1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Malaikat Tak Bersayap Bantu Korban Gempa Italia

26 Agustus 2016

Mereka adalah malaikat tak bersayap sayap yang datang dengan dua roda, menjelajahi pegunungan untuk menolong korban gempa bumi mematikan di Italia, terutama di lokasi yang tidak dapat diakses untuk penyelamat lainnya.

https://p.dw.com/p/1JpzC
Foto: Reuters/C. De Luca

Mereka adalah sekelompok pengendara sepeda motor trail. Para relawan, yang telah menghabiskan 36 jam terakhir menyusuri sepanjang jalur menuju daerah yang hancur akibat gempa guna mencari mereka yang membutuhkan bantuan - baik itu berupa makanan, obat-obatan atau bahkan hanya berita.

Jumlah korban tewas sudah mencapai ratusan orang. Ada kekhawatiran bahwa banyak korban yang masih terkubur dalam reruntuhan di desa-desa pegunungan hancur.

"Kami hanya perlu memeriksa jika ada masalah atau kebutuhan," kata Mario Menicocci, yang datang bersama kelompok kelompok bikers. Pria berusia 56 tahun itu berasal dari Venesia. "Bagi saya, itu cukup jelas - menggunakan sepeda motor yang memiliki beberapa batasan dan menggunakannya untuk tujuan baik," ujarnya kepada media AFP.

Bukan pertamakali membantu

"Kelompok ini dimulai pada tahun 2002 dengan dukungan masyarakat sipil setempat dan sejak itu, kami telah membantu warga berkali-kali, termasuk saat gempa L'Aquila," katanya, merujuk pada gempa besar tahun 2009 yang menewaskan lebih dari 300 orang.

"Ketika lalu lintas terblokir, dengan motor kita bisa melewati sebagian besar batu longsor yang memblokir jalan. Kami juga menyeberangi sungai jika tidak terlalu dalam.”

Berkoordinasi dengan pertahanan sipil setempat, tugas mereka adalah untuk memeriksa daerah di mana kendaraan lain tidak dapat mencapai lokasi tersebut. Mereka pun membantu membawakan obat-obatan, makanan atau peralatan komunikasi.

Menicocci mengatakan ia dan rekan-rekan bikers-nya memiliki kesempatan 70 persen untuk menjangkau lokasi, dimana kendaraan lain tidak bisa. "Kami mengambil makanan untuk seorang pria tua yang sendirian di rumahnya di bukit-bukit. Dia begitu bahagia dan memberi kami buku," kata Ugo Filosa, salah satu relawan. "Dalam perjalanan pulang, Palang Merah menghentikan motor saya dan meminta saya untuk segera memberikan beberapa obat," katanya.

Giuseppe Vidi, yang berusia 70 tahun asal Perugia, tidak ragu-ragu menawarkan diri untuk membantu. "Sejak gempa di Assisi, saya selalu muncul setiap kali ada bencana untuk menawarkan bantuan," katanya merujuk pada gempa yang melanda Italia tengah dan timur pada tahun 1997 dan menewaskan 12 orang.

Relawan lain yang terlibat dalam pencarian adalah Emiliano dan Pierluigi, keduanya anggota klub motor lokal. "Kita tinggal di dekat sini, kami merasa gempa dan kami datang untuk menawarkan bantuan kami," kata Pierluigi. "Itu biasa. Ini wilayah kami."

Foto biarawati yang menjadi viral

Foto seorang biarawati yang nyawanya hampir terenggut akibat gempa, namun berhasil diselamatkan menjadi viral di media sosial. Suster Marjana Lleshi berasal dari Albania. Ia menceritakan tragedi yang menimpanya: "Saya menyadari terjadinya gempa sekitar pukul 4 pagi hari, setengah jam setelah itu telah terjadi. Saya merasa ada yang aneh di tempat tidur dan ketika saya menyadarinya, saya langsung pergi keluar dari ruangan untuk mencari bantuan, tetapi ketika saya pergi keluar dari ruangan, pintu telah benar-benar runtuh. "

Kisah Biarawati Korban Gempa Italia

Suster Marjana menutup mata sejenak, sambil menahan air mata, lalu melanjutkan lagi ceritanya: “Jadi saya berlindung di bawah tempat tidur menghindar reruntuhan atap. Ketika saya keluar mencari bantuan, tidak ada yang menjawab. "

Saat itu ia merasa kehilangan harapan: Ketika saya mulai kehilangan harapan untuk diselamatkan, saya pasrah dan mulai mengirim pesan ke teman untuk berdoa dan mengucapkan selamat tinggal kepada mereka selamanya. Saya tak bisa mengirim pesan seperti ini untuk keluarga karena saya takut bahwa ayah saya akan hancur hatinya mendengar sesuatu yang terjadi seperti itu. Saya kehilangan semua harapan untuk diselamatkan. Saya tahu aku akan mati jadi tak bisa memberitahu keluarga saya bahwa saya sekarat."

Sambil menangis Suster Marjana menjelaskan bahwa betapa hancur hatinya ketika menyadari dia tidak sempat lagi melihat keluarganya: "Lalu seorang pemuda menyelamatkan saya dan dia mengatakan kepada saya untuk duduk di kursi. Saya tidak ingin duduk di kursi karena saya masih merasakan guncangan. Saya hanya ingin untuk duduk di tanah. Jadi saya duduk di tanah dan saya merasa lebih tenang. Kemudian ketika saya benar-benar menyadari bahwa saya diselamatkan, saya mulai mengirim pesan ke saudara saya bahwa kondisi saya aman. Juga ke teman-teman saya yang sempat saya ucapkan selamat tinggal untuk selamanya. Saya telah mengatakan selamat tinggal, dan pada akhirnya itu bukan perpisahan terakhir.”

ap/vlz(ap/afp)