup makanan dan air. Sedangkan Haradinaj, selain tanggung jawabnya sebagai pemimpin juga dituduh melakukan penganiayaan.

Oleh sebab itu Carla del Ponte yakin, pada akhir perkara akan dijatuhkan vonis: "Anda tidak perlu ragu, bahwa tuduhan itu dapat dibuktikan. Bahwa tangan para pria ini berlumuran darah."

Tuduhan itu bertumpu pada hasil pemeriksaan forensik para pengusut Serbia, yang menemukan 39 jenazah di daerah yang berhasil direbut kembali. Sebagian besar korban diidentifikasi sebagai warga sipil Serbia, Gypsy Roma dan Albania.

Ramush Haradinaj sendiri sejak awal bersedia menghadap ke pengadilan. Setelah diajukan gugatan tiga tahun lalu, dengan sukarela ia datang ke Den Haag, dimana ia kemudian ditahan sampai bulan Juni 2005. Sampai bulan Maret 2007 ia dibebaskan dengan syarat, hanya menjadi ketua partai dan tidak dapat aktif di bidang politik sebagai perdana menteri. Selain itu ia tidak diperkenankan memberikan interview kepada media.

Tetapi pada masa tahanan rumah selama dua tahun, markas partainya dan villanya di daerah hunian diplomat Dragodan, terus dikunjungi silih berganti. Pengaruhnya di bidang politik tidaklah sirna. Pada awal sidang Haradinaj optimis, bahwa pada akhirnya ia akan bebas.

"Dulu saya sudah mengatakan, saya akan berlibur, dan sekarang pun begitu. Saya harap kita akan bersama-sama lagi. Sebenarnya saya ingin bisa pergi sesudah ada keputusan mengenai kemerdekaan Kosovo. Saya yakin itu akan segera terjadi. Makanya keadaan saya pun baik. Kalau saya kembali, saya ingin melihat Kosovo yang sudah tambah baik keadaannya."

Pihak pembela tentunya menginginkan keputusan "tidak bersalah" bagi ketiga tertuduh. Bahkan mereka tidak memanggil saksi sendiri dan membatasi diri pada pleidoi akhir mereka bulan Januari lalu, dimana dicantumkan bahwa tuduhan itu sangat rapuh. Para pengacara itu mempertanyakan tanggungjawab Haradinaj dalam UÇK, karena itu tidak dapat disamakan dengan kemiliteran biasa. UÇK merupakan 'gerakan dari warga sipil yang merasa ketakutan', dan timbul dari hubungan keluarga.

Tetapi pada saat bersamaan pihak kejaksaan juga melaporkan adanya upaya menakut-nakuti para saksi. Di depan pengadilan, sejumlah orang memberikan keterangan yang berbeda dari sebelumnya. Seorang anggota UÇK mengemukakan, ia tidak bersedia memberikan keterangan di pengadilan, karena saksi-saksi di Kosovo akan dibunuh. Perlindungan terhadap saksi dikatakannya tidak memadai. (dgl)